Seiring dengan implementasi Asean China Free Trade Area (ACFTA) pada awal 2010 itu, sebanyak 314 pos tarif produk industri berdaya saing lemah, dari 2.528 pos tarif, diusulkan diubah dalam perundingan Asean China.
Wakil Menteri Perdagangan Mahendra Siregar memastikan ACFTA tetap akan berjalan, adapun masukan dari pengusaha dan para industriawan akan ditampung.
"Di lain pihak, perbaikan di dalam negeri akan jalan terus. Tidak ada rencana penundaan sampai hari ini," kata Mahendra seusai rakor tingkat menteri, kemarin.
Dalam rakor itu, dibahas beberapa masukan terkait dengan dampak pemberlakuan ACFTA yang dirasakan industri. Berdasarkan arahan Menko Perekonomian, departemen teknis diminta mengambil langkah yang sesuai dengan koridor kesepakatan perdagangan bebas itu.
"Kami di Depdag berkoordinasi dengan Depperin dan Depkeu. Setelah melihat perincian masukan itu, akan kami sampaikan rekomendasi," ujarnya.
Pemerintah berharap protes ACFTA dan desakan penundaan tidak mengganggu hubungan strategis yang terjalin. Oleh karena itu, pelaku industri diharapkan memahami situasi yang dihadapi Indonesia.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Departemen Keuangan Anggito Abimanyu mengatakan akan mengeluarkan peraturan menteri keuangan (PMK) yang akan mengawal implementasi ACFTA sesuai dengan jadwal.
"Dari sisi Menkeu, kita sepakat untuk membuat PMK sesuai dengan jadwal. Kalau kebijakan perdagangan, itu kasus per kasus. Untuk beberapa sektor tentu ada pendekatan dari sisi yang lain. PMK akan berlaku mulai 1 Januari," tegasnya.
Sekretaris Jenderal Departemen Perindustrian Agus Tjahajana Wirakusumah mengatakan modifikasi dan penundaan implementasi penurunan bea masuk menjadi jalan terakhir untuk melindungi industri dari potensi injury akibat dampak berantai pasar bebas ACFTA.
"Ini dibenarkan karena sesuai dengan isi kesepakatan Asean Trade In Goods Agreement (ATIGA) Artikel 23 bahwa anggota Asean dapat menggunakan haknya jika menemukan hambatan atas implementasi pembebasan tarif BM melalui modifikasi tarif secara temporer maupun penundaan," jelasnya.
Terkait dengan hal itu, sebanyak 314 pos tarif produk berdaya saing lemah, dari 2.528 pos tarif, diusulkan diubah dalam perundingan Asean China.
Perubahan itu dilakukan melalui dua cara, yakni modifikasi dan penundaan penurunan bea masuk dalam kategori NT 1 (normal track). NT 1 adalah jadwal penurunan tarif bea masuk yang mulai bergulir pada 20 Juli 2005 dan menjadi 0% pada 1 Januari 2010.
Ke-314 pos tarif produk yang akan dilindungi itu berasal dari sembilan sektor manufaktur dan IKM (lihat tabel). Hal ini ditetapkan setelah pemerintah mengkaji perkembangan daya saing 314 produk itu dalam 5 tahun terakhir.
Kajian itu juga menyimpulkan empat rekomendasi jadwal implementasi tarif. Pertama, implementasi tarif untuk kelompok produk berdaya saing kuat sesuai jadwal 1 Januari 2010. Kedua, kelompok berdaya saing sedang ditunda dari 2010 menjadi 2012.
Ketiga, untuk kelompok produk berdaya saing lemah penghapusan tarif diundur menjadi 2018. Keempat, untuk produk berdaya saing sangat lemah terpaksa diimplementasikan pada 2010.
Saat ini, tujuh instansi yang terdiri dari Departemen Keuangan, Departemen Perindustrian, Departemen Perdagangan, Departemen Kehutanan, Departemen Pertanian, Departemen Kelautan dan Perikanan, dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), mematangkan pembahasan akhir terkait pos tarif sebelum 1 Januari.
Bayu Krisnamurthi, Wakil Menteri Pertanian, mengatakan dari sektor pertanian balance of trade Indonesia dipastikan akan naik signifikan terdorong pemberlakuan ACFTA, terutama untuk produk perkebunan seperti kelapa sawit, karet, kopi, dan teh.
Namun, sebagai kompensasi balance of trade untuk produk hortikultura menjadi lebih rendah, karena menghadapi tekanan buah dari China yang semakin besar.
Berbahaya
Sementara itu, dari Nanning, China, Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Erwin Aksa mengatakan implementasi ACFTA sangat berbahaya bagi negara-negara anggota Asean karena ada problem pendanaan dan infrastruktur sehingga sulit bersaing dengan China.
Hal itu disampaikan dalam pertemuan pengusaha muda Asean dan China atau Asean China Young Entrepreneurs Association Forum 2009 di Nanning, China, kemarin.
"Merupakan hal yang penting bagaimana menjadikan ACFTA bisa menguntungkan kedua belah pihak. Oleh sebab itu kami harapkan penundaan," ujarnya dalam satu sesi workshop yang membahas logistik dan perdagangan.
Potensi kerugian akibat ACFTA capai Rp35 triliun
JAKARTA: Potensi kerugian yang dialami industri manufaktur nasional sebagai dampak dari implementasi perjanjian Asean-China Free Trade Agreement (ACFTA) diperkirakan mencapai Rp35 triliun per tahun.
Nilai yang sangat besar tersebut hanyalah potensi kerugian yang bakal diderita oleh tujuh sektor manufaktur yakni industri petrokimia, pertekstilan, alas kaki dan barang dari kulit, elektronik, keramik, makanan dan minuman, serta besi dan baja.
Perkiraan potensi kerugian tersebut merupakan hasil kajian Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI). "Ini merupakan hasil kajian ISEI. Dampak [kerugian] terbesar dari pelaksanaan ACFTA akan dialami sektor pertekstilan. Penghapusan bea masuk membuat produk pertekstilan dari China semakin murah," ungkap Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Benny Soetrisno, kemarin.
Sementara itu, dari sisi keuangan negara, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menilai Pemerintah Indonesia seolah-olah tidak serius menghitung dampak dari pelaksanaan ACFTA terhadap penerimaan negara ketika menyepakati perjanjian tersebut pada November 2002 di Phnom Pehn, Kamboja.
"Namun, karena sudah menjadi kesepakatan yang harus segera dilaksanakan mulai Januari 2010, maka pemerintah mengalami dilema dan terpaksa harus mengikuti ketentuan," ujarnya saat mengunjungi redaksi Bisnis, kemarin.
Menurut dia, pada Januari 2010 pemerintah akan menerbitkan peraturan menteri keuangan [tentang penghapusan tarif bea masuk sejumlah pos tarif] yang akan secara langsung berimplikasi terhadap penerimaan negara. "Dilema-dilema seperti inilah yang harus dihadapi pemerintah sekarang," ujarnya.
Sesuai dengan skema normal track 1 (NT 1) perjanjian ACFTA tahap II, sebanyak 2.528 pos tarif dari 17 sektor industri akan dihapuskan bea masuknya pada 1 Januari 2010.
Berdasarkan kajian pemerintah dan usulan dunia usaha, dari total pos tarif itu sebanyak 314 pos tarif (12,4%) akan direnegosiasi melalui modifikasi tarif dan kompensasi.
Dari 314 pos tarif tersebut, pemerintah hanya akan merenegosiasikan 87 pos tarif sektor pertekstilan dari total pos tarif NT 1 yang dihapuskan bea masuknya sebanyak 838 pos tarif.
Dari 752 pos tarif produk elektronik dalam NT 1, hanya tujuh pos tarif yang akan diubah, sedangkan dari 350 pos tarif besi dan baja, pemerintah hanya akan merenegosiasi 189 pos tarif.
Benny menambahkan saat ini terdapat 536 pos tarif produk pertekstilan dalam skema NT 1 yang sangat sensitif (lemah daya saingnya) jika bea masuknya dihapus menjadi 0%, seperti kain tenun dan serat nilon.
Bandung– Sekitar 40.000 buruh pabrik di Jawa Barat terancam Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sebagai dampak pemberlakuan ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA) yang akan menghempaskan daya saing produk dalam negeri.
“Indonesia belum siap masuk ACFTA, industri tekstil, alas kaki dan elektronik yang ada di Jawa Barat terancam gulung tikar. Sedikitnya 30 ribu hingga 40 ribu buruh terancam PHK,” kata Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Barat, Deddy Widjaya di Bandung, Rabu.
Ia menyebutkan, serbuan produk Cina yang berharga murah ke Indonesia jelas akan “menyerang” produk industri dalam negeri dan berpotensi menurunnya daya saing produk lokal.
Akibatnya, banyak industri yang akan merugi dan akhirnya gulung tikar. Imbasnya, karyawan yang selama ini mendukung produksi di pabrik itu akan terkena pemutusan hubungan kerja.
“Pada triwulan pertama mungkin tak akan begitu terasa karena baru diberlakukan 1 Januari 2010, namun dampak signifikan akan terasa pada semester pertama 2009. Itu pasti,” kata Deddy Widjaya.
Serbuan produk Cina yang memanfaatkan kemudahan ekspor ke kawasan ASEAN, terutama Indonesia yang menjadi target pasar utama mereka, kata Deddy tinggal menghitung hari.
Menurut Deddy, industri Cina didukung iklum usaha yang lebih kondusif dari pemerintah dalam bentuk bantuan stimulan yang mendorong iklim produksi di sana.
Selain itu industri Cina bisa mendapatkan mesin produksi dari dalam negeri, sedangkan Indonesia harus mengimpor dari luar negeri dengan harga yang lebih mahal.
“Yang akan sangat terasa imbasnya produk tekstil dan produk tekstil. Salah satu cara menyelamatkan TPT saat ini pemerintah harus menunda pemberlakukan ACFTA,” kata Deddy Widjaya.
Sementara itu, mayoritas industri tekstil di Indonesia berada di Jawa Barat. Demikian pula volume ekspor TPT nasional sebagian besar berasal dari Jawa Barat.
“Melihat kondisi saat ini dihadapkan dengan AFTA, sekitar 20-30 persen dari 8000 anggota Apindo Jabar terancam gulung tikar, dan itu berimbag pada PHK massal,” kata Deddy.
Ia menyebutkan, ekspor Cina saat ini sudah menguasai sekitar 24 persen pasaran di ASEAN. “Bila ACFTA tetap digulirkan, akan dilematis bagi industri nasional. Menembus ekspor akan sulit karena rendahnya daya saing,” kata Deddy.
Selain itu, produksi biaya tinggi masih akan menjadi kendala pagi produk dalam negeri sehingga mengendurkan daya saing produk.
“Bila tidak diikuti adanya perbaikan dalam menekan produksi biaya tinggi, jelas kondisi saat ini cukup berat. Indonesia perlu waktu untuk memberlakukan ACFTA. Minimal dua tahun lagi,” katanya.
Sementara itu Gubernur Jawa Barat H Ahmad Heryawan menyatakan akan mendorong agar aspirasi para pengusaha dan buruh untuk menunda pemberlakukan ACFTA direspon oleh pemerintah.
“Kondisinya jelas kurang menguntungkan bagi industri, khususnya yang ada di Jabar. Kita belum siap masuk pasar bebas, di lain pihak hal itu sudah menjadi sebuah keniscayaan di masa mendatang,” kata Heryawan.
Ia menyebutkan, upaya penundaan pemberlakuan ACFTA perlu dilakukan oleh pemerintah untuk menyelamatkan beberapa sektor industri yang dipastikan terpukul oleh perjanjian perdagangan bebas ASEAN dengan Cina itu.
Sementara itu DPRD Jawa Barat akan berkirim surat kepada pemerintah pusat dalam hal ini Menteri Perdagangan untuk mengupayaan penundaan pelaksanaan ACFTA.
“Kami tidak ingin Jabar dilanda PHK massal akibat banyaknya industri yang gulung tikar,” kata Ketua Komisi E DPRD Jabar, Syarif Bastaman.