Mohon tunggu...
KOMENTAR
Fiksiana Pilihan

Ketika Jiwa Berpisah dengan Raga

17 November 2020   06:00 Diperbarui: 17 November 2020   07:26 277 27
Damai. Begitulah keadaan sekolah hari ini. Tiada lagi siswa kesurupan dan pembelajaran di kelas begitu kondusif.

Sangat kontras dengan suasana di rumah Pak David. Ia tersiksa diteror para genderuwo. Apalagi rumahnya sedang sepi lantaran keluarga Pak David berada di Yogyakarta. Ia tinggal sendiri di kota M karena konsekuensi penempatan CPNS.

Di rumah kontrakan tersebut badan Pak David menggigil. Bukan karena sakit tetapi seperti ada yang menakuti dan perlahan menyayat-nyayat mentalnya. Tak kuat menahan rasa tersebut, ia akhirnya menghubungi Pak Mar, sang kepala sekolah.

"Se... selamat siang Pak Mar," ucap Pak David dalam telepon.

"Iya, Pak David. Ada apa gerangan?" tanya Pak Mar khawatir.

"Mereka semakin intens mengganggu saya, Pak."

"Maksudnya, mereka siapa Pak?" Pak Mar masih belum bisa menerka arah pembicaraan.

"Pak Mar, mereka datang Pak. Tolooong!!!"

Tuuut tuuuut. Hapenya mendadak mati.

Pak kepala sekolah segera ke ruang guru menemui Pras. Ia juga meminta alamat rumah Pak David melalui Mbak Hennie, sang resepsionis. Pak Mar juga menitipkan pesan kalau ada tamu yang mencarinya, katakan bahwa untuk bertemu besok saja karena hari ini ia akan keluar kota.

***

Perjalanan dari sekolah menuju tempat tinggal Pak David menemui banyak hambatan. Mulai dari ban mobil yang kempis, macetnya jalan di pertigaan lampu merah, hingga angin yang berhembus kencang di kala perjalanan hampir menemui ujungnya.

Seharusnya, dengan jarak 8 km bisa ditempuh hanya 30 menit. Namun, kali ini harus memakan waktu 1,5 jam. Sebuah pertanda yang kurang baik bagi mereka.

Perumahan tempat tinggal Pak David jauh dari kata ramai. Letaknya di Kabupaten M dipilih Pak David mungkin karena harganya yang terjangkau. Kalau di kota, bisa-bisa setahun 15 juta.

Tok tok tok.

"Permisi. Pak David," ucap Pras.

"Kita langsung masuk saja Pak Pras. Ini urgen soalnya. Mari kita baca doa lebih dahulu agar aman," saran Pak Mar.

Mereka membuka gerbang yang tak dikunci dan langsung mendobrak pintu rumahnya. Hati mereka terkejut melihat kondisi rumah yang berantakan. Pak Mar dan Pras langsung bergegas mencari Pak David.

Ia melihat sosok yang berbaring kaku di kamar tidur. Matanya menatap ke atas. Jantungnya masih berdetak. Namun, jiwanya tiada lagi bersemayam dalam raga.

Nahas benar nasib Pak David. Keputusan untuk tidak masuk sekolah memang memberikan dampak positif bagi sekolah. Tetapi, risiko yang ditanggung Pak David sangat berat.

"Pak Mar. Bagaimana ini?" Tanya Pras gupuh.

"Sebentar. Ada yang aneh. Saya akan panggil leluhur Sakera untuk mengecek keberadaan jiwa Pak David," ucapnya.

Komunikasi gaib terjalin antara sang kepala sekolah dengan jin qorin Sakera. Selama ini memang peran Sakera sangat vital. Ia yang menghancurkan ratusan genderuwo yang merasuki tubuh para siswa saat kesurupan. Sang sakera juga telah menebas genderuwo yang ingin membunuh Pras.

"Jiwa orang ini dibawa oleh lelembut ke Gunung Merapi," ujar Sang Sakera.

"Lantas, bagaimana kita menyelematkan dan membawa kembali jiwa tersebut?" tanya Pak Mar.

"Lakukan perjalanan antar dimensi," ucap leluhurnya singkat.

Pak Mar menghela napas. Ia tak menyangka akan kembali melakukan sesuatu yang membahayakan dirinya. Sebelumnya, ia terpaksa masuk ke alam lain untuk menggembok gerbang gaib di ruang kepala sekolah. Setidaknya, sekarang tidak semua makhluk jahat bisa masuk ke sekolah.

Kali ini, tantangannya jauh lebih menakutkan. Jiwanya harus melakukan perjalanan ke Gunung Merapi, tempat jiwa anak buahnya ditahan. Apakah Pak Mar akan baik-baik saja?

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun