Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud Artikel Utama

Kita Membunuh Petani Kita Sendiri

27 September 2010   04:18 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:56 605 0

Tanggal 24 September lalu adalah hari yang ditetapkan sebagai Hari Tani Nasional . Layaknya seperti hari peringatan, seharusnya ada yang diperingati. Nah pertanyaannya kemudian, apa yang diperingati di hari tani ini, khususnya bagi saya dan mungkin Anda semua yang notabene bukan petani? Apakah kita masih layak mengagungkan petani kita ataukah sebaliknya mengasihani petani kita? Dan kemudian sebagai kelompok yang sering dikategorikan ”kelas menengah terdidik” ini, apa yang bisa kita lakukan untuk petani kita, kaum yang pernah mengharumkan Indonesia sebagai salah satu negara agraris terbesar di Asia saat jaman Suharto berkuasa lalu.

Marilah kita sejenak melihat diri kita sehari-hari mulai kita bangun sampai kita tidur lagi: Pagi-pagi sehabis bangun kita minum Aqua (Danone), lalu kita mandi pakai Lux dan menyikat gigi dengan Pepsodent (Unilever), habis mandi kita ngopi Nescafe (Nestle). Seusai ngopi, kita starter Supra (Honda) atau Kijang (Toyota) kita menuju tempat kerja. Sampai di kantor, mari kita buka dan hidupkan laptop (Acer) dan mulailah ketak-ketik...entah kerja entah facebook-an dengan teman di Singapura. Pakaian kita bercap tiga huruf (GAP), dan sepatu kita bermerek ”Nike”. Selepas kantor, sejenak mampir ke Carrefour untuk beli Coca Cola dan San Miguel untuk nanti diminum di rumah, tapi tak lupa juga beli tempe dan tahu (kedelainya impor dari Amerika lho..!). Tapi sebelum ke rumah, udah ada janji ketemu dengan teman-teman untuk ngopi di Starbucks. Malam sembari minum dan makan ayam goreng (McDonald) terasa asik banget sambil nonton saluran olahraga berbayar (ESPN). Sesekali kita diganggu oleh sms dari teman-teman di hape keren kita (Blackberry) yang dari Kanada itu, lalu tidur dan mimpi indah punya Mercedes Benz.

Ilustrasi di atas digambarkan oleh I Wibowo dalam bukunya ”Negara Centeng” tentu saja dengan tambahan sana-sini dan kebanyakan tulisan ini memang diambil dari buku tersebut. Dari ilustrasi tersebut, mari kita kembali ke pertanyaan di atas: Apa yang kita lakukan untuk petani kita? Akui saja mungkin cuma secuil yang kita nikmati yang merupakan hasil kerja petani kita di pedalaman Jawa atau dataran Brastagi sana. Begitu besarnya secara individual kita sudah masuk dan mau tak mau terseret oleh globalisasi ekonomi. Globalisasi atau wilayah konsumsi tanpa batas dimana apa yang kita makan sekarang juga yang dinikmati orang di seberang lautan sana telah begitu jauh masuk ke dalam hidup sehari-hari kita. Lipatkan jumlah kita dengan jumlah populasi, maka kita akan menemukan bahwa kita semua, negara kita adalah konsumen dari korporasi multinasional tadi. Indonesia adalah lahan subur bagi korporasi multinasional atau lebih dikenal dengan MNC (Multinational Corporation).

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun