Pada kesempatan kali ini, saya ingin berbagi informasi seputar hobi menulis. Apabila disuruh memilih antara menulis fiksi atau menulis nonfiksi. Maka saya lebih suka menulis fiksi.
Menulis fiksi adalah hobi, sedangkan menulis nonfiksi bagi saya adalah tuntutan profesi. Sebagai lulusan magister pendidikan bahasa Indonesia, saya banyak mendapatkan pekerjaan menulis nonfiksi seperti artikel ilmiah atau makalah.
Di awal tahun 2024, saya mendapatkan amanah sebagai pelatih sekaligus juri lomba menulis fiksi mini tingkat nasional untuk siswa SMP dan MTs. Ada beberapa hal yang harus saya sampaikan berkaitan dengan proses menulis fiksi mini.
Pertama, fiksi mini bukan sekadar menulis cerita dalam kalimat yang pendek. Kita harus sepakati bahwa fiksi mini tidak sama dengan cerita pendek. Fiksi mini dibatasi oleh karakter kata yang lebih sedikit dibandingkan cerita pendek. Selain itu, hal terpenting dari fiksi mini adalah "ledakan" di akhir cerita.
Kedua, panjang fiksi mini memiliki rentangan berbeda beda menurut para ahli dan praktisi. Ada yang mengatakan sekitar 100 kata hingga 250 kata. Ada juga yang memberikan rentangan sekitar 250 kita hingga 1.000 kata. Pada lomba ini, kita sepakati antara 150 kata hingga 350 kata. Keterbatasan kata dalam menulis fiksi mini adalah tantangan bagi para peserta.
Ketiga, tentang unsur penting dalam fiksi mini. Gol A Gong, penulis dan duta literasi Indonesia, saat memberikan pelatih menulis fiksi mini kepada saya dan teman-teman di SIP Publishing menyampaikan ada 7 unsur penting. Penulis fiksi mini harus memahami 7 unsur ini, yaitu (1) berpikir minimalis, (2) karakter harus kuat, (3) hanya satu latar tempat dan waktu, (4) konflik selesai alias tidak menggantung, (5) pilihan kata sesuai, (6) ending mengejutkan, dan (7) cerita tidak bertele-tele.
Malang, 15 Januari 2024
Tulisan Yoga Prasetya