Mohon tunggu...
KOMENTAR
Analisis Pilihan

Bukan Mahfud, Lebih Elegan PDIP Tarik Kadernya dari Kabinet

26 Januari 2024   09:32 Diperbarui: 26 Januari 2024   20:14 237 10
Calon Presiden nomor urut 3 Ganjar Pranowo meminta agar pasangannya, cawapres Mahfud MD, mundur dari jabatan Menko Polhukam. PDIP sebagai partai pengusung pun mengamini. Mengapa bukan kade-kader PDIP yang mundur dari kabinet?

Menurut Ganjar, permintaan agar Mahfud mundur dari jabatannya tercetus setelah melalui diskusi panjang. Alasan utamanya untuk menghindari conflict of interest. Sebab saat ini banyak pejabat yang menggunakan fasilitas negara untuk kunjungan kerja sambil kampanye.

Termasuk akun Kementerian Pertahanan yang mencuit #PrabowoGibran2024. Diketahui saat ini Menteri Pertahanan Prabowo Subianto menjadi capres berpasangan dengan Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka.

Oleh karenanya Ganjar juga meminta agar pejabat lain yang menjadi capres/cawapres juga mundur dari jabatan menteri atau kepala daerah.

Belum diketahui kapan Mahfud akan mundur. Mahfud beralasan sedang menunggu kesempatan untuk menyampaikan pamit secara baik-baik kepada Presiden Joko Widodo yang telah mempercayainya sebagai Menko Polhukam.
 
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dan beberapa kadernya mengamini dan mendukung rencana Mahfud mundur dari kabinet Jokowi. Terkesan, mereka meyakini mundurnya Mahfud akan memberi efek negatif  pada citra dan etika presiden.

Padahal, jika melihat sejumlah peristiwa terakhir, dari mulai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menjadi jalan Gibran mengikuti Pilpres 2024, safari politik Jokowi sambil bagi-bagi bansos, hingga dukungan terbuka para menteri kepada Prabowo-Gibran, maka tujuan dari mundurnya Mahfud, jelas tidak akan tercapai.

Pemerintah sudah menanggalkan rasa malu, dan etika. Bayangkan, mobil presiden yang tengah digunakan untuk kunjungan kerja sambil bagi-bagi beras, "mengkampanyekan" nomor 2. Tangan siapa yang mengacungkan dua jari dari dalam mobil kepresidenan, sungguh tidak sulit ditebak.
   
Oleh karenanya jauh lebih elegan dan efektif jika PDIP memiliki sedikit keberanian dengan menarik kadernya dari kabinet. Tidak perlu beretorika mengatasnamakan rakyat.

Alasan Hasto tidak ingin stabilitas nasional terganggu, tidak lebih retorika politik untuk menutupi ketidakberanian PDIP vis a vis dengan Presiden Jokowi.

Sebab jauh sebelumnya, Hasto pernah mendesak Partai Nasdem menarik kadernya dari kabinet usai mendeklarasikan Anies Rasyid Baswedan sebagai capres. Apakah saat itu Hasto tengah mendorong kekacauan dan instabilitas nasional?

Mundurnya kader-kader PDIP seperti Yasonna Laoly, Tri Rismaharini, dan Pramono Anung, dari kabinet tidak akan mempengaruhi kinerja Kabinet Indonesia Maju (KIM). Sebab sebelum nekad mendukung anaknya ikut Pipres 2024 dan keluar dari PDIP, Jokowi sudah menyiapkan skenario terburuk.

Dengan dukungan koalisi besar Gerindra, Golkar, PAN, dan Demokrat, posisi Jokowi tidak akan goyah sekali pun PDIP berubah haluan menjadi oposisi. Kondisi ini berbeda dengan mundurnya para menteri di akhir masa kekuasaan Presiden Soeharto, 1998. Saat itu tengah terjadi krisis moneter dan tekanan kepada Pak Harto datang dari berbagai arah, termasuk DPR dan masyarakat luas yang disuarakan mahasiswa serta aktivis pro-demokrasi.

Kita menduga, PDIP justru khawatir jika instruksi Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri agar kadernya mundur dari kabinet, tidak dipatuhi. Kalau pun kemudian dipecat dari partai, tidak berpengaruh pada kedudukannya di kabinet karena merupakan hak prerogatif presiden.  

Kekhawatiran ini bukan tanpa alasan. Sejumlah kader senior seperti Maruarar Sirait telah keluar dari kandang banteng untuk mengikuti Jokowi. Lagi pula beberapa kader PDIP di kabinet seperti Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono juga telah menjadi orang kepercayaan Jokowi.

Jika benar-benar menginginkan kualitas Pilpres 2024 terjaga, tidak ada cara lain bagi PDIP selain menarik kadernya dari KIM. Seperti singgung di atas, penarikan ini tidak akan berpengaruh terhadap kedudukan Jokowi, bahkan kemungkinan ada kader yang mbalelo, namun memberi kepastian posisi sehingga kader dan simpatisan PDIP tidak ragu-ragu untuk all out mendukung jagoannya tanpa bayang-bayang Jokowi.

Tetap mempertahankan kadernya di kabinet, sementara petinggi PDIP rajin nyinyir kepada Jokowi yang telah secara terbuka memberi dukungan kepada Prabowo-Gibran, justru berpotensi menimbulkan antipati.

Lebih jauh lagi, keberanian PDIP menarik kadernya dari KIM, kemungkinan juga akan diikuti oleh Partai Nasdem dan PKB sehingga efek kejutnya lebih terasa dan gelaran Pilpres 2024 benar-benar berlangsung secara  fair karena tidak ada lagi yang bersikap ambigu.

Salam @yb            

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun