Kaki seorang pria itu terus berayun tanpa henti. Seolah pria itu menunggu sesuatu yang sudah lama tidak pernah datang dan mampir dalam kehidupannya. Tangan pria itu sekarang sedang menggenggam pena. Pena itu sudah mulai tidak bisa menggoreskan tulisan lagi. Bukan, bukan karena ia kehabisan tinta, justru karena sang empunya pena yang sudah mulai kehilangan ide dan kata-kata. Ia mulai diceraikan oleh puisi-puisinya, cerpennya, anak-anak kata-kata yang lahir dari benaknya.
KEMBALI KE ARTIKEL