Mohon tunggu...
KOMENTAR
Fiksiana

Pelangi Senja

24 April 2014   11:43 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:16 188 0
Hari-Hari Yang Ganjil



Satu jam meringkuk berselimutkan baju kotor yang entah kapan terakhir kucuci, baunyapun seapek comberan mampet, anehnya hidungku seperti tembok tanpa cela kokohnya. Adaptif.

Waktu berlalu, setelah puas meringkuk bagai keong dalam cangkang, kuobrak-abrik tumpukan buku tak berdosa. Entah apa yang dicari. Sebagai manusia yang pernah punya julukan kutu buku, mengobrak-abrik buku tanpa tahu apa yang di cari adalah sebuah ketersesatan fatal. Akhirnya satu buku menyerah, tergenggam sempurna tak berkutik di tanganku, judulnya ‘Cara Berenang Untuk Pemula’. Berlanjut dengan membaca dengan cara yang tak kalah ajaib: duduk jongkok, posisi buku terbalik ditemani lampu neon yang byar pet byar pet kehabisan nafas.

Tiga puluh detik terlewati sempurna dengan keajaiban membaca sambil berjongkok dan buku terbalik. Kegilaan yang tampak nyata. Tragis kan?.

Sembilan puluh menit kemudian, rongga tenggorakan berteriak, “hooiiiii, haus nih, kasih minum napa sih”. Si manusia ajaib tiba--tiba berjinjit, pura-pura mengendap ke kamar mandi, mengendap karena dia pikir sedang di kuntit interpol.

Lho haus kok ke kamar mandi? Membuka pintu kamar mandi, sejurus kemudian dibenamkanlah kepalanya ke dalam bak mandi, menyelam dan minum sepuasnya. Mungkin manusia ajaib ini punya mata ikan. Saat menenggelamkan kepala ke bak mandi tak sedetikpun lupa untuk membelalakkan mata sambil bernyanyi yang di permukaan bak mandi hanya terdengar, “bluurrp bluurrpp, riyang cenang, blurrpp, hati jembila, bluurp, bluurrpp”.

Harmoni yang ganjil. Anomali tingkat akut.

Berbasah-basah ria dan terkekeh-kekeh tak jelas kembali ke kamar, masih dengan cara yang sama, berjinjit.

Sudah bisa kamu bayangkan keajaiban ganjil yang terjadi?

Itu sekelumit keganjilan yang terjadi pada diriku dalam 3 bulan terakhir, seorang pecinta tangguh (menurutku sih ya) bernama Reikhi Putra Gandhi. Papa Mama memanggilku Reikhi.

Kuperkenalkan diri dulu, nama panjangku Reikhi Putra Gandhi. Waktu itu Papa lagi doyan segala sesuatu yang berbau Reikhi. Saking cintanya sama per-reikhi-an terbawa mimpi yang 7 jam kemudian Papa terbangun oleh kokok beo yang berisik, “bangun, bangun, Papah bangun”.

Tanpa ba bi bu, Papa menghampiri Mama dan bersabda, “Mamah sayang, ntar anak kita harus di kasih nama Reikhi. Papa baru saja dapat wangsit dari leluhur”.

Mama, “Pa, Pa, kamu tuh ya, anak kok di kasih nama apa itu Reikhi, aliran silat, kasih nama tokohnya kek lebih pas, Bruce Lee kek kan keren tuh ada nama bule-bulenya juga ada nama chinesenya. Kali-kali ntar anak kita seberuntung orang-orang China yang pintar berdagang”.

“Pokoknya harus ada Reikhi ya”, seru Papa.

Menjawab malas, “ya sudah, Mama mah manut sama imam aja”.

Pagi itu Papa tersenyum bahagia.

Enam jam berlalu, siang itu, Mama menonton berita di televisi. Berita dan bukan sinetron lho ya, beliau berkeyakinan kalau sedang hamil harus melihat serta mendengar hal-hal baik agar anaknya juga baik. Berita yang di nikmati tak kalah berat dari kandungannya, profil serta perjuangan Mahatma Gandhi. Seorang pejuang kemanusian di tanah India. Profil serta kisah mengiris hati Mahatma Gandhi berseliweran di layar kaca.

“Pak Gandhi kamu hebat sekali Pak. Hebat Pak”, seru Mama lirih tak kuasa air mata menetes.

“Mama sayanggg, Papa udah pulang”, teriak Papa.

“Pahh, anak kita Pahh”, ihik ihik, Mama terisak dengan kesenduan seberat truk traktor.

Papa bingung alang kepalang, mengguncang bahu Mama dan berteriak, “Mah, kenapa Mah?, kenapa dengan kandunganmu Mah, kenapa dengan anak kita Mahh?”

Papa tersedak, menangis tak kalah keras. Laki-laki juga manusia, Papaku juga manusia. Konser akbar berjudul ‘tangisan 2 anak manusia’ mendadak tergelar sore itu di rumah mungil yang hanya punya 2 kamar. Konser akbar sempurna di iringi hujan yang menderas tanpa henti dan petir menyambar. Konser 2 anak manusia dengan orkestra alam.

“Pah, Papah, anak kita nanti harus di kasih nama Gandhi”, Mama tiba-tiba tegas menjawab.

Papa bingung, matanya masih merah nanar karena air mata yang terlalu deras, “maksudnya Mah? kenapa dengan anak kita di kandungan Mamah?”.

Ajaib, sedetik kemudian Mama tiba-tiba tenang, tangisnya mereda seperti kopling mobil yang takluk di genggaman. Mama menggandeng Papa duduk di sofa.

“Pah, Mamah tadi siang nonton berita, dan sampai sore ini Mamah masih terbius”.

“Nonton apa Mah? Terbius apa? Tadi Mamah ke dokter? Kok Papa nggak di kasih tahu Mah”, Papa nyerocos, burung beo di samping rumahpun tak kalah berisik, “bangun, bangun, Papah bangun”. Kosakata yang di ajarkan ke burung beo terbatas kalimat itu.

Jadi apapun kejadiannya, burung beo di rumah itu hanya bisa menyumbang keramaian dengan kata, “bangun, bangun, Papah bangun”. Ada ulang tahun kek, tamu berkunjung, anjing tetangga yang nyolong sandal, si beo konsisten setengah mati dengan kalimat itu.

“Bangun, bangun, Papah bangun”.

“Tadi, Mama nonton kisah Mahatma Gandhi, dia itu luar biasa Pah. Pejuang kemanusiaan yang tak pernah kenal lelah, mengorbankan banyak hal dari dirinya. Badannya kurus ceking, tapi semangatnya itu lho Pah, menginspirasi banyak orang”.

“Papa masih nggak ngerti Mah”.

Mama menoleh ke Papa dengan mendelik, “bagian mana yang Papa nggak ngerti, kan sudah Mama bilang, Gandhi itu orang baik, Gandhi itu orang hebat. Karena itu kalau anak kita lahir, harus di kasih nama Gandhi”. Mama tak ubahnya wanita kebanyakan yang ketika mengalami kehamilan maka sensitivitasnya terhadap banyak hal meningkat tanpa terkendali.

“Maksudnya Mah?”

“Gandhi Pah, Gandhi Pah”, Mama mulai mengejan tak sabar.

“Maksudnya, Mamah nangis gara-gara hanya lihat berita Gandhi? Nangis hanya karena ingin anak kita nanti di beri nama Gandhi”

“Iya”, jawab Mama datar.

Papa menepuk jidatnya, jengkel, “OHH MAMAAAHHHHHHH, kirain ada apa. Nggak usah pakai nangis aja kenapa sih?”.

“Oo Mamahku sayangg (sambil mencubit gemas pipi Mama), mau di kasih nama apa aja asal baik Papa setuju kok Mah”.

“Makasih Papahku tersayang”

Akhirnya, sore itu Papa dan Mama mengikat ikrar di saksikan senja yang basah kuyup karena kehujanan. Sambil mengelus perut Mama, Papa berkata, “anakku, kelak kau akan kuberi nama Reikhi Putra Gandhi”.

“Itu Reikhi untuk cowok atau cewek Pah?”

“Sama aja Mamah, cowok atau cewek cocok kok”

Keduanya berpelukan mesra. Bukan kemesraan yang membara, kemesraan yang sunyi karena dua pasang manusia ini tahu kemesraan sejati itu adalah kemesraan dua hati. Dan kemesraan dua hati tak perlu lagi visual, tak perlu lagi kata-kata mesra, tak perlu lagi, tak perlu lagi.

Kemesraan sejati adalah kemesraan dua hati yang telah tertautkan dan teruji oleh tangis, air mata, kegembiraan serta kesedihan.

Reikhi Putra Gandhi, nama yang muncul dari wangsit sebuah mimpi dan tontonan berita tentang Gandhi.

Inilah aku, Reikhi Putra Gandhi, seorang lelaki yang sedang menjalani keganjilan klasik hidup, yaitu Cinta.

Masih berbasah ria setelah memuaskan keinginan minum di kamar mandi, kunyalain desktop yang sudah uzur. Kamar ini representasi keong, semuanya serba melambat, seperti keong semuanya serba tertutup ketika ada sentuhan yang tak di inginkan, begitu juga dengan desktop uzur nan renta yang bersusah payah kunyalain. Lima belas menit berlalu dengan start up penuh basa basi, akhirnya tampilan di komputer muncul.

User, klik Reikhi, password: keongracun, enter. Masih menunggu 3 menit sampai 100 % sempurna.

Open iTunes, The Man Who Can’t Be Moved, play.

Going back to the corner where I first saw you

Gonna camp in my sleeping bag I'm not gonna move

Got some words on cardboard, got your picture in my hand

Saying, "If you see this girl can you tell her where I am?"



Some try to hand me money, they don't understand

I'm not broke – I'm just a broken-hearted man

I know it makes no sense but what else can I do?

How can I move on when I'm still in love with you?



'Cause if one day you wake up and find that you're missing me

And your heart starts to wonder where on this earth I could be

Thinking maybe you'll come back here to the place that we'd meet

And you'll see me waiting for you on the corner of the street



So I'm not moving, I'm not moving



Policeman says, "Son, you can't stay here."

I said, "There's someone I'm waiting for if it's a day, a month, a year.

Gotta stand my ground even if it rains or snows.

If she changes her mind this is the first place she will go."



So I'm not moving, I'm not moving,

I'm not moving, I'm not moving



People talk about the guy that's waiting on a girl

There are no holes in his shoes but a big hole in his world



And maybe I'll get famous as the man who can't be moved

Maybe you won't mean to but you'll see me on the news

And you'll come running to the corner

'Cause you'll know it's just for you

I'm the man who can't be moved

I'm the man who can't be moved



Going back to the corner where I first saw you

Gonna camp in my sleeping bag, I'm not gonna move

Sebagai Pecinta Tangguh, sangat kunikmati The Man Who Can’t Be Moved. Seperti menjustifikasi keganjilan yang kualami, kuputar ber-ulang menikmatinya berulang. Lagu ini sejenis lagu Frustasi.



Telepon Si Bawel, Sita



Yahoo Weather apps menunjukkan angka 35 derajat , panasnya benar-benar meradang.

“And maybe I'll get famous as the man who can't be moved. Maybe you won't mean to but you'll see me on the news”, The Script yang kujadiin ringtone menyeruak dari hp-ku. Kaget. Panggilan masuk, kulihat callernya, “Sita Bawel”.

Sita Bawel adalah seorang putri antah berantah dari Jakarta. Mario teguh menyebutnya sejenis cewek super. Super Bawelnya. Bawelnya tiada tara, tiada ampun. Satu kalimat, Sita bisa membalasnya dengan jawaban sepuluh ribu kalimat yang selalu bikin orang penasaran sebenanya guru Bahasa Indonesia dia waktu SD mengacu pada kurikulum apa sih kok bisa menciptakan anak didik yang begitu luar biasa kekayaan kosakatanya.

Bawel, diakui atau tidak, Sita selalu bikin suasana ceria. Itu kenapa berada di dekat dia tak pernah sepi, tak pernah sendu, tak pernah galau kecuali pasti bokek. Ya, selain punya kemampuan bawel, Sita adalah seorang perayu ulung dalam hal memalak traktiran.

“Reik, traktirin es teh manis dong. Uang jajan gue buat beli susu si Coki nih”

Kali lain dengan teman lain, “Don, senyum kamu cakep bener sih kayak Tom Cruise gitu”. Si Dony yang berbunga-bunga di puji Sita tanpa di minta memborong 5 piring pisang goreng di kantin kampus. “Pisang gorengnya buat kamu aja Sita, beli kebanyakan nih tadi, di rumah juga nggak ada yang makani”, sahut si Dony dengan muka memerah kayak udang kepanasan.

Segalau dan sesedih apapun bisa dibuat terbahak tak terduga oleh kebawelan Sita. Itulah Sita, salah satu putri ajaib dari ibukota.

Kuangkat HP yang vibrasinya sukses membuat aku geli, “Nape lue bawel, kangen ya ama gue?”.

“Weekk, gue cuman mo ngecek si Reikhi masih hidup apa kagak. Abis putus cinta kayak armagedon aja. Kiamat masih jauh cyin, hahahaha”

“Rajin amat sih elu nanyain gue. Dua hari lalu telpon gue, semalem jam 1 dini hari telpon gue, sekarang waktu gue lagi menikmati tangis lagi-lagi elu telpon gue. Elu Cinteee ya ama gue, lelaki sempurna yang super keren, Reikhi Putra Gandhi”, Reikhi terkekeh-kekeh, bertanya tanpa basa-basi.

Detik yang sama hening merayap. Di ujung telepon, tanpa Reikhi tahu, Sita Bawel tercekat, matanya berkaca-kaca.

“Sit, elu nggak lupa ngecharge otak kan? Tumben level bawel elu ngedrop”

“Eehh iya, iya, sori, nih si coki ngerecokin mulu, minta makanlah, minta di elus-lah”, Sita menjawab dengan berusaha bersuara sedatar mungkin.

“Elu cocoknya kawin ama Coki kok, kawinin tuh kucing persia. Kalo elu kawin ama manusia susah ngelayanin kebawelan elu”.

“REIKHIIII, SIAALLLLL bangettt si elu. Gue doain ya, nggak dapet pengganti Raisya. Upss sori, huhakakaka”.

“SITAAAAAA BAWEEEEELLLL KUTUUUU KUPREETTT PREETTT LUEEEEE”

Entah kenapa, sekasar apapun celaan Sita tak pernah bisa membuat Reikhi marah.

“Udah dulu ya, bosen nih ngomong ama lue, byee”. Sita menutup telepon tanpa aba-aba.

Sial tuh anak, nelpon tanpa basa-basi nutup telpon pun nggak kira-kira.

Tanpa kutahu, Sita mengelus Coki dengan perasaan teraduk. “Andai kamu tahu Reikhi”

Andai kamu tahu Reikhi.

Reikhi tak pernah tahu.

Kebawelan Sita, juga kegelisahannya, Reikhi tak pernah tahu. Sita bersahabat erat dengan bintang untuk melepas kegelisahannya setiap malam.

Reikhi tak pernah tahu, setidaknya sampai detik ini.

Reikhi VS Sita, MATCHING



Persahabatan Reikhi & Sita baru seumur jagung, jangan dikira walaupun seumur jagung terasa seperti sudah bersahabat puluhan tahun.

Kisahnya berawal dari mana sih?

Kegiatan orientasi mahasiswa mempertemukan wajah-wajah cupu, lulusan SMA yang beranjak tanggung menjadi dewasa. Reformasi telah di dengungkan, tapi reformasi Ospek sepertinya tak pernah terjadi, revolusi bahkan evolusi Ospek menjadi lebih beradab tak terjadi.

Pagi, masih juga jam 6. Mahasiswa-mahasiswa baru tergopoh-gopoh berkumpul di selasar kampus sastra.

Reikhi dan Sita, belum di kenal sebagai putri bawel waktu itu, berbaris berjejeran.

Sita menggigil, giginya bergemeretak, entah karena dinginnya pagi atau karena dia terlalu gugup.

Keberanian ala pejantan tanggung tiba-tiba membuncah Reikhi, “tenang aja, kamu nggak usah gugup, kan ada aku”. Reikhi cukup percaya diri, tak lupa menyembulkan senyum padahal giginya tak berjejer sempurna.

Sita menyahut lirih, “apaan sih, gue kedinginan kaliikk, nih kan masih pagi banget”.

“Oohh, ya”, Reikhi membalas kecut, lebih kecut dari jeruk nipis.

Seminggu ditempa tugas-tugas aneh bin ajaib. Bukan ospek namanya kalau tidak penuh dengan keajaiban. Salah satunya adalah tugas kelompok menguliti kulit bawang merah sebanyak 2 ember penuh. Kelompok yang selesai paling akhir dapat hukuman mencuci kaos kaki peserta ospek sejumlah 60 pasang. Mencuci TANPA MESIN, manual.

Seolah disergap kesedihan tiba-tiba, tugas ini membuat air mata menderas.

“Uuhh, oohh, kenapa kesedihan ini terjadi”, gelak Reikhi sambil meneteskan air mata.

“Sinting lue, hahaha. Ayo cepetan selesain daripada ntar nyuci kaos kaki segambreng”, Sita menimpali dengan air mata yang tak kalah deras.

Ospek menjejakkan kesakitan fisik dan mental pada mahasiswa baru ini. Jejak kesakitan ini seringkali terlalu membekas di mental, bekas yang sama sekali tak indah. Celakanya jsutru seringkali menjadi justifikasi untuk melakukan pembalasan lebih dahsyat di tahun berikutnya. Pelakunya? Ya mahasiswa baru saat ini yang tahun depan akan menjadi senior.

Senior dengan kebanggaan ‘berhak’ memberi kesakitan untuk mahasiswa baru.

“Kesakitan untuk membentuk mental”, kilah para mahasiswa senior.

Ospek-pun berlalu, pertemanan antara Reikhi dan Sita seperti bunga yang baru tumbuh. Keduanya semakin tak terpisahkan, ketakterpisahan yang disebabkan alasan konyol.

Reikhi adalah sejenis laki-laki jahil yang butuh orang untuk di bully.

Sita adalah sejenis wanita bawel yang butuh orang untuk di baweli.

Keduanya MATCHING, seperti magnet, dua kutub berbeda yang erat ketika di dekatkan. Matching.


Ada Bidadari Lewat

"Reik, ketemu di kantin 1 jam lagi ya, gue mo ngintip kecengan dulu, si doi lagi basket, so pasti seksi abiss, slurrpp"

"Dasar lue ya Sit, cewek jadi-jadian, pake tengsin dikit kek. Itu si Randy malah jijik kali elu deketin gitu"

"Biarin, berarti gue punya keberanian dong ber-ekspresi demgan perasaan gue, daripada elu, jomblo jablay nggak laku, wueekkk"

"Kupreet lue". Benar juga sih, Reikhi berseloroh sendiri.

Reikhi-Sita, tak ubahnya kucing dan tikus, jenis tikus lab dan kucing persia yang dua-duanya nggak punya DNA untuk saling menyakiti. Hanya saling mengeram saja. Kali lain keduanya tampak akur berbagi makanan yang di sediaka tuannya.

Di gelanggang olahraga, Sita bersorak-sorai paling keras. Maklum, sebelum ke gelanggang olahraga, dia mampir ke bagian administrasi kampus untuk meminjam megaphone bermerek Toa.

"Pak, saya pinjam megaphone-nya ya, ada latihan baris berbaris nih untuk tujuh belasan dua bulan lagi"

"O,ya, bawa aja Sit nggak pa-pa, ntar baterenya diganti baru ya", senyum Pak Rudi, staff administrasi kampus.

"Siapp Pak", seru Sita sambil memberi hormat. Sita tersenyum penuh kemenangan.

Pak Rudi tertipu, kasihan.

"AYOHH RANDDYY, MAJUU, KAMU BISAAA, AWASS, KIRI, KIRI RAN, TEMBAKKKK, YACHHH NGGAK MASUK, CUMANGADD RANDY, CUMANGAADD"

Semua melongo, menatap Sita penuh keheranan. Manusia jadi-jadian yang mengambil alih seorang diri keramaian semua suporter. Kurang lebih ada 350 suporter di gelanggang olahraga, tapi tak ada satupun yang bisa menandingi Sita.

Jangan heran, hanya Sita yang punya senjata pamungkas, Megaphone merk Toa. Siapa yang nggak tahu keangkuhan megaphone super ini.

Randy menoleh kesal ke cewek ber-megaphone, menggumam, "berisik bener tuh cewek".

Sita tersenyum selebar lapangan tenis ketika Randy menoleh menatapnya.

Sita tak sadar kalau itu tolehan kesal. Kawan, begitulah kalau orang sedang jatuh cinta, mudah sekali GR.

Mendapat tolehan mendadak dari Randy, semangat Sita tiba-tiba naik 900 % persen, kemudian berteriak, menari ala Lady Gaga sambil bersorak kesetanan.

"RANDY RANDDY RANDYY, CUMANGAADD EAAA, CUMANGAAD EEAAA, RANDA YESS, RANDDYY YESSSS RENDY OYEEEE, OYEEEE"

Semangat berlebih, energi yang terlalu berlimpah, kaki Sita tak sengaja terselip menyilang sendiri dan bruukkkk.

Sita terjatuh, Megaphone super menemui ajalnya, pecah berantakan. Megaphone super tak kuasa menahan kebawelan Sita, juga takluk dengan beban tubuh Sita. Megaphone meringis kesakitan, tubuhnya tercerai berai.

Percayalah, sesuatu yang diawali dengan niat buruk akan memperoleh karma buruk.

Begitu juga Sita, karma buruk mengelabui Pak Rudi terjadi dalam waktu yang tak lama.

Beberapa suporter membantu Sita berdiri sementara Randy acuh, melanjutkan permainan.

"Aduhh, kayaknya keseleo nih kaki. YACHH (melongo), si Toa kok ikut-ikutan babak belur sih?”, mata Sita nanar bukan karena keseleo tapi karena miris melihat si megaphone toa.

“Antar gue ke kantin dong", pinta Sita ke Tuti.

"Lho, nggak ke poli kampus aja, mungkin ada tukang pijat di situ untuk ngurut kaki elo"

"Poli kampus mana ada tukang pijat, dodol banget sih elo. Udah anter gue ke kantin aja", geram Sita.

"Laper ya, mo makan ya Sit?"

"NGGAK, GUE MO BOKERR DI KANTIN", Sita melotot.

"Iya Sit, iya, ampun Sit, gue anter", Tuti merunduk ketakutan, memapah Sita.

Sita manusia bawel, tidak sekedar itu saja, buat kaum hawa di kampus dia perempuan paling perkasa. Keperkasaannya itulah yang di segani oleh seantero kampus, bukan di segani sih, tepatnya di takuti terutama di kalangan kaum hawa.

Sita muncul sebagai pemimpin yang di lantik melalui konsensus tak resmi, semua sepakat untuk tunduk pada perintah Sita, khususnya kaum hawa.

Begini cerita singkatnya awal mula Sita dikenal sebagai wanita perkasa. Kala itu, terjadi keributan ala sinetron di selasar kampus. Keributan klasik 2 pasang manusia, tololnya si cowok dengan bangga melakukan kekerasan, menampar si cewek. Anehnya, tak ada satupun dari mahasiswa-mahasiswi kampus yang melerai. Ini yang di sebut fenomena sosiologis sakit masyarakat urban, cuek bebek.

Kejadian penamparan tersebut bersamaan dengan Sita yang secara tak sengaja melintas. Tahukah kamu? Tanpa ba bi bu, tanpa bertanya, Sita langsur melempar tasnya ke arah si cowok. Bersamaan juga, Sita meloncat mendekat ke arah si cowok, dengan kecepatan melebihi pesawat concorde Sita menampar dengan kekuatan hulk, plaaakkk, pipi kiri si cowok memerah nyata. Tak berhenti di situ, kaki kanan Sita reflek menendang si cowok, opss, pas di kemaluan. Telak, 100 % clean shoot, bravo.

Cowok itu terjatuh mengerang, tangan kiri memegang pipi sebelah kiri sementara tangan kanan memegang kemaluannya. Double attack by Sita. Para penonton sontak bertepuk tangan, seraya berteriak, “SITAAAAA SITAAA SITAAA”. Cewek yang jadi korban kekerasanpun diacuhkan oleh para penonton, mereka hanya bersorak untuk Sita.

Korban tendangan Sita, melipir terbirit-birit. Sejak peristiwa itulah Sita ditahbiskan sebagai perempuan paling perkasa di kampus aka preman, juga manusia bawel.

Jarak 50 meter, Reikhi memicingkan mata, setelah cukup dekat dia baru sadar ada yang salah dengan si bawel.

"Kenape lue Sit, abis di sosor Randy ya, cemen amat sih elo, pake tertatih-tatih dipapah si Tuti pula. Eh knapa pula tuh si toa ancur gitu"

"Sita jatuh Reik", Tuti mendadak jadi jubir Sita.

"Hahaha, tukang bawel, preman bisa jatuh juga ya? Hahaha"

"SIAALL LUE REIKKK"

"Sit, gue balik ke gelanggang dulu ya, yang pada main basket gemesin soalnya daripada lihat cowok di kantin, garing kering nggak ada gizi", Tuti berujar dengan centil.

"Kutuu lue Tut", Reikhi nyinyir.

"Awas yee, jangan ganggu my Randy, dia paten guee", ancam Sita sambil mengepalkan tangan ke arah Tuti.

Tuti berkata lirih yang hanya didengar dia sendiri, "amit-amit dah nih Sita, cewek jadi-jadian beneran". Tuti melenggang pergi tanpa menoleh lagi ke belakang.

"Reik, bagi nasi gorengnya dong", pinta Sita, langsung membajak piring nasgor tanpa persetujuan sang empunya.

"Eehh, elo tuh ya, itu bukan minta, MALAK NAMANYA"

"Bodo ah, laper gue, kalo laper bisa pingsan. Emang elo kuat gitu ngangkat gue kalo pingsan"

"Gue emang nggak kuat ngangkat elo, palingan ntar gue tendang kayak gobak sodor kan menggelinding tuh"

"Dasar, cowok lemah. Cowok tuh kayak Randy. Badannya kekar, dadanya bidang, otot-ototnya menonjol keras, rambut mohak, bibir lebar, hidung mancung, kulit bersih. Lakii banget dah"

"Iya, emang cowok banget. Masalahnya cowok kayak Randy nggak doyan ama cewek jadi-jadian kayak elo"

"Elo suka gitu deh, support gue gitu"

"Bodo"

Sita melanjutkan dengan rakus nasi boreng hasil bajakan tadi.

Tiba-tiba dari arah samping Reikhi, sesosok perempuan melintas, meninggalkan bau harum bunga jasmine, langkahnya tampak ringan dengan crochet womens classic Toms, blouse come grey threan, celana panjang hitam, rambut terjuntai sempurna seindah rambut model iklan Sunsilk.

Reikhi, kamu kok bisa tahu brand-brand untuk cewek seperti Toms, Come Grey Threan?. Reikhi, “dari si kutu Sita. Walaupun tampak seperti cewek jadi-jadian attitudenya, tapi urusan penampilan sebenarnya Sita cewek banget”.

Seakan tersihir di siang bolong, Reikhi terpana. Matanya membulat besar seperti akan terlepas dari kelopaknya, tangan lumpuh, badan mendadak demam, dan bunyi jantung dag dig dug keras layaknya pemain bola yang berlari 7 kali berputar lapangan bola.

Reikhi tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi detik itu.

Sita sama sekali tidak tahu. Ya, iyalah, si bawel satu itu kan lagi asyik masyuk sama nasi goreng hasil jarahannya.

"Sit, Sit, Sita"

Sita masih terlalu asyik dengan nasi goreng dan hp.

"Sit, Sit, Sit"

Masih tak menjawab.

"SITAAAA, SITAAAA, JAWABBB KEKK", terik Reikhi. Sontak seisi kantin menoleh ke Reikhi.

Sita terbelalak, nasi goreng di mulutnya tak jadi dikatup, pencernaan tiba-tiba berhenti beroperasi. Semua diam memperhatikan Reikhi.

"Kenapa lue Reik? Kan belum malam, kesurupannya ntar malam aja, ini masih siang, bolong pulak, mana ada setan siang-siang gini", Sita nyinyir.

"Sit, gue baru liat bidadari. Bidadari Sit", Reikhi bengong.

"Bidadari darimane? Bidadari nggak mungkin jalan-jalan siang-siang gini, panas tauk. Bidadari pada takut item, stok sunblock buat para bidadari juga sold out tuh"

"Sit, gue nggak becanda nih"

"Kenape sih elo?"

"Tadi, ada cewek lewat, gue liat sepintas, cuman entah kenapa jantung gue kayak mo copot gitu Sit"

"Ah lebay jablay lue. Yang mana sih?"

"Bener Sit. Tadi dia cuman nyapa temennya yang di situ itu lho (Reikhi menunjuk meja di pojokan), ngembaliin buku sepertinya, trus langsung pergi gitu"

"Pojokan yang mana, itu (Sita menunjuk pojokan yang sama)?"

"Iya itu, betul"

"Ohh itu kan si Dina, ntar gue tanya ama dia deh siapa cewek yang elo maksud barusan. Cewek yang elo maksud ciri-cirinya apa emang?"

“Cewek itu baunya se-harum bunga jasmine, kakinya terbalut sempurn crochet womens classic Toms, blouse come grey threan, celana panjang hitam, rambutnya indah kayak model Sunsilk”

"Lebay banget sih deskripsi elo"

"Biarin, nggak ada bedanya ama elo ngenilai Randy kan?"

Namanya Raisya



Sehari setelah pertemuan di kantin kampus, tergopoh-gopoh karena urat kaki belum terjalin benar Sita mengembalikan megaphone yang telah terluka ke bagian administrasi.

Menyembunyikan megaphone di belakang badan, “Pak Rudi, ee, ini Pak, eee, anu Pak”

“A e a e, apa Sita? Megaphonenya udah diganti baterai baru kan? Pak Deka mau pakai tuh ntar siang”, kata Pak Rudi sembari sibuk menata tumpukan berkas.

“Taruh meja situ aja Sit megaphonenya”

Sita masih terdiam, meringis dan tak tampak lucu sedikitpun.

“Pak Rudi yang baik hati, eee ...”

“Tumben bilang Pak Rudi baik hati, pasti ada maunya ya?”, potong Pak Rudi sambil melotot.

“Ini Pak”, Sita akhirnya menyerah mengembalikan megaphone yang telah terluka.

“SITAAA, KAMU APAIN ITU MEGAPHONE SAMPAI ANCUR?”, Pak Rudi membelalak kaget. Sedetik kemudian megaphone yang telah terluka berpindah tangan ke Pak Rudi.

“Megaphonenya kesenggol Pak, jatoohh deh”

Pak Rudi masih sibuk mengamati megaphone terluka.

“Sita, kamu harus ganti dengan yang baru. Ini kan aset kampus”

“Iya Pak, saya cari hutangan dulu ya Pak buat beli yang baru”

“Ok, nggak pakai lama ya. Kalo kamu nggak ganti, nilai akhir semestermu nggak Pak Rudi keluarin, TITIK”

Walau Pak Rudi hanya duduk di bagian administrasi Fakultas Sastra Inggris UI, di tangan beliau inilah semua nilai akhir mahasiswa tiap semester mendapat persetujuan keluar apa tidak. Jika ada yang masih punya tunggakan SPP, dipastikan Pak Rudi menunda merilis nilai yang bersangkutan. Termasuk juga bila ada mahasiswa yang merusak aset kampus dan tidak di ganti, dipastikan nilai akhir semester nggak akan keluar.

Mungkin ini yang disebut setiap jabatan, setiap posisi, setiap pekerjaan punya peran dan kuasa masing-masing dan seringkali kita abaikan/remehkan.

“Jangan Pak, jangan, bisa digampar emak di kampung ntar Sita. Segera Pak, segera di ganti kok megaphonenya”

“Ya sudah Pak, saya cari hutangan dulu ya Pak. Makasih Pak Rudi”

“Iya”, jawab Pak Rudi datar dengan muka masam.

Sita ngeloyor keluar dari ruangan administrasi, melangkah ke tempat favorit, kantin.

Reikhi, Tuti, Sherin, Andien dan beberapa groupis Randy berkumpul di satu meja.

“Lesu amat Sit?”, tanya Tuti.

“Iya, abis di gampar traktor”, jawab Sita lesu.

Pura-pura lesu, tangan Sita bergerak ajaib mencomot dadar jagung di piring Tuti.

“Enak nih dadar jagungnya, bagi ya”. Tuti cemberut, tak membalas, Sherin dan Andien serta groupis Randy tak berkomentar hanya pura-pura tersenyum. Berhubung Sita adalah preman di Fakultas Sastra Inggris UI, nggak ada satupun yang berani membantah pemalakan dadar jagung yang nyata-nya di lakukan Sita di siang bolong.

Sita kembali menemukan keceriaan di kantin, keceriaannya lahir kembali oleh sepotong dadar jagung hasil ‘memalak’.

Keceriaan ataupun kebahagiaan itu tidak susah ternyata, hanya perlu sadar dengan lingkungan sekitarmu, lepaskan secara tulus ketegangan dan semesta akan memberimu keceriaan/kebahagiaan kembali.

“Dasar ya nih anak, bawel, preman, kutu, minta tuh permisi dulu kek baru di makan, bukan ngambil langsung di makan baru minta ijin”, Sanggah Reikhi.

“Hahahaha, dadar jagung aja sewot”, Sita terbahak, padahal nggak ada yang lucu.

“Tuh mereka, groupis Randy, dari tadi ngomongin Randyyyy mulu, eneg gue dengernya. Pada nggak sadar apa ya kalo cowok di depan mereka ini, Reikhi Putra Gandhi adalah salah satu cowok tertampan di Fakultas Sastra Inggris UI. Kurang apa coba gue, dada bidang, lengan kuat, perut rata, makan dikit, rambut hitam legam tampak sehat, pinter juga. Kurang apa coba gue?”, cerocos Reikhi bangga.

Kalau soal narsis, Reikhi juaranya. Dia pernah memenangkan kejuaraan dengan tema “Apa Yang Kamu Banggakan Untuk Bisa Sukses”. Ya, dengan jawaban persis yang dia bilang barusan ternyata dia bisa jadi juara tuh.

Mendadak sunyi, Tuti, Sherin, Andien dan kawanan groupis lainnya merunduk.

“AWASS YA KALIAN, BERANI-BERANINYA NEMBAK RANDY, GUE HAJARRRR”, Sita membelalak, matanya serupa ikan koki.

Kompak menjawab lesu, “nggak kok Sit, maaf, maaf”.

“Eh itu ada Dina. Din, Dinaaa, siniiii dong, duduk sini”, Sita berteriak ke arah samping sambil melambaikan tangan.

Tiba-tiba Reikhi grogi, membatin, “duhh, itu kan temen si cewek kemarin. Emang kutu nih si Sita, pasti ngerjain gue nih”.

Dina mendekat.

“Hai Sita, apa kabar?”, sapa Dina.

"Duduk sini Din", Sita menawarkan tempat kosong.

Sita berada di tengah, di apit Dina di sebelah kanan, Reikhi di sebelah kiri.

Groupis Randy masih senyap.

“Eh kenalin dulu teman-teman gue. Ini Reikhi, Andien, Tuti, Sherin (menunjuk rombongan groupis yang lain)”, tunjuk Sita. Dina bersalaman sambil tersenyum.

“Elo lagi janjian ama temen?”

“Iya, gue janjian aman teman-teman satu geng, lagi ngerencanain liburan ke Yogya”, Dina tersenyum.

“Wah seru bangeettt, ikut dongg”, sahut Sita.

"Boleh aja, tapi bayar sendiri ya, nggak boleh palak-palakan, Bayar sendiri", tegas Dina.

"Iyeeeee cereeweeettt". Sita kembali nyengir.

Tanpa basa basi Sita melanjutkan pertanyaan, “Eh Din Din, teman gue kemarin lihat temen elo, cewek, pake celana hitam, sepatu toms, rambutnya hitam, siapa tuh?”

Sita menyikut Reikhi sambil nyengir.

Reikhi salah tingkah, kalang kabut. Groupis Randy melihat aneh si Reikhi sambil berseloroh lirih, “kenapa lho Reik? ketiban ulat bulu, gatel gitu?”.

“Siapa ya, kemarin? Di sini? Kenapa emang?”

“Nggak pa-pa sih Din, ada yang ngefans tuh ama temen elo”, Sita tergelak.

Reikhi menggigil, menggaruk-garuk kepala sambil membalas sikutan Sita, "apaan si loe Sit?".

“Siapa ya? (5 detik kemudian) Oo, ya ya, itu si Raisya, temen seangkatan gue di komunikasi”

Entah keberanian dari mana Reikhi menimpali perbincangan Sita Dina, “yang pakai Come Grey Threan  itu kan ya Din?"

"Iya, dia kemarin pakai baju itu, detil banget elo merhatiin", tanya Dina.

"Tolong sampein salam ya buat Raisya”, Reikhi berujar malu-malu.

Sita tersenyum, masih menikmati dadar jagung.

Dina tersenyum, mulai mengerti arah dari perbincangan ini.

“Iya, ntar kusampein. Salam apa nih, salam biasa aja gitu?”

“Salam kenal juga salam hangat ya Din. Makasih lho Din”, jawab Reikhi datar, pura-pura seramah mungkin.

Groupis Randy serempak menjawab, “i yeee, Reikhi jatuhh cintrrronnggg ni yeeee”

Muka Reikhi seperti tomat, memerah. Semua Tertawa.

“Namanya Raisya, nama yang indah ya?”, seru Reikhi dalam hati.



Namanya Raisya, petualangan hati akan segera di mulai.

Rencana Rahasia Sita & Dina

Tanpa Reikhi ketahui, Sita dan Dina bersemangat ‘nyomblangin’ si Reikhi dengan Raisya.

“Sit, si Reikhi itu anak baik-baik kan? Ntar gue nyomblangin ama si Raisya dan dianya bukan anak baik, dosa kan gue”

“Tenang aja Din, gue jaminannya. Sobat gue yang namanya Reikhi itu paten baiknya. Bibit bebet bobot kayak traktor dah beratnya. Dari keluarga cinta damai. Reikhi tuh rajin nge-gym, rajin baca buku, tampangnya lumayan walau nggak sesempurna Brad Pitt. Dan, ya, satu lagi, dia itu layaknya anak sastra pada umumnya, sangat mencintai karya sastra. Saking cintanya sama sastra, ada kejadian lucu tuh waktu kita camping di Bandung"

"Kejadian lucu gimana?", Dina penasaran.

"Waktu itu, seharian kita jalan nggak jelas muterin hutan, akhirnya semua peserta camping kelelahan malamnya. Si Reikhi sebagai anak paling sehat karena nge gym tiap hari merelakan dirinya nyari kayu bakar. Nah, tau nggak loe, waktu dia datang dengan kayu bakar di tangan, siap di bakar, tiba-tiba dia meloncat-loncat, ngebuang kayu bakar. Temen-temen pada kaget tuh, yang cewek-cewek pada ketakutan sementara yang cowok pada mangap mulutnya yang untungnya udah malam jadi nggak ada lalat lewat. Reikhi kesurupan cuyy, kesurupannya lucu abis bikin geli. Waktu kami mau nolongin malah Reikhi bikin kita bengong dan tertawa. Elo tau nggak sih, Reikhi kesurupannya BERPUISI, dasar anak sastra Inggris, puisinya pakai bahasa Inggris pula. Puisi bahasa Indonesia aja musti di dengerin 5 kali baru kecerna artinya, ini berpuisi pakai bahasa inggeris, nyerocosss pula”

“Hah, beneran Sit?”

“Iya, bener, su-err, bener”

“Trus, trus”, Dina tak sabar

“Ya gitu deh, setelah 10 menit Reikhi kesurupan berpuisi nggak jelas. Dan karena kasihan, tepatnya karena kita eneg juga dengerin orang ngomong bahasa Inggeris, si Antok nyiramin air se ember ke arah si Reikhi sambil bilang ‘punten mbah, kami nggak ganggu kok’"

“Trus sadar si Reikhi?”

“Ya mana bisa sadar, Reikhi sepertinya kesurupan arwah orang bule makanya dia nggak ngerespon. Kebetulan aja si Reikhi anak sastra Inggris, kesurupannya bule Inggris, klop. Si Antok ngomong bahasa Indonesia mana ngerti tuh arwah”

“lho?”, Sita terheran-heran

“Nah, si Deni berinisiatif ngelanjutin siraman ember kedua, dia lebih kreatif sambil bilang, ‘we asking apologize if we disturb you. Please forgive us'. Nahhh, setelah Deni ngomong gitu, si Reikhi tiba-tiba limbung terjatuh, semenit kemudian dia sadar”

"Lucu banget sih kesurupannya, kesurupan arwah bule", Dina nyengir.

“Iya, kayaknya arwah tentara Inggris yang tersesat kemudian mati di hutan waktu jaman penjajahan dulu”, Sita menimpali dengan tertawa

---

“Eh aku kok basah semua sih, kecebur di danau mana gue?”, Reikhi linglung.

---

“Soo, kita nyomblangin Reikhi-Raisya?”, Sita bertanya.

“Siipp, Okay, gue setuju. Dari cerita elo sepertinya Reikhi emang baik. Raisya juga salah satu teman terbaik gue, kebetulan dia single. So, mari kita buat masterplan percomblangannya”, Dina tertawa.

Pertemuan Yang Direncanakan

“Sit, gimana kabar si Raiya?”, sikut Reikhi, keduanya sedang nongkrong di tempat favorit, kantin.

“Apaan si elo, mana gue tahu. Kenal aja kagak?”, balas Sita pura-pura bego.

“Yach elu Sit, bantuan gue napa, bilang ama si Dina untuk ngenalin gue ama Raisya”

Reikhi menyebut nama Raisya penuh penghayatan, suaranya bergetar.

“Ahh, lebay banget si elu, nyebut nama Raisya biasa aja kali nggak pakai lebay gitu”

“Ehh, kalo gue bantuin, elo mo ngasih apa ama gue?”, tanya Sita nakal.

“Elo cukup ngenalin gue aja ama si Raisya ntar gue traktir elo makan seminggu deh di kantin, makan sampe bego”

“Wooii, nggak usah lebay berulang deh nyebut nama Raisya, biasa ajaahh”, protes Sita.

“Deal ya Reik”, Sita menjulurkan tangannya ke Reikhi, salaman tanda setuju.

Tahu nggak, sebenarnya hari ini, saat Sita dan Reikhi sedang nongkrong di kantin, Dina dan Raisya menuju tempat yang sama, kantin.

Semalam, Sita dan Dina ngerencanain rencana pertama, ngenalin Reikhi dan Raisya di kantin, siang besok.

Kurang dari lima menit setelah percakapan ‘deal’ Sita dan Reikhi, tiba-tiba Reikhi mengendus-endus tak ubahnya kucing mencari makanan sisa di tong sampah.

Bedanya yang terendus oleh Reiki adalah bau harum yang di kenalnya beberapa hari lalu.

“Sit, Sit”, Reikhi menyikut Sita.

“Sit, Sit, kamu nyium bau ini nggak? kok kayaknya aku kenal bau ini ya?”

“Bau apaan sih? Ketek gue bau ya?”, Sita mengendus keteknya.

“BUKAN SITA”, sahut Reikhi dengan suara mengerang.

“Bau jasmine Sit. Ini bau jasmine si Raisya, mimpi nggak sih gue?”, suara Reikhi terdengar sampai meja sebelah kanan, sebelah kiri, meja belakang, juga meja depan.

Saat bersamaan, Dina yang satu menit telah sampai di kantin, sengaja berdiri mematung tak bersuara di belakang Reikhi dan Sita, tanpa mereka berdua ketahui.

Percakapan terakhir tentang Jasmine dan Raisya terdengar jelas oleh Dina, juga Raisya.

Raisya terkejut, mukanya memerah malu-malu.

Saat bersamaan, Dina menepuk keras bahu Reikhi, “ayohhhh, elo ngomongin siapaa? Jasmine, Raisya?”

Reikhi dan Sita berbalik.

Tahukah kamu, betapa ajaibnya muka orang yang memerah karena malu. Reikhi melongo, tepatnya melotot, mukanya tampak bloon dengan warna memerah tidak hanya di muka, tetapi leher, tangan dan sekujur tubuhnya bersemu merah, persis kepiting rebus.

Sita tertawa terbahak-bahak, memegang perutnya, mengendalikan isi perut agar tak mengubah posisi walau tubuhnya sedang tergoncang-goncang karena gempa bumi 9 SR.

Dina-pun tertawa tak kalah kerasnya.

Reikhi dan Raisya bersemu merah, malu-malu, keduanya terdiam, mematung seperti 2 patung selamat datang.

Para pujangga cinta menyebut kejadian ini sebagai anomali rasa. Pertemuan 2 rasa, ketika sudah ‘klik’ maka kata tak lagi punya arti karena mereka telah bercakap dengan bahasa sendiri. ‘Percakapan dari hati ke hati’.

Hari Tak Akan Lagi Sama

“Eh elu berdua pada bengong”, ucap Sita ke Reikhi dan Raisya.

Reikhi dan Raisya masih menikmati keterkejutan dengan menundukkan kepala, malu. Walaupun ini kali pertama Raisya melihat Reikhi, entah kenapa mendengar celoteh Reikhi sesaat lalu, celoteh tentang dirinya, membuat Raisya mendadak jadi berdebar-debar.

Menyitir kalimat dari Tasaro, “Begini cara kerja sesuatu yang engkau sebut cinta: Engkau bertemu seseorang lalu perlahan-lahan merasa nyaman berada di sekitarnya. Jika dia dekat, engkau akan merasa utuh dan terbelah ketika dia menjauh. Keindahan adalah ketika engkau merasa ia memerhatikanmu tanpa engkau tahu. Sewaktu kemenyerahan itu meringkusmu, mendengar namanya di sebut pun menggigilkan akalmu. Engkau mulai tersenyum dan menangis tanpa mau disebut gila”.

Dan sepertinya sitiran kalimat di atas pantas di tujukan pada 2 makhluk yang sedang menikmati malu, Reikhi dan Raisya.

“Sudahan dong kalian bengongnya. Raisya, kenalin ini Reikhi, cowok kepedean yang barusan ngomongin elo”, sindir Dina, tertawa kecil.

“Iya tuh, kepedean nih Reikhi. Betewe, gue Sita, sahabat setianya si Reikhi”, Sita menjulurkan tangannya kepada Raisya.

“Hai Sit, gue Raisya”

Dengan suara mencoba tenang, mencoba bersuara hangat, Reikhi menjulurkan tangan dan kemudian,

“Hi Raisya (malu-malu, sesekali menunduk), gue Reikhi. Maaf tadi nggak sengaja ngomongin elo”.

Muka Reikhi masih memerah.

Keduanya bersalaman erat, anehnya tidak satupun dari mereka bernisiatif melepas tangan duluan. Dua menit lalu menikmati keterkejutan dengan tertunduk malu, sekarang menikmati jabatan erat tangan tanpa ada yang berkenan untuk melepasnya.

“E aa aaa, betah bener salamannya, hahahaha”, canda Sita.

Kaget dengan celaan Sita, keduanya melepaskan salamannya.

Sita dan Dina serempak tertawa. Sita menyikut Reikhi, dan Dina menyikut Raisya.

“Sit, temenin gue yuk?”, ajak Dina sambil mengerjapkan mata ke Sita.

“Kemana?”, sedetik Sita bingung, kemudian paham maksud Dina. “Yuk, yuk”.

“Lho, kalian pada mo kemana?”, Raisya protes.

“Udee, tuh kan ada malaikat pencabut nyawa, ehh keliru, malaikat penjaga, elo aman dah ama dia. SI Raisya nggak elo apa-apain kan Reik?”, Sita nyengir.

“Masih siang bolong kok, jadi vampirnya nggak berani keluar rumah. Amann”, Reikhi mulai bisa tertawa lepas.

“Asyiikk, bisa berduaan ama Raisya”, Reikhi berseloroh sendiri.

“Daaaaa”, Dina dan Sita melambai, melenggang pergi.

Mendadak sepi.

“Rais”

“Reik”

Keduanya berucap bersamaan. Tersipu malu, sembab merah masih tampak membekas di wajah keduanya.

“Elo duluan deh”

“Elo tadi ngomongin gue apa sih?, tanya Raisya.

“E e anu Rais, itu ee apa, ee”, Reikhi tertatih-tatih seperti bayi baru belajar merangkak.

“Ngomong apa, elo udah sikat gigi kan tadi?”, Raisya mencoba mencairkan suasana.

Keduanya tertawa kecil.

“Iya Raisya, gue ngomongin elo tadi. Beberapa hari lalu, di sini, elo melintas di samping gue dan gue masih inget detil elo, berkesan gitu”, muka Reikhi tak lagi merah tapi membiru, malu level akut.

“Eh elo nggak ngebayangin gue macem-macem kan?, Raisya membelalak. Tepatnya membelalak manja.

“Galak bener, kagak Raisya cantik”, ups, Reikhi keceplosan kata cantik belum juga 5 menit kenal. Playboy cap salonpas, panasnya express. Reikhi menunduk malu.

Sepi menyergap keduanya, sekeliling meja masih riuh oleh celoteh mahasiswa-mahasiswi yang kelaparan.

“Kok bisa elo ngomong gue cantik? Kenal gue juga baru 5 menit”

“Hehe, nggak tau juga ya, yang jelas yang ngomong bukan mulut gue, tapi hati gue”, ohh, Reikhi keceplosan untuk kesekian kalinya.

“Haduh apa-apan si Reikhi nih, baru kenal sok-sok-an pakai kata hati pula”, Reikhi bermonolog.

Bermonolog sembari menggaruk kepala. Menggaruk kepala padahal nggak gatal itu adalah salah sintom klasik orang panik atau gelisah atau bingung.

“Hati?”, Raisya bertanya malu.

Sunyi.

Reikhi memberanikan diri, “kayaknya gue pengen kenal elo lebih dekat Rais, kalo elo nggak keberatan”.

“Mengenal lebih dekat, maksudnya?”, Raisya pura-pura lugu.

“Ya mengenal elo lebih dekat, nomor hp elo, rumah elo, makanan kesukaan elo, kucing elo namanya siapa”, Reikhi terkekeh-kekeh.

Kemudian Reikhi melanjutkan dengan nada bertanya, pelan, “Juga pengen kenal lebih dekat ama cowok elo”.

Sepi.

“Gue single kok Reik”, timpal Raisya tenang. Reikhi tersenyum penuh arti.

Sya, Gue Suka Elo Sejak Pandangan Pertama

“Yess, sukurlah, single”, Reikhi terkekeh pelan-pelan.

“Elo bilang apa Reik?”, tanya Raisya.

Reikhi gelagapan, “nggak kok, gigi gue gemetaran aja, suka gitu kalo gugup ketemu cewek cakep”

“Ya mulai dah nih, cowok mah di mana aja ngegomballl mulu, hahaha”

“Hahaha, becanda kok Rais”, sahut Reikhi.

“Eh elo gue panggil Sya aja ya, kalo Rais kedengerannya kayak cowok, kekeke”

“No problemo Reik”

“Sya, bagi nomor hp elo dong”

“Eh elo pake iPhone kan (Reikhi melihat Raisya menenteng iPhone), bagi iMessage ID aja deh ya”

“Yup, iMessage aja, add ya raisacantik@gmail.com”

“Tuh kan Raisa emang Cantik”, rayuan gombal ala playboy cap kapal api, Reikhi.

Playboy cap kapal api? Reikhi ini sejenis manusia yang sangat fanatik ama yang namanya brand. Secara dia adalah pecandu berat kopi, di tas dia pasti ada kopi tubruk sachet. Dan Kapal Api adalah brand satu-satunya kopi yang Reikhi percaya bisa membuat kopi terbaik, tak ada duanya. Nongkrong di cafe, mintanya pasti kopi dan dia pasti tanya gini, “kopinya Kapal Api nggak?”. Nah, ini ajaibnya, kalau cafe tersebut nggak punya Kapal Api maka dengan sigap Reikhi mengeluarkan kopi sachet merk Kapal Api, “mas, aku pesen kopi, pake ini aja ya jangan di campur gula, ntar di-charge capucino seharga sini nggak pa-pa kok”. Waitress-nya bingung, baru kali ini ada pengunjung bawa kopi sachet sendiri dan minta di charge harga normal.

Waitress menyerah, menggumam, “nggak pa-pa dah sesekali ngelayani pengunjung aneh macam gini, tokh dari seribu pengunjung palingan cuman satu yang ajaib seperti ini”.

Walau siang itu meradang, Reikhi tidak merasakan udara panas sama sekali. Reikhi merasakan kesejukan tiada tara, apalagi sih kalau bukan karena perkenalannya dengan si Raisya. Dan Raisya-pun tampak menyambut perkenalan dengan tangan terbuka.

Sosok Raisya seperti apa sih? Reikhi kok bisa tergila alang kepalang dengan perempuan ini.

Raisya, perempuan dengan rambut hitam terjuntai sebahu, kulitnya tak merepresentasikan kecantikan iklan dengan kulit putih, Raisya berkulit hitam, hitam dan shiny, lebih tepatnya eksotis. Paras wajahnya memancarkan kelembutan wajah Jawa (Raisya keturunan ningrat Kraton Yogya yang hijrah ke Jakarta). Lembut tapi tegas. Dan penampilannya nyata dia follower sejati majalah Cosmopolitan Girl, up to date. Gadis Jawa yang metropolis, chic!.

-----

Setelah pertemuan siang itu, Reikhi rajin ber-iMessage ria dengan Raisya. Isinyapun hal-hal sepele yang tak begitu penting. Tapi, itulah manusia yang sedang jatuh cinta, waktu seakan tak pernah cukup menampung perasaan yang menggebu-gebu. Waktu seperti tak berputar pada waktunya sehingga para pecinta tak pernah sadar terkadang mengirim pesan di pagi buta. Itu yang juga terjadi pada Reikhi, tapi beruntunglah Reiki, Raisya tak menepuk sebelah tangan.

Semudah itu Raisya jatuh cinta?

Kawan, percayalah, cinta itu absurd, urusan hati itu se-absurd nasib kita 5 menit ke depan. Jika hati sudah ‘klik’, maka perkenalan yang cuma berumur 10 menitpun bisa berujung pada penyatuan hati. Absurditas itulah yang terjadi pada Raisya, juga Reikhi.

Semudah itulah, akhirnya di kantin yang sama, siang itu, di tengah keramaian, Reikhi berusaha tampak sehangat mungkin mengatakan ini, “Sya, gue suka elo sejak pandangan pertama”.

Tak tampak kekagetan sedikitpun di wajah Raisya. Dari awal perkenalannya dengan Reikhi di kantin, Raisya sadar ke arah mana perkenalan itu akan berlanjut.

Raisya berpura-pura, “Reik, secepat itu kamu bilang suka ama gue. Elo kan baru kenal gue Reik”

Reikhi menjawab dengan sendu, “Sya, urusan hati kan absurd. Itu terjadi ama gue sejak ngeliat elo pertama kali”

“Ooo”, seru Raisya.

Senyap.

“Reik”

“Sya”

Dejavu, keduanya berucap bersamaan, ini pernah terjadi ketika kali pertama mereka berkenalan.

“Kamu dulu deh Reik”

“Sya, aku ingin mengenal kamu lebih dekat, aku tidak pernah tidak serius dalam hal seperti ini. Biar waktu yang membuktikan keseriusanku ini”

“Eemmm”, Raisya menghela napas panjang.

Keduanya merasa sepi, padahal kanan kiri riuh luar biasa.

Tiga detik kemudian, tiba-tiba Raisya menggenggam tangan kanan Reikhi.

Reikhi kaget, menatap Raisya. Dua mata beradu pandang.

Raisya tak mengucap satu patah katapun, genggaman tangan Raisya sudah cukup memberi jawaban. Raisya memberi jawaban lebih dari yang Reikhi duga.

Keduanya menikmati diam, tersipu, tak peduli keramaian di kanan kiri. Genggaman tangan semakin erat, tak mau di pisah.

Lima menit berlalu, kedua insan yang berada dalam kubangan asmara tak sadar kalau kedua teman mereka mendekat.

Sita menjerit, “haaaaaaaa. kalian udah jadian ya? Siang bolong udah pegangan tangan, huaaahhhh CELAAMAATTTT YAAAA”

Reikhi dan Raisya kaget, seluruh pengunjung kantin sontak melihat Reikhi dan Raisya akibat jeritan cetar si Sita Bawel.

Reikhi-Raisya tertunduk malu untuk kesekian puluh kalinya.

“Duhh Sit, rencana kita kok pora poranda ya? Tau-tau udah jadian aja nih 2 anak”, Dina tertawa.

“Hehehehe, Reikhi”, Reikhi berbangga diri.

Raisya hanya tersenyum, keduanya kemudian bergenggaman tangan kembali, tak mau di pisahkan.

Maaf Sita, Maaf .....

Sita akhirnya mengikuti kegiatan liburan ke Yogya bersama kelompok Dina. Yang menjadi kejutan buat Sita adalah Randy ternyata ikut dalam liburan ini. Liburan selama 3 hari di kota pelajar, kota budaya, Yogyakarta.

Sehari sebelum keberangkatan, Dina berkata misterius, pura-pura misterius, “Sit, gue ada kejutan buat elo besok”

“Apa Din, nggak suka kejutan ah. Nggak semangat nih, si Reikhi batal ikut liburan. Raisya ikut-ikutan pula, pengen liburan berdua aja katanya di Jakarta. Sialll, gue kan nggak ada temen curhat, temen yang bisa di bully”, sahut Sita dengan wajah murung.

“Udee, elo pasti seneng deh besok”

Sita penasaran sampai nggak bisa tidur semalaman.

Pagi-pagi buta Dina, Sita dan rombongan yang akan ikut liburan ke Yogya bertemu di Gambir. Pagi masih berkabut, Sita dan Dina menyeruput kopi hangat yang di beli dari pedagang asongan depan stasiun.

“Sluurrpp, ahh nikmat ya. Suka nggak sadar deh kalo kita masih diberi kesempatan merasakan kenikmatan kecil ini, kurang bersyukur kita nih”, Sita berkata bijak.

“Ahh elo, tuwirr banget tuh omongan elo”, DIna tertawa.

Keduanya tertawa.

Rombongan sudah berjumlah 10 orang, kurang 1 lagi. Dari jarak 100 meter, sesosok pria gagah berlari tergopoh-gopoh sambil berteriak, “haaaiiiii, jangan tinggalin gue”.

Sita terbelalak kaget, bengong, “hahh, Randy ikut liburan ke Yogya”. Sita tersedak kopi.

Di detik kedua Sita meloncat-loncat kegirangan, tak sadar kalau dia memegang gelas plastik berisi kopi. Kekisruhan kecil terjadi sebelum berangkat, kopi meloncat ke mana-mana, membasahi Dina, Sita dan beberapa rekan lain yang ada di dekat Sita.

“SITAAAAAAAAA, APAAANNN SI ELOOOO, PANAS NIH, DOHH BASAH, DODOL BANGET SI ELO”, Dina melotot marah.

“Sori, sori, abis kaget banget, elo nggak bilang sih kalo Randy ikut”, Sita tersipu malu kayak siput.

“Hai, sori ya telat, ban motor tukang ojeknya bocor”, Randy. Randy agak terkaget-kaget ternyata alien dari antah berantah ikut liburan juga, maksudnya si Sita.

“Kok pada basah sih baju kalian”, tanya Randy.

“Tau nih, kerjaan si kurcaci atu nih”, tunjuk Dina ke Sita dengan muka sebal.

Sita masih bengong, menatap sekujur tubuh Randy dengan liar.

Ehh, lho Sita kok tiba-tiba ngeces sih? Kan lagi nggak ngeliat makanan atau sepatu Prada. Baru ketahuan, ini nih salah satu keajaiban lain dari Sita selain bawel, suka malak, Sita menyimpan keajaiban lain. Sita punya keanehan selalu ngeces melihat barang/benda/makhluk yang dia anggap istimewa.

Dan di pagi ini, makhluk istimewa itu tak lain adalah Randy.

“Sitt, udahan dong ngeliat guenya”, Randy terkekeh-kekeh.

Sita tersadar dari kebengongannya, mengelap iler yang tak sengaja tumpah di sekujur bibirnya, “eh iya, sori, sori. Hai Randy, apa kabar Randy? Randy sehat-sehat kan? Randy naik apa ke sini? Berat nggak bawaannya Ran, sini Sita bawain? Ntar di kereta Randy duduk sebelah Sita ya”.

Sita memberondong pertanyaan tanpa ampun, bawaan orok, bawel.

“Gue harus jawab yang mana nih? Elo tanya kayak kereta gandeng 100”

“Jawab satu aja dulu, yang lain di jawab di kereta aja ntar ya, karena itu Randy duduk sebelah Sita ya”, ujar Sita manja.

Randy menggaruk kepala. Yang lain tersipu-sipu melihat tingkah Sita. Sebawel, semanja, seunik apapun tingkah Sita nggak ada satupun yang berani menegur, harap maklum, wanita jadi-jadian alias preman.

Setelah sekian belas jam perjalanan kereta, akhirnya sampailah mereka di tanah Jawa Dwipa, Yogyakarta.

“Yogyaaaa, I’m cominggg”, teriak Sita setelah kereta berhenti sempurna di kota yang dituju.

Rombongan mahasiswa UI ini menuju hotel yang telah di pesan, Edu Hostel, jaraknya tak terlalu jauh dengan Malioboro yang legendaris.

Tanpa menyia-nyiakan waktu, setelah meletakkan segerobak tas ransel, rombongan ini menghabiskan waktu menjelajah Malioboro malam hari, berlanjut ke alun-alun selatan.

Sepanjang malam itu, Sita nempel Randy. Sita terinspirasi Kate Middleton yang setia menemani Prince William ke mana-mana.

Setelah lelah, mereka-pun kembali ke hotel.

“Din, kayaknya gue besok mo nembak Randy deh”, Sita percaya diri.

“Gila lue yee, cewek kok nembak cowok”

“Eh neng, elo hidup di taon berape? Bias gender banget sih elo. Gue kan feminis, kayak gituan mah nggak masalah”

“Ya elo emang beda ama cewek lain kok. Elo itu cantik kok Sit, tapi prilaku elo itu yang bikin ilfill”, Dina terbahak-bahak.

“Sial, kalo nggak mau bantu nggak usah nyela nape”

“Iya, iya, gue dukung deh perjuangan elo besok. Perlu cheerleader nggak?”, Dina menggoda.

“DINAAAA, GUE SERIUSS NIH”

“Iye, iye”, Dina tersenyum.

Setengah jam kemudian keduanya karam dalam lelap.

Seharian itu, Sita sama sekali tak tampak menikmati keceriaan liburan. Randy-pun bingung, “ada apa nih dengan si alien Sita”.

Dina tersenyum melihat kegugupan Sita sehari ini, Dina tahu apa yang direncanakan Sita malam nanti.

Di waktu yang di rencanakan, jam 11 malam kala itu. Rombongan tampak kelelahan, menuju kamar masing-masing untuk segera tidur. Sita mengetuk pintu kamar Randy, yang membukakan pintu si Arya, “ada apa Sit?”

“Randy udah tidur belum?”. Arya, “Rann, ada yang nyari tuh, masuk aja Sit, kami nggak galak kok”.

Sita masih berdiri di depan pintu, Randy menghampiri Sita, “ada apa Sit?”

“Ran, temeni ngobrol yuk di atas”

“Ada apa Sit? Are u okay?”, Randy penasaran.

“I’m okay Ran, please”, Sita memohon dengan mengatupkan kedua tangan.

“Cuiittt cuiiitttt, tariiikkk mang”, Arya berseru menggoda dari dalam kamar.

“Bentar ya Sit, gue ambil jaket dulu. Kita ngobrol di rooftop kan? Eh elo nggak bawa jaket ya, elo pakai jaket gue aja ya, ntar gue pakai jaket si Arya”

“Eh iya, gue lupa bawa jaket, boleh tuh idenya pake jaket elo, makasih ya Ran”, Sita tersipu, berbunga-bunga. Di dalam hati Sita berseloroh, “duhh gue pakai jaket Randy. Haii hatiku, kamu akan hangat malam ini”. senyum Sita merekah begitu saja.

Tiba di rooftop hotel. Keindahan Yogya terlihat jelas dari atap hotel ini, malam tak terlalu pekat, bintang menari riang memancarkan cahayanya. Hati Sita gugup.

Mereka duduk berdampingan di rooftop hotel, tak sengaja saling menatap kemudian keduanya tersenyum. Dalam 5 menit kedua insan ini masih terdiam, mereka membiarkan diri hanyut dalam keindahan Yogya malam hari yang terpampang jelas di depan mereka.

Sita memulai pembicaraan, “Ran, maafin Sita ya selama ini”

“Maaf untuk apa Sit? Perasaan elo nggak ngelakuin salah apa-apa deh”

“Maaf untuk semua tingkah konyolku Ran. Suka berteriak nggak jelas kalo ada elo, jadi cheerleader yang super norak waktu elo main basket dan segudang kekonyolan lain”

Randy terkekeh kecil, “it’s okay Sit, that’s not big problem for me”

“Thanks Ran”

Mereka diam kembali. Keindahan Yogya dari rooftop ini benar-benar menghipnotis.

“Ran”

“Ya Sit”

“Emm, Ran, aku tahu ini terdengar aneh, bahkan Dina mengatakan aku cewek aneh. Tapi kupikir aku harus ngelakuin ini”

“Apa sih Sit, serius amat si elo. Ehh makasih ya aku diajak ke rooftop, ternyata indah sekali memandang Yogya dari tempat ini”

Randy bicara tanpa menoleh ke Sita. Sita menggigil karena gugup.

“Ran, ...... eem gue cinta ama elo”

Kalimat itu meluncur dari mulut Sita, Randy menoleh ke arah Sita, menatap wajah Sita.

Sita merunduk malu.

Randy masih menatap Sita dengan bisu.

Bayangan bulan menyinari Sita, menyembulkan kecantikan Sita yang selama ini tak pernah di sadari Randy. Rambut Sita hitam bercahaya tertempa bulan, wajah Sita sejatinya tak ada wajah keras, wajahnya lembut, bibir tipis sehingga setiap tersenyum mampu membuat lawan bicara tersenyum.

Bulan dan bintang menjadikan Sita sebagai lakon utama dalam pagelaran hidup malam ini. Semburat bayangan bulan membuat keindahan seorang perempuan bermuara sempurna dalam diri Sita malam ini. Sempurna.

Randy menatap Sita tanpa kata, menikmati kejelitaan Sita yang selama ini tak pernah dia sadari.

“Sit”

“Maaf ya Ran”, sahut Sita.

“Elo nggak perlu minta maaf Sit, yang elo ucapin barusan itu suara hati elo”

Sita terdiam. Sekumpulan bintang tiba-tiba ikut bersorak malam ini, tanpa di minta, bintang-bintang melingkar kemudian tiba-tiba membentuk huruf love. Sebuah gugus rasi bintang baru, Rasi Love.

Randy memegang tangan Sita. Sita kaget, sejurus kemudian menikmati genggaman tangan Randy.

“Sita, gue menghargai ucapan hati elo. Gue mo ngomong sesuatu atas rasa elo, tapi elo percaya ya. Apa aja yang gue omongin ama elo malam ini nggak akan pernah merusak hubungan baik kita ya Sit’

Sita membisu. Randy masih menggenggam tangan Sita.

“Sit, hati gue sudah tertambat sama cewek lain. Cewek itu teman SMA gue, dia lagi kuliah di Surabaya”

Sita mendadak lemas, berusaha melepas tangan Randy. Harapan yang beberapa detik lalu membuncah ketika Randy menggenggam tangannya tiba-tiba menguap tanpa ampun.

Genggaman tangan itu rupanya genggaman tangan penguatan dari Randy buat Sita. Sita salah duga.

Sita menangis pelan tersendat-sendat. Randy termangu menatap Sita.

Sedetik kemudian, Randy memeluk Sita, Sita berusaha melepas pelukan itu. Randy memeluk paksa Sita. Sita menyerah. Sita meluapkan tangisnya dalam dekapan Randy. Randy menguatkan pelukannya sambil mengelus kepala Sita.

Randy berbisik, “Sit, gue percaya elo bisa dapat cowok yang lebih sempurna dari gue. Elo itu cantik Sit, selalu ceria dan berani. Jarang ada cewek kayak elo Sit”.

Sita masih menangis, awalnya tidak mau di peluk Randy. Kini Sita tak mau melepas pelukan itu, kemudian Sita melingkarkan kedua tangannya ke pinggang Randy, melanjutkan tangisnya yang pecah di dada Randy. Selama ini Sita mengidamkan memeluk Randy, tapi tidak pelukan tangis seperti ini.

Hampir sepuluh menit Sita menangis dalam pelukan Randy, bintang dan bulan berdenyut dalam kesenduan. Kemudian Randy memegang bahu Sita, mensejajarkan tatapan matanya dengan Sita.

“Sit, gue masih teman elo Sit. Maaf Sita, maaf kalau yang gue sampein barusan nyakitin perasaan elo. Tapi gue harus jujur Sit, gue nggak mau nyakitin elo di kemudian hari. Gue percaya elo bakal dapat cowok yang lebih sempurna Sit”

Setelah mengucapkan kalimat itu, Randy mencium kening Sita, ciuman sayang seorang teman bukan ciuman sayang antara laki-laki dan perempuan.

Sita melanjutkan tangisnya kembali tanpa berkata-kata.

-----

Liburan di Yogya masih tersisa satu hari lagi. Pagi itu Sita mendadak pulang balik ke Jakarta. Dina paham apa yang terjadi semalam, Randy juga paham, rombongan yang lain tidak mengerti.

Sita kembali sendiri ke Jakarta, selama perjalanan di kereta tak henti matanya sembap. Ini aneh untuk seorang Sita, cewek yang selama ini dikenal sebagai cewek yang selalu ceria juga pemberani.

Itulah cinta, sekokoh apapun dirimu, cinta bisa membuatmu kelu tak bertenaga.

Setiba di Gambir, Sita meraih hp dan mencari satu nama, Reikhi, call. Sepuluh detik kemudian, “Reik, elo di mana, pengen curhat nih”

“Bukannya elo masih di Yogya ya?”

“Gue balik duluan. Elo di mana? Gue ke situ ya”

“Gue lagi mo nonton sama Raisya nih. Besok malam aja deh ya Sit. Eh studionya udah di buka nih, besok ya Sit, bye”. Reikhi mematikan telepon tanpa di minta.

Sita menatap hp nanar, kemudian tetes air mata jatuh membasahi layar tak bersalah itu. Buru-buru Sita menyeka air mata, berlari ke luar stasiun, menumpang ojek untuk pulang ke rumah.

Setia Itu Ada Di Sekitarmu

Ke-esokan harinya, Sita meluncur ke kost Reikhi.

“Raisya ke sini nggak malam ini Reik?”

“Nggak, malam ini dia nemenin nyokapnya belanja. Elo kenapa Sit, itu mata kok bengkak? Berantem sama preman ya di Yogya”, Reikhi tertawa nyinyir.

Sita menutup muka, kemudian pecah tangis. Ruangan kost Reikhi yang hanya berukuran 3 X 4 meter bergemuruh oleh tangis Sita.

“Sit, elo kenapa Sit?”, Reikhi panik.

Entah dapat ide darimana si Reikhi. Tiba-tiba Reikhi memeluk Sita dengan maksud menenangkan sahabatnya.

Sita kembali kaget, 2 hari lalu dia mendapat pelukan, kali ini sahabatnya memberi pelukan. Hal yang tidak pernah di lakukan Reikhi selama ini pada cewek manapun. Raisya-pun belum pernah di peluk oleh Reikhi.

Sita tak memberontak sama sekali, berbeda ketika Randy memberi pelukan walau akhirnya dia menikmati pelukan itu.

Pelukan Reikhi beda. Dalam pelukan Reikhi, Sita merasakan ketenangan yang selama ini tak pernah dia rasakan.

Sebelas dua belas, Reikhi terkaget-kaget dengan pelukan yang dia berikan. Reikhi merasakan kehangatan lain saat memeluk Sita.

“Ini bukan seperti pelukan sahabat, ini seperti pelukan sayang?”, Reikhi bertanya pada diri sendiri.

Keduanya merasakan ada keanehan, keduanya tak mau berterus terang, paling tidak sampai saat itu.

Beberapa menit berlalu, setelah tangis Sita reda, Reikhi melepaskan pelukannya.

“Reik, Randy udah punya cewek”, Sita berusaha tegar.

“Oooh”, jawab Reikhi pendek.

Setelah bisa menenangkan diri, Sita menceritakan detil apa yang terjadi 2 hari lalu. Reikhi menjadi pendengar setia.

Reikhi mendengarkan tapi pikirannya melayang dengan peristiwa beberapa menit lalu, Reikhi masih bingung dengan pelukan yang dia berikan buat Sita.

Pun Sita sebenarnya tak kalah bingung, kenapa dia merasakan ketenangan dan kebahagiaan ketika dipeluk Reikhi padahal Reikhi adalah sahabatnya dan bukan cowok yang dia taksir seperti Randy.

“Apakah? Apakah?”, Sita bertanya pada diri sendiri, ragu-ragu menduga jawaban.

“Ah nggak mungkin”, Sita meyakinkan diri sendiri.

Reikhi menggumam dalam hati, “Sit, apa aku ini jatuh cinta sama? .....”. Reikhi ragu melanjutkan pertanyaan atas dirinya sendiri.

“Ah nggak mungkin”, pun dalam hati Reikhi meyakinkan diri sendiri.

Setia itu ada di sekitarmu, kamu hanya perlu membuka hati, menyadari setiap hal kecil di sekitarmu. Percayalah, setia itu ada, dia tak jauh berdiri di dekatmu.

Setelah menumpahkan cerita sendu kepada Reikhi, Sita langsung pulang ke rumah, menuju kamar dan mengunci pintu.

“Mah, Sita ngantuk. Sita nggak nemenin mama nonton FTV ya malam ini. Tidur dulu ya Mah, Sita memberi kecupan pada pipi Mama”, masuk kamar.

Mama nggak sadar dengan mata Sita yang sembab. Bahkan bagi si Mama, gaya bicara Sita terlalu cepat tak ubahnya pesawat jet yang lajunya mengalahkan kecepatan angin.

Di dalam kamar, Sita tidak langsung tertidur. Dia terduduk lesu di bibir kasur.

Masih merenung-renung kejadian yang baru saja terjadi di kamar Reikhi. Kali ini pikiran Sita sama sekali tidak terguncang dengan peristiwa 2 hari lalu bersama Randy, Sita terguncang oleh pelukan ‘tidak sengaja‘ yang diberikan Reikhi.

Berjam-jam ditemani cicak, Sita mempertanyakan pada diri sendiri apakah benar ada benih ....... ?

Sita menduga-duga dan sangat takut jika itu benar.

Tepat jam 3 malam dini hari, Sita mengirimkan sms buat Reikhi.

Isinya cukup singkat, “Penolakan adalah salah satu dari seribu pelajaran yang harus di jalani dengan ikhlas, terima kasih Reik”.

Reikhi rupanya belum tertidur. Tak ubahnya Sita, berjam-jam pula Reikhi bertanya apa yang terjadi pada dia dan Sita beberapa jam lalu.

Pun Reikhi menduga-duga dan sangat takut jika itu benar.

“Great Sit. Gue tau kok elo itu bukan perempuan biasa, elo kan cat woman, perempuan tegar dan kuat, hehehe”, balas Reikhi.

Mungkin benar kata Reikhi, karena Sita adalah Cat Woman, seberat apapun masalah yang merundung Sita dapat dilalui dengan mudah.

Malam itu, Sita telah berdamai dengan penolakan. Masih ada pertanyaan yang menggantung di hati Sita. Sita tidak berani menjawab, biar waktu yang menjawab, ujarnya.

Perjalanan Cinta Itu Seperti Roda Pedati

Dua hari berlalu, Sita dan Reikhi tidak saling menyapa. Reikhi memberi kesempatan Sita untuk benar-benar memulihkan diri.

Hari ketiga, Reikhi mengirim sms, “Sit, jalan yuk, kangen celometan ama elo nih, kekeke”

Sita membalas, “cewek elo ikut kagak? ntar elo ama Raisya jadiin gue kipas doang, ogahh ahh”

“Come on,  I miss you Sit”, sent. Upss, what the hell is that? Tanpa di sadari, jemari Reikhi menulis kata miss you, terlanjur terkirim. Reikhi gemetar.

Sita kaget dengan sebaris kalimat “Come on, I miss you Sit”. Selama bersahabat dengan Reikhi, tak pernah sekalipun Reikhi mengucap kata ini.

Sepuluh menit berlalu, Sita tak kunjung membalas sms Reikhi. Sita tidak sadar kalau di belahan tempat lain Reikhi gemetar tak menentu.

“Sori kelamaan bales, Coki nih kolok-an banget. Ok, malam nanti ya kita nonton, ketemu di tempat biasa ya #berharapcewekelonemeninnyokapnyabelanja”, sent.

“Hahaha, Ok, Sit, sampai malam nanti ya. O,ya, Si Raisya ikut kok, wueekkk”, sent.

“Ahhh, apes nasib gue”, sent.

Di jam yang telah di sepakati, Sita sampai duluan. Lima menit kemudian, Reikhi menyusul tak tampak Raisya menemani.

Keduanya ‘agak kikuk’ tidak seperti biasanya.

Reikhi memulai pembicaraan dengan tampang masam, “Raisya nggak jadi ikut, nyokapnya minta ditemenin ke arisan”

Sita tertawa girang, “sekarang, saingan utama elo kalo ngajak jalan Raisya emaknya sendiri ya? hahahaha”.

Malam itu, kedua sahabat ini menghabiskan waktu dengan menonton maraton 2 film. Keduanya tak mau mengakui bahwa mereka sebenarnya hanya ingin memperpanjang waktu bersama malam ini.

Dua bulan berlalu, lima bulan berlalu. Keceriaan, kebawelan serta ke-premanan Sita terlahir kembali, normal. Tak terlihat ada sendu sama sekali.

Berbeda dengan Reikhi, entah apa yang terjadi, Reikhi lebih tampak bermuram durja saat ini.

“Elo kenapa Reik, akhir-akhir ini kok sering bolot sih kalo diajak ngobrol?”

Bolot alias nggak nyambung.

“Nggak pa-pa”, Reikhi menjawab singkat.

Sita mengenal dengan baik sahabatnya Reikhi. Pasti ada masalah yang di sembunyikan oleh Reikhi, pikir Sita.

Di saat bersamaan, Sita semakin jarang melihat Reikhi dan Raisya jalan berdua.

“Apa ada masalah dengan mereka?”, pikir Sita. Sita merenggutkan dahi, tak di pungkiri hati Sita tersenyum.

“Aahh Sita, pikiran elo jahat sekali”, Sita bermonolog.

“Biarin”, Sita tersenyum.

-------

Hari berganti, malam itu, tepat jam 12.30 dini hari, Reikhi menelepon Sita padahal Sita udah siap menyarungkan selimut tidur.

Call.

Sita melihat layar hp, ‘Reikhi’, ngapain nih anak malam-malam telepon.

“Sit, Sit”, suara Reikhi tersendat-sendat oleh tangisan.

Sita kaget, menegakkan badan di pinggir kasur.

“Reik, kamu kenapa Reik?”, Sita bertanya bingung.

“Sit, gue putus sama Raisya Sit”. Call end.

Sita mencoba menelepon balik Reikhi, nggak tersambung. Sita panik, malam-pun seakan-akan menjadi siang, rasa kantuk tiba-tiba menguap.

Subuh itu, jam 5, Sita keluar rumah bersepatu olahraga, “Mah, Sita janjian joging bareng sama Reikhi. Ntar Sita sarapan di luar ya”, mengecup Mama kemudian Sita mengegas dengan laju menuju kost Reikhi.

Sita beralasan joging biar si Mama nggak curiga, Sita berbohong demi Reikhi.

Pintu pagar kost Reikhi masih terkunci, untunglah salah satu penghuni kost ada yang rajin olahraga pagi, membukakan pintu, Sita masuk langsung menuju kamar Reikhi.

Kamar Reikhi tertutup rapat. Sita mengetuk pintu, “Reik, Reik”

Reikhi kaget, dia tidak tidur semalaman. Matanya bengkak, Reikhi mengelap air mata dengan kaos, semenit kemudian Reikhi membuka pintu.

Sita menatap wajah Reikhi yang tampak kuyu acak-acakan.

“Reik, are you okay?”

“Gue putus sama Raisya Sit”, Reikhi berusaha tegar, sayang gagal, dua menit kemudian Reikhi tersendu-sendu.

“Ooo”, seru Sita singkat.

“Sebulan ini Raisya bertingkah aneh Sit. Setiap gue ajakin jalan selalu sibuk, diajak nyokapnyalah”

“Lagi belajar kelompoklah, alasannya macam-macam”

Sita membiarkan Reikhi menumpahkan cerita, Sita berusaha menjadi pendengar yang baik.

Kemarin gue paksa dia ketemu, gue tanya, “ada apa Sya? Kalo elo ngerasa gue ngelakuin salah tolong bilang Sya? Kenapa 1 bulan ini elo berubah Sya?”

-----

Raisya diam, dia menjawab dengan terbata-bata.

“Reik, gue mo jujur ama elo. Sebulan ini gue ketemu ama mantan pacar gue yang pertama”, Raisya mulai menangis bersalah.

Reikhi diam.

“Reik, ternyata gue nggak bisa ngebohongin hati kecil gue Reik. Ternyata perasaan gue sama cowok mantan gue itu belum hilang Reik, hal yang selama ini gue ingkari Reik. Selama ini gue nggak jujur sama diri gue sendiri kalo gue masih suka sama dia. Gue ingkari itu selama ini Reik, sampai sebulan lalu gue nggak sengaja ketemu dia dan akhirnya nyoba jalan bareng sama dia. Jalan bareng untuk bertanya ama diri gue, bener nggak sih gue ini masih sayang ama dia”

Reikhi masih diam.

“Dan iya Reik, ternyata gue masih sayang sama dia. Maaf Reik, maaf”, Raisya menangis, menutup wajah dengan kedua tangannya.

Reikhi tak jua melontarkan sepatah kata.

“Reik, apa yang kita jalani beberapa bulan ini adalah salah satu hal terindah yang gue rasain. Tapi maaf Reik, gue harus jujur sama hati gue sendiri. Maaf Reik”

Reikhi paham dengan kalimat terakhir, hanya Reikhi berharap dugaan itu salah.

“Maaf Reik, gue minta maaf Reik”, Raisya berdiri, masih dengan mata sembap. Raisya memegang tangan Reikhi, menciumnya tangannya seraya berucap, “maafin gue Reik, maaf”.

Raisya pergi, tak menoleh ke belakang. Reikhi mematung, kemudian cekung matanya tampak basah seperti kehujanan, kehujanan air mata.

-------

Kisah klasik tentang Cinta yang tumbang dirasakan dengan penuh penghayatan oleh Reikhi. Sebegitu menghayati kisah cintanya yang tumbang, di playlist iTunes Reikhi hanya bercokol satu lagu ‘The Man Who Can’t Be Moved’ yang selalu di putar ulang.

And maybe I'll get famous as the man who can't be moved

Maybe you won't mean to but you'll see me on the news

And you'll come running to the corner

'Cause you'll know it's just for you

I'm the man who can't be moved

I'm the man who can't be moved

-------

“Weekk, gue cuman mo ngecek si Reikhi masih hidup apa kagak. Abis putus cinta kayak armagedon aja. Kiamat masih jauh cyin, hahahaha”

“Rajin amat sih elu nanyain gue. Dua hari lalu telpon gue, semalem jam 1 dini hari telpon gue, sekarang waktu gue lagi menikmati tangis lagi-lagi elu telpon gue. Elu Cinteee ya ama gue, lelaki sempurna yang super keren, Reikhi Putra Gandhi”, Reikhi terkekeh-kekeh, bertanya tanpa basa-basi.

Detik yang sama hening merayap. Di ujung telepon, tanpa Reikhi tahu, Sita Bawel tercekat, matanya berkaca-kaca.

“Sit, elu nggak lupa ngecharge otak kan? Tumben level bawel elu ngedrop”

“Eehh iya, iya, sori, nih si Coki ngerecokin mulu, minta makanlah, minta di elus-lah”, Sita menjawab dengan berusaha bersuara sedatar mungkin.

“Elu cocoknya kawin ama Coki kok, kawinin tuh kucing persia. Kalo elu kawin ama manusia susah ngelayanin kebawelan elu”.

“REIKHIIII, SIAALLLLL bangettt si elu. Gue doain ya, nggak dapet pengganti Raisya. Upss sori, huhakakaka”.

“SITAAAAAA BAWEEEEELLLL KUTUUUU KUPREETTT PREETTT LUEEEEE”

Entah kenapa, sekasar apapun celaan Sita tak pernah bisa membuat Reikhi marah.

“Udah dulu ya, bosen nih ngomong ama lue, byee”. Sita menutup telepon tanpa aba-aba.

Sial tuh anak, nelpon tanpa basa-basi nutup telpon pun nggak kira-kira.

Tanpa kutahu, Sita mengelus Coki dengan perasaan teraduk. “Andai kamu tahu Reikhi”

Andai kamu tahu Reikhi.

-------

Sita menelepon Reikhi ke-esokan harinya, “Reik, jalan yuk, daripada elo di kamar mulu, nangiss mulu, cemen ah elo, hahaha”

“Sialan, lagi males jalan nih gue”

“Come on Reik, percaya ama gue deh, besok sore gue jemput ya. Gue pinjam mobil Om Tanto besok, elo nyetir ya, bye”. Sita mengklik end di layar hp.

“Kebiasaan tuh anak, kalo udah ngajak nggak bisa di tolak”, seru Reikhi.

-------

Melajulah dalam satu mobil kedua sahabat ini, “kemana kita Sit?”, tanya Reikhi.

“Ke Ancol yuk”, jawab Sita lempeng.

Tanpa bertanya lebih lanjut, Reikhi mengarahkan mobil pinjaman ke Ancol.

Sita sibuk dengan iPadnya, tak mempedulikan Reikhi.

Jam menunjukkan pukul 4.30, setengah jam lagi mereka sampai di Ancol.

Reikhi memarkirkan mobil dengan sempurna, kemudian keduanya berjalan mencari tempat ternyaman di pinggir pantai.

“Duduk sini aja Reik”

Jam menunjukkan pukul 5.10 sore.

“Gimana kabar elo Reik?”, tanya Sita hangat.

“Pertanyaan elo basa-basi banget sih Sit”

“Gue tanya gitu karena elo berubah sejak putus ama si Raisya”

“Eh elo nyebut Raisya, gue jadi inget lagi nih sama dia”, Reikhi menatap Sita.

Kedua mata itu beradu pandang. Semenit kemudian Sita memalingkan muka, menatap lautan.

“Reik, elo inget nggak waktu gue di tolak Randy, waktu Randy meluk gue, kemudian waktu elo meluk gue”

Reikhi kaget. Reikhi mengingat dengan baik pelukan yang dia berikan kepada Sita, juga perasaan aneh yang waktu itu tiba-tiba membuncah dalam hati.

“Iya, gue inget betul itu Sit”

“Elo tau nggak Reik. Pelukan Randy dan pelukan elo itu beda Reik”

Sita diam.

“Maksud elo Sit”, Reikhi bertanya ragu.

“Entah Reik, gue takut dugaan gue bener”

Sekarang Reikhi yang diam. Dua menit kemudian, Reikhi memberanikan diri memulai kembali pembicaraan yang tertunda selama 2 menit.

Reiki mendesah pelan, “jujur Sit, gue juga ngerasa ada yang aneh setelah gue memeluk elo. Entahlah, gue juga takut kalau itu bener”

Jam menunjukkan pukul 5.25 sore. Mentari mulai menapak pelan untuk beristirahat.

Kedua sahabat ini membisu.

Jam menunjukkan pukul 5.30, semburat senja sempurna menerpa kedua sahabat yang duduk mematung.

Masih membisu, hati kedua sahabat ini bergolak gelisah.

Gelisah karena mereka sadar akan ada konsekuensi atas kegelisahan terhadap persahabatan mereka, pun dengan segala pengakuan juga pilihan yang akan mereka putuskan nantinya.

Sore ini, mereka memilih pura-pura tidak tahu, pura-pura tidak mengerti dengan kegelisahan hati, mereka memutuskan diam, menikmati pelangi senja yang terpancar sempurna.

Duduk berdampingan bermandikan pelangi senja, hangat. Gelisah itu, entahlah.


T A M A T

------

Tulisan ini pernah di publish dalam account Facebook Penulis

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun