Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Lapar Perhatian

5 Agustus 2012   02:31 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:14 71 1
"Pikiran ibarat awan yang senantiasa berganti, terkadang yang muncul awan putih, terkadang awan hitam yang muncul. Ada hal yang tetap sama. Langit selalu berwarna biru." Gede Prama

Suatu kali, ada salah satu pasangan bisa itu pria atau perempuan. Nah, karena tidak pernah diberi perhatian oleh pasangannya, maka orang itu jadi sewot, sedikit-sedikit gampang naik pitam, mudah berprasangka buruk.

Apa maksudnya? Oh... ternyata pasangan butuh perhatian. Semacam apa? Apakah harus dibelikan mobil berharga milyaran rupiah?  Rumah di apartemen mewah? Dan hal-hal yang bersifat materiil lainnya. Tidak perlu yang mahal-mahal. Ya... mungkin dengan ditanyai hal-hal yang kecil saja sebenarnya sudah cukup, sebagai bentuk perhatian.

Berarti apa? Ternyata pasangan masih termasuk kategori lapar perhatian... Biasanya, orang yang saling menyayangi faktor utamanya ialah PER-HA-TI-AN. Kan begitu tho?

Kalau sudah begitu, tentunya, dalam hal berkasih sayang dengan pasangan, kita belum benar-benar menerima pasangan itu apa adanya. Kok bisa? Ya jelas bisa! Karena kita masih menuntut. "Pasangan harus perhatian sama saya... kalau tidak perhatian sama saya berarti dia lebih sayang dengan yang lainnya."

Coba kalau sudah berhenti menuntut, yang ada hanya melayani... melayani... melayani... tidak harus perempuan yang melayani, tidak pula harus pria yang melayani. Bisa dimulai dari diri sendiri...

Bukankah begitu sebaiknya?

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun