Mohon tunggu...
KOMENTAR
Puisi

Aku Ingin Kau Mati....

22 Maret 2011   13:56 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:33 207 1
Malam ini kami duduk berhadapan seperti biasa. Aku duduk di kursi kayu menghadap persis didepannya, begitupun dia. Aku tak tahu bagaimana kita bisa sampai ke malam ini. Malam dimana kami janji untuk bertemu tanpa tahu untuk apa kami bertemu setelah kurang lebih satu minggu kami tak bertemu langsung.
Malam ini kami hanya diam tanpa ada sepatah katapun keluar dari mulut kami, hanya ada tatapan penuh cinta dan dendam tentunya. Dua mata yang saling bertatapan mengisyaratkan rindu, benci dan nafsu. Aku tahu betul tatapan itu, tatapan yang sering kulihat saat dia sangat marah kepadaku. Namun dia tak bisa menatapku seperti itu terus, adakalanya matanya melemah dan melihatku dengan penuh kasih. Aku tahu dia berusaha menutup-nutupinya, begitupun aku.
Malam ini mulut kami seakan terkunci, tidak ada yang hendak mengawali pembicaraan. Satu tahun lebih kami hidup bersama tapi berakhir seperti ini. Konyol menurutku, apapun usaha kami mungkin tetap berakhir seperti ini karena ego telah menjadi harga mati bagi kami, yang ada hanya aku atau aku, tidak ada kata kamu lagi. Cinta telah menjadi hal yang tabu untuk dibicarakan, kami bertopeng malaikat tapi tangan, kaki, mulut kami sepenuhnya milik setan.
Malam ini pikiran kami melayang kemana-mana, memori kami berjalan mundur satu tahun yang lalu dimana masih ada tawa ceria, tangis haru, semangat sejoli. Ingatan-ingatan itu membuat kami semakin lemah, ingin menangis rasanya. Kami berdua tahu, masing-masing bukanlah individu yang kuat dan tanpa perasaan, tapi ini harus dilakukan supaya tidak ada lagi rasa cinta, sayang, nafsu, benci, rindu. Kami menjadi manusia tanpa perasaan sekarang yang ada hanya ingatan yang terluka.
Malam ini tangan kami berdua mengenggam pisau. Kami ingin bunuh diri bersama dengan cara saling membunuh. Entah darimana ide konyol dan gila ini muncul? Yang jelas ide ini muncul karena faktor keras kepala kami tak mengijinkan salah satu dari kami mati, kami tak mengijinkan salah satu dari kami hidup lalu bahagia, kami tak bisa mengakhiri hubungan ini baik-baik karena pasti kami akan kembali dan hanya mengulang-ngulang hubungan yang sama. Jadilah ide mati dibunuh pasangan. Kami bukan penganut aliran sesat atau sekte tertentu, kami penganut pikiran logika kami tanpa dicampuri perasaan.
Malam ini adalah malam paling menakutkan dalam hidupku. Aku yakin dia pun demikian, setelah sekian lama ingin menyingkirkan satu sama lain, akhirnya terjadi juga. Sudah satu jam kami hanya duduk terdiam bertanya-tanya kapan dia atau aku akan menyerang. Harus seperti apa membunuhnya ? Bagaimana jika dia tidak mati ? Bagaimana jika acara bunuh-membunuh ini dibatalkan saja ? Pikiranku kacau sekali, detak jantungku semakin kencang, kakiku tak bisa tenang, mulutku berkali-kali menghela nafas, paru-paruku tiba-tiba sesak.
Malam ini adalah malam terakhir kami, kami sadar itu. Dan akhirnya dia mengucapkan sesuatu,
“Ada yang pengen kamu omongin??”, tanya dia pelan.
“Hhhmmmm.....apa ya?? Kamu??”, balasku bingung.
“Kamu sadar nggak sih kita mau mati dan sekarang waktu terakhir kita bersama??”, tanyanya dengan nada tinggi.
“Hhhhhmmm....sadar, tapi aku bingung mau ngomongin apa??”, aku mencoba menjawab dengan gemetaran
“Kayaknya percuma ya..mancing kamu buat ngomong meski kita udah hampir nemuin ajal,nggak pernah kamu peduli sedikitpun sama aku!!!
“Apa sih yang ada di pikiranmu??”, tanyanya tambah emosi disertai tangisan.
“Hhhhmmm...mati sama kamu”, jawabku lirih masih dengan kebingungan dan tatapan kosong.
Dia menghela nafas panjang maju beberapa langkah didepanku, air mata terus membasahi wajahnya.
“Aku masih sangat sayang kamu...aku masih ingin hidup sama kamu..aku masih butuh kamu...aku pengen kita mulai lagi...aa..k..uu...”, perlahan kata-kata itu keluar dari mulutnya yang gemetar dan terbata-bata. Dia memelukku dengan lemas, pisaunya perlahan-lahan lepas dari genggamannya dan jatuh.
“Selamat tinggal................maaf!!”, aku masih memegang pisau dan kuayunkan sekencang mungkin, menancap di tengah perutnya. Aku meneteskan air mata lalu memejamkan mata.
Kulepaskan perlahan-lahan genggamanku dari pisau yang sudah tertancap seiring raganya yang mulai roboh menarikku ke bawah semakin lemah. Aku tetap berdiri dan memejamkan mata, tetap menangis, tetap gemetar.....tapi inilah aku. Aku yang berani memilih, aku yang berani menghadapi kenyataan, aku yang bertindak, aku yang konsisten, aku yang brengsek yang nggak setengah-setengah, aku yang idealis menyebalkan, dan....aku yang telah berkoloni dengan setan bahkan sejak aku mengenalmu.

Hahaha....
inspired by the song Souljah "kuingin kau mati saja"

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun