Didalam istilah Biologi mimikri berarti penyesuaian diri (dengan mengubah warna dsb) sesuai dengan alam sekitarnya untuk melindungi diri dari bahaya (misalnya pada bunglon). Didalam kamus bahasa Indonesia, Mimikri adalah tindakan menirukan pada makhluk hidup (misal menirukan suara kera, jalannya katak dsb). Mimikri itu adalah anugrah berupa pertahanan diri yang Tuhan berikan, namun disatu sisi mimikri bisa jadi memenjarakan dan membuat diri manusia menjadi lemah. Sebagai mahkluk berakal, kita harus mampu menyeimbangkan segala apa yang Tuhan anugerahkan.
Kehidupan yang ada didunia ini bisa jadi sebenarnya sebagian besar adalah tiruan membabi buta tanpa kesadaran mandiri karena ketakutan tanpa dasar demi mempertahankan diri . Tanpa disadari saya ketika saat ini yang mengetahui misalnya kemampuan berbahasa adalah hasil tiruan dari lingkungan sekitar dimana tempat saya berada. Saya bisa fasih berbahasa Sunda karena tanpa sadar sejak kecil saya memulainya dengan meniru orang-orang disekitar untuk melafalkan bahasa Sunda supaya dapat berinteraksi dengan orang-orang dimana saya berada tinggal. Begitupun cara bersikap, tak akan terlalu jauh dari lingkungan sehari-hari yang akhirnya bisa tanpa sadar saya tiru. Mungkin tidak akan berbeda dengan anda yang meniru cara bersikap dari lingkungan disekitar anda. Baik buruk yang kita lakukan akan bergantung besar kepada apa yang kita tiru. Maka nilai kehidupan yang kita peroleh akan tergantung dari seberapa besar nilai-nilai yang kita tiru.
Namun bukan hanya lingkungan yang mempengaruhi seberapa besar kita bersikap dan berperilaku. Faktor kesadaran dari dalam diri juga sangat berpengaruh terhadap perbuatan didalam kehidupan sehari-hari. Hanya saja kesadaran yang kita miliki akan terliputi oleh keadaan disekitar (public) sehingga membuat kesadaran yang kita miliki tersebut tertunduk / menyesuaikan kepada keadaan disekitar, hal ini diakibatkan karena kita adalah makhluk sosial yang membutuhkan eksistensi dan penerimaan di masyarakat (public). Sebagai contoh, misalnya seorang lelaki remaja yang masih menginjak bangku SMA. remaja itu didalam hati kecil dan kesadarannya mengetahui bahwa merokok itu tidak baik bagi kesehatan dan merugikan bagi dirinya, namun karena teman-teman di lingkungan sekitarnya terbiasa merokok atau citra public lewat media-media seperti iklan di televisi memberi angangapan bahwa merokok itu adalah suatu aktualisasi diri yang mencitrakan kejantanan dan kehebatan serta dianggap sebagai tren/gaul, maka meskipun remaja itu tahu bahaya dan kerugian akibat merokok akhirnya ikut pulalah dia menghisap rokok. Remaja itu ikut merokok karena takut diejek dan dijauhi teman-temannya yang kebanyakan sama-sama merokok, padahal bisa jadi di hati dan pikiran masing-masing teman-temannya itu menyadari pula bahaya dan kerugian akibat merokok dan juga sama-sama tidak ingin merokok. Namun apa daya, citra dan lingkungan akhirnya membentuk suatu pola pikir yang mengakibatkan kesadaran tertunduk karena ketakutan supaya dapat tetap survive, keinginan untuk mengaktualisasi diri, keinginan ingin dianggap jantan dihadapan teman-temannya, keinginan untuk menyesuaikan diri dengan warna sosial disekitarnya telah mematikan kesadarannya terlebih dahulu.
Namun, sayang sekali, seringkali ketika pikiran si remaja itu telah menjadi lebih dewasa, namun dia menjadi perokok aktif yang pada akhirnya kendatipun telah menyadari kesalahannya namun sudah terlanjur menjadi pecandu rokok sehingga sulit untuk berhenti merokok. Hidup ini hanya sekali, sekali kita jatuh kita bisa berdiri kembali. Tapi kita tidak bisa kembali kepada keadaan yang persis seperti pada saat berdiri sebelum jatuh. Sesudah jatuh sudah pasti ada luka.
Dari uraian contoh yang saya utarakan kita dapat menyimpulkan sebenarnya siapakah orang-orang yang jantan itu?, yang berani mengaktualisasikan jati dirinya, ataukah yang berani mengikuti lingkungan sekitar demi aktualisasi diri?
Dalam contoh diatas pula saya secara tersirat menggambarkannya sebagai perupamaan jati diri mayoritas orang bangsa kita (Indonesia).
Ah, yang pasti dalam tulisan ini saya hanya bermaksud mencoba mentransfer jalan pikiran saya kepada anda yang membaca tulisan ini, mungkin saja sebagian dalam tulisan ini membuat anda kesulitan mencernanya, karena saya agak kesulitan untuk menuliskanya. Selebihnya apabila anda memiliki jalan pikiran yang akhirnya bisa mengantarkan anda kepada keadaan yang lebih baik itu adalah karena Tuhan semesta alam.
Sahabat, akibat dari meniru yang tanpa diolah terlebih dahulu oleh kesadaran nalar dan hati nurani akan membawa kepada keadaan yang tidak membuat diri kita menjadi lebih baik. Tak terkecuali walaupun apa yang kita tiru itu pada dasarnya berupa hal yang baik. Sebagai contoh, misalnya para petani yang menanam padi karena meniru cara menanam padi nenek moyangnya terdahulu dan begitu seterusnya, maka sudah dapat dipastikan dia tidak akan lebih maju lagi karena yang ia lakukan hanya menanam padi dengan meniru cara menanam padi nenek moyangnya terdahulu yang di anggap public sekitarnya sebagai cara yang paling baik karena terbukti telah digunakan sejak dahulu, yang padahal dalam kenyataanya mungkin ternyata sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan dizaman modern saat ini.
Namun tetap saja, apa daya.. walaupun terkadang kita menyadari sesuatu hal itu kurang baik, namun karena kita terlalu takut untuk melakukan hal yang kita anggap lebih baik atau bertentangan dengan citra public, akhirnya kita tidak pernah melakukannya. Yah, menjadi orang kreatif itu memang sulit, namun menjadi orang jujur dan berani itu lebih sulit lagi. Maka akan sangat lebih sulit lagi menjadi orang kreatif yang jujur dan pemberani.
YogaPW
kunjungi pula blog sederhana saya : http://yogapw.wordpress.com