Di level Asia, timnas Korea Selatan (Korsel) memang begitu digdaya. Dengan keunggulan postur tubuh yang mereka punya, mereka leluasa mengobrak-abrik pertahanan tim lawan, dengan skema umpan silang.
Jika metode ini tak mempan, ada senjata mematikan lain, yakni skema umpan terobosan, atau bola-bola daerah, yang bisa dengan leluasa mereka terapkan. Karena, selain berpostur tinggi, para pemain Korsel juga dianugerahi kecepatan lari istimewa, yang cukup menakutkan untuk level Asia.
Tak heran, kebanyakan tim di Asia, yang secara level kualitas berada dibawah Korsel akan bangga luar biasa, kalau hanya kalah tipis dari timnas Negeri Ginseng. Kebanggaan itu akan berlipat, jika Korsel mampu ditahan imbang, apalagi dikalahkan.
Salah satu tim yang pernah berbangga diri itu adalah timnas Indonesia, tepatnya saat turnamen Piala Asia 2007 berlangsung. Kala itu, meski kalah 0-1, Tim Garuda tetap kebanjiran pujian, karena dinilai tampil bagus. Padahal, berapapun skornya, kekalahan tetaplah kekalahan.
Tapi, meski digdaya di level Asia, timnas Korsel lebih banyak jadi bulan-bulanan lawan, saat naik tingkat ke Piala Dunia. Keunggulan fisik dan kecepatan mereka yang begitu ampuh di Asia, justru berbalik menjadi kelemahan utama yang ternyata sangat fatal.
Oke, untuk level Piala Dunia, mereka bisa saja membanggakan prestasi mereka di tahun 2002, saat menjadi semifinalis di rumah sendiri. Tapi, prestasi ini sebetulnya tak menggambarkan level kualitas mereka sebenarnya. Karena, kala itu mereka sangat terbantu dengan status mereka sebagai tuan rumah, dan "terbantu" juga oleh keuntungan yang diberikan wasit selama turnamen.
Praktis, titik terbaik mereka di Piala Dunia, yang didapat secara "bersih", adalah saat menjadi perdelapanfinalis di Piala Dunia 2010, sebelum akhirnya kalah 2-1 oleh timnas Uruguay. Selebihnya, Ksatria Taeguk hanya mengulang kisah yang sama; tersingkir di fase grup, dengan menjadi lumbung poin buat tim lawan.
Dan, kisah itu kembali terulang di Piala Dunia 2018. Dengan dimotori Son Heung Min (Tottenham Hotspur), timnas Korsel dua kali tumbang, atas Swedia (0-1) dan Meksiko (1-2), Sabtu, (23/6). Meski hanya kalah tipis di dua laga ini, Korsel terlihat sangat kerepotan.
Saat melawan Swedia, mereka kerepotan karena menghadapi lawan yang secara fisik lebih unggul. Sementara itu, saat melawan Meksiko, mereka juga keteteran, karena pemain-pemain Meksiko punya kecepatan dan teknik yang lebih unggul.