Dalam kasus Lutfhi Hasan Ishaaq (LHI) misalnya, di berbagai media sosial (Facebook, Twitter, mailing list), kader-kader PKS yang antikritik ini begitu membabi buta dalam melakukan pembelaan, sementara mereka mencaci-maki media dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang sedang serius melakukan kerja-kerja pemberantasan korupsi.
Sementara, saran-saran kebaikan tak pernah diterima. Mereka justru memberikan label (stigma) dengan sebutan ”PKS Haters” (pembenci PKS) bagi siapa pun yang mencoba mengkritik PKS. Mereka dengan bangga menyebut diri mereka dengan sebutan ”PKS Lovers”.
Jika ada yang mencoba memberikan saran kebaikan, sering terlontar kalimat yang tidak santun dan terkesan arogan, misalnya saya pernah mendapatkan contoh bagaimana arogansi tersebut diperlihatkan. Salah satunya dengan pernyataan begini: PKS Haters tak perlu repot-repot menyuruh kader PKS untuk bebenah dan intropeksi. Kami sudah melakukannya sebelum Anda memikirkannya.
Nah, sekarang, apakah kritiktersebut sia-sia belaka? Saya kira tidak. Bahkan kritikan-kritikan semacam itu diperlukan. PKS sekarang memang tidak sedang membutuhkan kritikan-kritikan semacam itu. Yang diperlukan PKS sekarang adalah pembelaan-pembelaan.
Selemah apa pun pembelaan, itulah yang diperlukan. Agak kontradiktif memang. Padahal saya kira PKS akan menjadi besar justru oleh kritikan, cemoohan bahkan hujatan sekalipun, bukan justru lewat pujian dan pembelaan-pembelaan.
Menjawab persoalan ini, saya kira kritik terhadap PKS tidak sia-sia. Justru yang demikian itulah jalan untuk menjaga akal sehat, jalan untuk mengingatkan kelemahan sebuah partai politik (Islam) untuk kembali ke jalur yang benar. Partai politik (Islam) semestinya tidak menutup mata terhadap pembusukan dan kebusukan yang memang ada didalamnya.
Intelektual Profetik
Partai politik (Islam) mestinya juga membuka diri terhadap mata publik tentang kondisi partai politik dewasa ini. Suka atau tidak suka, langkah kritik semacam ini diperlukan untuk mencerahkan publik (umat).
Dalam konteks demikian, saya kira selaras dengan jalan intelektual profetik (kenabian) seperti yang digagas (almarhum) Kuntowijoyo, intelektual muslim di Jogja.
Kuntowijoyo pernah menggagas akan pentingnya intelektual profetik (kenabian). Ide dasarnya diambil dari ayat Alquran: Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh yang makruf dan mencegah yang mungkar dan beriman kepada Allah (QS Ali-Imron: 110).
Kuntowijoyo menafsirkan ayat tersebut dengan tiga gagasan penting yaitu humanisasi (amar makruf), liberasi (nahi mungkar) dan transendensi (beriman kepada Allah). Dalam konsepsi ini, saya kira kritikan terhadap PKS adalah sebuah jalan liberasi: mengkritik performa partai politik dan membuka mata publik (umat) atas kebobrokan-kebobrokan yang ada di tubuh partai.
Hasil akhirnya tentu saja bukan dalam kerangka ”menghabisi” PKS, tetapi sebuah jalan untuk menguatkan partai Islam agar sesuai dengan cita-cita awal pendirinya: menjadi partai yang benar-benar bersih, menjaga moralitas, tidak korupsi dan benar-benar memperjuangkan kesejahteraan masyarakat. Bukan sebaliknya, partai yang arogan, antikritik, hedonis serta mengunakan partai hanya untuk memperkaya diri sendiri.
Dengan demikian, kita tetap perlu terus menumbuhkembangkan sikap kritis ini, dan perlu terus-menerus menyalakan akal sehat. Ini demi pencerahan, demi Indonesia yang lebih baik. (Yons Achmad)