Mohon tunggu...
KOMENTAR
Analisis Pilihan

Pamor Prabowo Meredup, Koalisi Alternatif Siapkan Kejutan

28 Juli 2018   12:23 Diperbarui: 28 Juli 2018   12:42 1019 9
Peta politik masih cair. Akrobatik politik kubu oposisi mulai menciptakan ketegangan. Posisi Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto sebagai ikon oposisi mulai tergeser karena empat partai yang tersisa yakni Gerindra, PKS, PAN dan Demokrat, sulit menemukan isu sebagai pengikat kepentingan.

Awalnya tagar 2019Ganti Presiden cukup ampuh dijadikan jualan oleh kader-kader PKS dan Gerindra. Masifnya isu ini bisa dilihat dari perlawanan yang dilakukan kubu Jokowi. Tagar DiaSibukKerja, 2019TetapJokowi hingga sindiran keras Jokowi saat bertemu pendukungnya, menjadi bukti jika tagar 2019GantiPresiden cukup membuat gerah.

Tetapi wacana masuknya PAN, terutama Demokrat, mengendurkan kampanye #2019GantiPresiden. PAN yang masih mendua soal dukungan antara Prabowo dan Jokowi, belum berani ikut-ikutan mempopulerkan tagar ganti presiden. Jika pun Amien Rais bersuara lantang ingin mengganti Jokowi, kapasitasnya lebih sebagai Ketua Dewan Penasehat Persaudaraan Alumni (PA) 212, bukan Ketua Dewan Kehormatan PAN.

Hal yang sama terjadi di Partai Demokrat. Terlebih selama setahun terakhir, setidaknya sampai sebelum pertemuan 6 ketua umum partai pendukung Jokowi di Istana Bogor, Senin 23 Juli lalu, Partai Demokrat masih berusaha menjadi bagian kubu Istana. Hal itu disampaikan langsung Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono usai bertemu Prabowo di kediamannnya yang disusul pertemuan dengan Ketua Umum Zulkifli Hasan. Menariknya, sebelum bertemu SBY, Zulkifli terlebih dulu bertemu Jokowi.

Bagaimana mungkin Demokrat dan PAN ikut berseru ganti presiden jika langkah politiknya justru diarahkan menuju Istana?

Wacana masuknya Demokrat juga membelah aspirasi kader-kader PKS. Di satu sisi, mereka tetap menginginkan Prabowo menggandeng satu dari sembilan kader PKS yang sudah disodorkan.Kader PKS seperti Tifatul Sembiring menegaskan hal itu sudah harga mati. Bahkan Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Keadilan Sejahtera Pipin Sopian mengungkit soal perjanjian atau kontrak politik antara PKS dan Gerindra yang berisi kesepakatan untuk mengusung capres dan cawapres di gelaran Pilpres 2019. Karena Gerindra sudah mematok posisi capres, maka cawapresnya wajib dari PKS.

Namun   Ketua Dewan Pimpinan PKS Mardani Ali memiliki pandangan berbeda. Menurut pencetus tagar 2019GantiPresiden ini, bisa saja cawapres Prabowo bukan kader PKS, asal pembahasannya dilakukan secara terbuka.  

Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani juga sudah meminta partai-partai koalisi kubu Prabowo Subianto tak berkukuh meminta posisi cawapres. Harus logowo demi membangun kebersamaan.

Di tengah tarik-ulur tersebut, Prabowo  mengemukakan dirinya siap mundur dari bursa capres jika memang tidak dibutuhkan dan ada calon lain yang lebih baik. Hal itu disampaikan Prabowo saat berpidato di depan peserta ijtimak ulama yang diselenggarakan Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Ulama yang merupakan metamorfosis GNPF MUI dengan imam Habib Rizieq Shihab, semalam di Hotel Peninsula, Jakarta.

Kesediaan Prabowo mundur dari arena pilres dipuji Ketua Majelis Syuro PKS yang digadang-gadang bakal menjadi pendamping Prabowo, Salim Assegaf Al-Jufri. Sementara Direktur Pencapresan PKS Suhud Aliyudin mengatakan masih ada kemungkinan PKS dan Gerindra tak menemukan kesepakatan. Namun demikian, dengan atau tanpa Prabowo, PKS tetap memperjuangkan kader untuk menjadi cawapres.

Bagaimana akhir drama kubu oposisi?

Koalisi Gerindra-PKS tetap terjalin sekalipun Prabowo tidak menggandeng kadernya. Masih ada kemungkinan opsi lain yang bisa meluluhkan PKS, semisal mahar untuk menggerakkan mesin partai atau jabatan di kabinet di kelak Prabowo bisa menumbangkan Jokowi.

Kedua, Demokrat milih netral jika Prabowo tidak menggandeng Komandan Kogasma Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Meski SBY sudah menegaskan tidak menjadikan posisi putra sulungnya sebagai syarat koalisi, tetapi jika hanya menjadi penggembira, Demokrat akan memilih berada di posisi sebagaimana Pilpres 2014 yakni membiarkan kadernya mendukung capres mana pun tetapi dilarang membawa atribut partai.

Ketiga, jika Prabowo menggandeng kader PKS, PAN kemungkinan masuk kubu Istana. Terlebih Amien Rais gagal menjadi king maker kubu oposisi, bahkan terkesan mulai ditinggalkan kubu Rizieq Shihab. Bahkan di arena itjimak ulama di Peninsula, Amien Rais tidak diberi "panggung resmi".

Keempat, muncul calon alternatif selain Prabowo. Hal ini bisa ditelusuri dari pernyataan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang membuka acara ijtimak ulama.  Menurut Anies, ijtimak ulama akan mencetak sejarah baru. Indonesia dikagumi bukan karena beragam, tapi karena bisa bersatu dalam keberagaman. "Insyallah akan muncul semangat penting (di mana) bangsa negara umat ada di atas," ujar Anies.

Ketika memberi sambutan dari Arab Saudi, Rizieq juga memuji Anies dan meminta agar peserta ijtimak menggunakan Pilgub DKI Jakarta sebagai contoh.  

Kelima, muncul koalisi alternatif Demokrat, PAN dan PKS mengusung Anies-AHY/Gatot Nurmantyo. Bagaimana dengan Gerindra? Tetap akan bergabung meski tidak all out karena ada kepentingan Sandiaga Uno di DKI Jakarta. Jika Anies menang, otomatis Sandiaga menjadi gubernur sesuai skenario awal sebelum Pilgub DKI 2017.

Keenam, jika opsi kelima yang terwujud, berarti merusak skenario kubu Jokowi. Sebab selama ini kubu Jokowi lebih menghendaki Prabowo yang nyapres, dengan pertimbangan kekuatannya sudah terukur. Jokowi pun akan merespon dengan menggandeng Gubernur Nusa Tenggara Barat Muhammad Zainul Majdi alias Tuan Guru Bajang (TGB).

Anda punya prediksi berbeda?

Salam @yb

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun