Di situasi seperri ini, tidak sedikit orang yang merasa menjadi korban Kekuasaan, Karna harus berpisah dari uang yang mereka punya yang digelontorkan pada kontestasi demokrasi. Sedik banyak ada yang mengalami depresi, karena gagal terpilih, walaupun sudah mengeluarkan uang banyak . Mereka mungkin kerap lupa, bahwa kekuasaan, seperti segala yang ada, akan berakhir.
Mengutip "Zen Master Man Gong dari Korea pernah berkata, bahwa jika kita mendapat sesuatu berarti kita sedang kehilangan sesuatu. Ini terjadi, karena segala sesuatu berubah. Tak ada apapun yang bisa kita genggam dengan erat di dalam hidup ini, termasuk hidup kita. Mendapatkan atau kehilangan, keduanya adalah satu dan sama."
Dimensi Kekuasaan
Bagi sebagian orang, kekuasaan adalah kutukan. Kekuasaan mengubah kepribadian mereka menjadi rakus dan sombong. Hidup mereka pun dipenuhi tegangan penderitaan. Dengan pola berpikir ini, kekuasaan yang mereka pegang juga akan membuat banyak orang menderita.
Sayangnya, pola pikir inilah yang masih dianut oleh para penguasa politik dan ekonomi di Indonesia. Gejalanya dengan mudah dilihat. Kedudukan sebagai wakil rakyat ataupun pejabat publik digunakan untuk memperkaya diri dengan melakukan korupsi, kolusi maupun nepotisme. Ini telah menjadi budaya yang mengakar dalam, sehingga orang ingin menjadi pejabat publik justru karena ingin korupsi.
Namun, pada dirinya sendiri, kekuasaan tidaklah baik dan tidak buruk. Jika dipegang dengan kesadaran penuh, kekuasaan bisa menjadi berkah. Orang bisa membaktikan hidupnya untuk kebaikan bersama masyarakatnya. Ia bisa menciptakan kesejahteraan dan kebahagiaan untuk banyak orang.
Anatomi Kekuasaan
Kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi dunia. Dengan perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan modern, kekuasaan manusia kini menjadi amat besar. Alam fisik dibentuk sedemikian rupa, sehingga bisa sesuai dengan keinginan manusia. Beberapa peradaban bahkan mencoba mengembangkan teknologi pikiran, supaya bisa menciptakan kebahagiaan hidup yang tak terpengaruh oleh perubahan keadaan.
Akar dari kekuasaan adalah kehendak. Ini kiranya sejalan dengan pandangan Nietzsche yang melihat hidup sebagai kehendak untuk berkuasa (Der Wille zur Macht). Tentu saja, kehendak tidak muncul dari ruang kosong. Ia adalah hasil dari rangkaian sebab akibat yang melahirkan energi dan dorongan kehidupan itu sendiri.
Kekuasaan lalu terwujud melalui tindakan dan keputusan. Setiap tindakan dan keputusan selalu terjadi dalam kerangka sosial. Begitu pula setiap tindakan dan keputusan selalu memiliki dampak yang bersifat sosial.