Jarum jam dinding masih berputar tanpa henti, jarum pendeknya kini menuju angka dua. Pukul dua dini hari, netranya masih terjaga sempurna tanpa rasa kantuk sedikitpun.
Aluna melangkahkan kakinya ke arah meja belajar, meja kecil berwarna coklat dengan penerangan secukupnya. Gadis itu mengambil secarik kertas coklat yang bertuliskan nama lengkapnya. Sudah keberapa kali gadis itu membacanya, berharap ada perubahan kosa kata di dalamnya. Namun hasilnya masih tetap sama. Itu surat yang berisi slip gaji terakhirnya bekerja, alias terkena PHK. Aluna kembali merebahkan diri ke kasur minimalis itu, tinggal di sebuah kost berukuran kecil, berharap dia bisa tinggal beberapa hari lagi, sampai mendapatkan pekerjaan kembali. Sunyi, tidak ada suara sedikitpun selain dentingan jarum jam yang terus berputar. "Malam ini harus tidur, esok akan ku coba lagi. Semangat!!!" monolognya. Jam dinding sudah menunjukkan pukul tujuh pagi, bergegas Aluna mengeluarkan sepeda motor dari parkiran kostnya itu. Aluna akan mengunjungi sebuah tempat yang tertera di beberapa pamflet, yang ia temukan melalui media sosialnya. "Permisi Pak, apakah betul di sini sedang membuka lowongan pekerjaan?" tanya Aina kepada security depan. "Betul Mba, silakan tinggalkan berkas lamarannya. Kami akan hubungi kembali." jawabnya lugas. Aluna mengangguk sambil tersenyum tipis, tak lupa ucapan terima kasih terlontar dari mulutnya. Sudah beberapa tempat ia kunjungi, namun hingga hari ke tujuh belum juga ada email yang masuk, ponsel genggamnya selalu di check, berharap ada pemberitahuan mengenai lamaran kerjanya. Selang beberapa menit kemudian, ponselnya berbunyi.
"Tingg," segera Aluna membukanya, berharap ada panggilan kerja untuknya. Detik berikutnya, matanya terbuka lebar, pesan yang barusan ia buka membuatnya sangat terkejut, ponselnya hampir saja jatuh. "Siallll, cobaaan apalagi ini ya tuhan." gerutunya kesal. Segera Aluna bergegas menemui si pengirim pesan itu. Kini Aluna tengah berdiri di stasiun kereta, tiket kereta dengan tujuan Yogyakarta sudah berhasil ia dapatkan. Hanya dompet kecil warna biru dengan karakter kartun yang menemani perjalananya. Rambut panjangnya sengaja digulung, serta kaos putih polos dan balutan cardigan yang melekat ditubuhnya. Abu-abu, itulah yang dirasakan Aluna saat ini. Keputusannya untuk mengunjungi kota Yogyakarta sudah menjadi tekadnya, entah apa yang ia dapatkan nantinya. Perlahan terdengar isak tangis, gadis itu memeluk tubuhnya erat. Kereta dengan tujuan Yogyakarta itu terus melaju kencang. Aluna terus memandangi arloji yang ia kenakan, bertarung dengan waktu dan hujan. Rintik hujan di depan sana masih terdengar jatuh di atas atap stasiun. Gojek yang ia pesan tak kunjung datang, tangannya menyatu seraya berdoa, matanya tertutup melantunkan doa-nya. Rintik gerimis disertai angin yang seolah-olah mendukungnya untuk menangis, merenungi apa yang dilihatnya saat ini, di depan gereja ia menyaksikan kekasihnya mengikat janji suci dengan perempuan lain. Aluna tidak bisa berbuat apa-apa, tubuhnya seolah-olah kaku tidak bisa digerakkan sama sekali.