Kedua pasangan awalnya bermain sangat hati-hati. Terjadi kejar mengejar point hingga jeda babak pertama. Pasangan ganda Korea itu terus menerus memimpin. Bona/Ahsan pun tak kalah mengejar hingga kedudukan 11-8 untuk Chung/Lee. Langkah Bona/Ahsan terhenti pada point 9 kala pasangan Korea menyerobot hingga angka 17. Bona/Ahsan hanya diberi kesempatan hingga 12, lalu  pasangan Korea itu menutup babak pertama.
Sempat tertinggal pada awal babak kedua, Bona/Ahsan mencoba peruntungan dengan nekat melawan. Pasangan Indonesia ini sempat menyamakan kedudukan 6-6 dan 10-10. Namun, pada point 15, langkah ganda Indonesia terseret sampai kedudukan 20-15 untuk Chung/Lee. Bona/Ahsan akhirnya harus menguburkan mimpi emas ganda putra, juga tradisi emas dari sektor ganda putra untuk Indonesia pada kedudukan 16-21.
Tiga kali Bona dinyatakan service error di babak pertama. Padahal, saat itu ganda putra Indonesia tersebut sedang gencarnya mengejar point. Ketika untuk ketiga kalinya palu hakim servis memvonis kesalahan Bona, sejak itu pula pertahanan psikis Bona terganggu. Konsentrasinya buyar. Ahsan pun terpengaruh. Lantas, langkah Bona/Ahsan pun terhenti pada point 9.
Melawan Chung/Lee memang mesti butuh ekstra mental. Ketahanan psikis. Konsentrasi penuh. Sebab, pasangan terkuat Korea dan rangking kedua ini terkenal sangat ulet dan gigih. Tidak mudah mematikan pergerakan mereka dan memperoleh nilai. Mereka sama-sama kuat dalam bertahan dan menyerang. Mereka bisa bertahan sekaligus menyerang, karena efektivitas pengembalian bola mereka. Buyarnya konsentrasi Bona menjadi petaka kondisional yang harus dibayar mahal pada babak pertama.
Selain harus punya ketahanan psikis, daya gempur dan bertahan efektif menjadi kunci untuk mengalahkan ganda rangking 2 dunia tersebut. Serangan smash harus tajam dan berdaya ledak, jika tidak ingin jatuh di celah kosong. Selebihnya, ganda Korea itu akan dengan entengnya mengembalikan bola untuk siap menunggu menyerang.
Babak kedua Bona/Ahsan telah mengeluarkan kemampuan terbaiknya. Namun, daya gempur pasangan Indonesia ini tak sanggup menembus pertahanan Chung/Lee. Kendati kedua pasangan Korea itu sudah jatuh terduduk, bola tak mampu dimatikan. Malah berbalik menembus ruang kosong hingga Bona/Ahsan kelabakan untuk mengembalikan. Barangkali psikis mereka sudah benar-benar anjlok sehingga permainan efektif demi mengimbangi daya ledak yang tumpul itu tidak kunjung keluar. Lalu, pasangan Korea itu pun menekan hingga Bona/Ahsan menyerah.
Yah, tiga hal ini: ketahanan psikis, kesabaran, dan daya ledak. Tiga hal ini kita masih kalah dari ganda Korea itu.Tiga hal ini pulalah yang menguiburkan mimpi tradisi emas badminton dari ganda putra Indonesia.
Namun, mereka telah berjuang. Sebuah lencana kebanggaan patut kita kalungkan. Mereka telah kalah di tangan yang tepat, sehingga perjuangan mereka pun tidak gugur sia-sia.(*)