Pada dasarnya kita lahir sebagai manusia yang dikaruniai hati nurani yang selalu mendorong perbuatan putih. Namun lingkungan dan pengalaman membuat hati nurani tersebut seringkali terbelenggu oleh hal- hal lain yang mendorong perbuatan hitam. Seringkali kita dihadapkan pada pilihan dilematis antara mikmat dan manfaat, karena jika dilihat kulitnya nikmat dan manfaat pilihan antara kiri dan kanan, atas dan bawah. Perbuatan yang sarat manfaat kadang-kadang terasa mengurangi kenikmatan kita, sedangkan perbuatan yang penuh nikmat lebih dipilih walau kurang membawa manfaat bahkan kadang malah merusak.
Kalau disuruh memilih antara manfaat dan  nikmat sebagian besar manusia tentunya akan lebih memilih nikmat. Padahal tugas utama kita sebagai manusia sebagai khalifah di muka bumi adalah untuk memberikan value added atau manfaat semaksimal mungkin sesuai potensi yang dianugrahkan kepada kita. Dalam berkontribusi manfaat tersebut tentu saja kita berharap bisa menjalankannya dengan nikmat. Dan kenikmatan yang yang sejati sendiri adalah manakala kita menyadari bahwa aktivitas atau perbuatan kita bermanfaat bagi kehidupan.
Nikmat-nikmat hidup dalam arti fisik akan terasa hambar seiring berjalannya waktu, namun nikmat psikis dan sipritual terhadap nilai positip perbuatan kita akan lebih terasa nikmatnya. Kuncinya adalah dengan ikhlas, suatu kata yang simple dan mudah diucapkan namun sangat sulit mencapainya. Walaupun sulit paling tidak kita bisa selalu be rusaha mendekatkan diri ke ikhlas.
Ikhlas bukan pasrah ataupun keterpaksaan. ............
Kunci berbuat ikhlas adalah paradox dalam bersikap --- saat kita bisa nyaman dalam ketidaknyamanan, bahagia dalam ketidakbahagiaan, paham dalam ketidakpahaman dan puas dalam ketidakpuasan.
Refleksi diperlukan untuk memahami kelemahan dan kekuatan diri kita sehingga kita bisa mengoptimalkan potensi yang kita miliki untuk memaksimalkan kontribusi manfaat bagi kehidupan. Saya mempraktekkan refleksi ini mulai saat2 akhir sma. Saat itu, saya menerima hasil test psikologi yang secara overall sangat tinggi, disebutkan IQ diatas 140, namun ada 2 hal yang nilainya dibawah 100 yaitu ingatan dan ungkapan. Artinya ada ketidakseimbangan dalam potensi yang saya miliki. Saya harus bisa memanfaatkan kekuatan di satu sisi  untuk menutupi kekurangan di sis lain. Untuk masalah kemampuan mengingat nampaknya sudah secara alamiah (sebelum menyadari kenjomplamgan), saya memanfaatkan kekuatan berpikir analitis dan sistematis untuk memudahkan mengingat, dan alhamdulillah kelemahan mengingat ini bisa diminimisasi bahkan kadang-kadang seperti lebih kuat dari orang lain.
Demikian seterusnya saya selalu berusaha melakukan refleksi untuk memeperbaiki implementasi potensi dan proses2 hidup selanjutnya.
Manusia memang mudah lupa, sehingga sangat baik kalau kita selalu saling mengingatkan. Pada umur diatas 40 , kalau kita mau belajar dari hidup yang sudah dilalui tentunya kita sudah bisa memahami makna hidup, tinggal mengimplementasikannya. Dalam implementasinya inilah kita sering lupa, oleh karena itu kita harus selalu diingatkan.
Manusia yang paling  baik adalah yang bisa memberi manfaat bagi kehidupan.