Judul: Benjang Dari Seni Terebangan Ke Bentuk Seni Bela Diri dan Pertunjukan Penulis: A. Sumiarto Widjaya Tahun: 2013 Penerbit: Wahana Iptek Bandung
Bab 1 Pendahuluan Dalam perjalanan sejarah, kebijakan politik pemerintah Hindia-Belanda melarang bentuk ilmu beladiri. Oleh karena itu ilmu beladiri berkembang menjadi seni beladiri dan menghasilkan beragam bentuk seni beladiri tradisional di Indonesia. Dalam masa pembentukannya, beberapa bentuk seni beladiri merupakan hasil dari proses akulturasi dengan unsur budaya luar, salah satunya adalah seni beladiri Benjang. Bab ini mengulas seni Beladiri Benjang yang meliputi Latar Belakang, Masalah yang Dihadapi, Maksud dan Tujuan, Sasaran Penelitian, Ruang Lingkup, Sampel Penelitian, Metodologi dan Teknik Penelitian, dan Sistematika Penelitian.
Bab 2 Tinjauan Historis Tidak ada yang tahu secara pasti kapan seni Benjang dilahirkan, namun diperkirakan cikal bakal seni ini telah ada sejak pertengahan abad ke-19 dan mulai dikenal luas oleh masyarakat pertengahan tahun 1920-an. Bab ini memaparkan sejarah perkembangan Seni Benjang dari Masa Awal Pembentukan (1852-1910), Masa Kelahiran (1911-1930), Masa Penyempurnaan (1931-1942), Masa Pendudukan Jepang (1942-1945), Masa Awal Kemerdekaan (1946-1949), Masa Orde Lama (1950-1965), Masa Orde Baru (1966-1998), dan Masa Reformasi (1999- …).
Bab 3 Waditra Sebagai sebuah seni tradisional, Benjang memiliki instrumen dasar atau alat musik yang unik (disebut waditra). Bab ini menjelaskan tentang alat instrumen dasar (alat musik) Seni Benjang yang digunakan sejak awal perkembangannya hingga kini, yang terdiri dari: kendang, kecrek, terebang, tarompet, dan bedug.
Bab 4 Benjang Gelut atau Benjang Gulat Benjang
Gelut merupakan seni beladiri yang mirip dengan olahraga Gulat, penamaan tersebut terjadi pada tahun 1920-an saat beberapa tokoh Benjang mengenal olahraga “
Weersteleun” yaitu olahraga gulat ada masa pemerintahan Hinda-Belanda. Bab ini membahas tentang seni bela diri Benjang yang mencakup: prinsip Benjang Gulat, aspek Benjang Gulat (meliputi aspek pembinaan mental-spiritual, aspek beladiri, aspek olahraga, dan aspek magis), teknik (meliputi gerak seni dan gerak beladiri), unsur (meliputi arena pertandingan, waditra dan nayaga, wasit, busana, dan hakim), dan struktur (urutan penyajian).
Bab 5 Benjang Helaran Benjang Helaran merupakan hasil dari pengembangan seni Benjang Gulat yang kemudian menghasilkan seni arak-arakan (tahun 1938). Pada awalnya Benjang Helaran dilakukan di pagi sampai siang bahkan sampai sore hari untuk memberi kabar / informasi pada masyarakat bahwa pada malam harinya akan diadakan pertandingan Benjang Gulat, kemudian Benjang Helaran berkembang menjadi seni arak-arakan yang membawa pengantin sunat. Bab ini menjelaskan tentang seni Benjang Arak-arakan yang meliputi: proses penciptaan dan estetika (alam pikiran mitis, lambang dan simbol, dan seni yang ekspresif), struktur (urutan penyajian), aspek (tata rias dan busana, unsur karawitan, unsur tari, unsur magis, dan unsur proferti), dan jumlah pemain.
Bab 6 Topeng Benjang Topeng Benjang merupakan hasil dari pengembangan Benjang Helaran yang menghasilkan seni pertunjukan teater rakyat pada tahun 1940. Bab ini membahas seni pertunjukan panggung Benjang yang meliputi: pengertian Topeng Benjang, pengaruh sosial-budaya, struktur (urutan penyajian), dan aspek (seni tari, seni musik, seni sastra, seni teater/drama, dan seni rupa).
Bab 7 Kesimpulan dan Saran Bab ini berisi kesimpulan dari keseluruhan penjelasan di bab 1 sampai bab 6, kemudian dilanjutkan dengan saran kepada para pelaku seni Benjang, masyarakat maupun instansi pemerintah.
Testimoni “Saya selaku bagian dari masyrakat Ujungberung menyambut baik dengan kehadiran buku Seni Benjang yang berjudul “Benjang, dari Seni Terebangan ke Bentuk Seni Beladiri dan Pertunjukan”, sebab dirasakan bahwa tulisan-tulisan tentang Benjang pada saat ini minim sekali, karena itu saya berharap kehadiran buku ini dapat dijadikan sumber pengetahuan tambahan bagi guru-guru Pendidikan Jasmani dan Kesenian di SD, SLTP, dan SLTA” (Drs. H. Uu Rukmana M.Si) “Saya menyambut baik terbitnya buku “Benjang, dari Seni Terebangan ke Bentuk Seni Beladiri dan Pertunjukan” ini, yang mengupas tentang seni Benjang sehingga diharapkan menumbuhkan apresiasi dalam rangka upaya membina, melestarikan, dan mengembangkan seni tersebut” (Abdul – Gani – Ketua Paguyuban Benjang Jawa Barat) “Hadirnya buku ini diharapkan bisa lebih memperjelas keberadaan seni ini. Kapan? Dimana? Dan siapa penggagas seni ini” (Hasan Yusuf – Tokoh Benjang “Surya Koncara” Cibiru) “Selain mengupas lebih dalam tentang seni Benjang, buku ini pula mengingatkan, apa yang harus diperbuat oleh kita agar seni ini tetap langgeng” (Drs. Nunu Nugraha, M.Si – Ketua BPKB – Brigade Peduli Komunitas Benjang) “Banyak orang mengenal Benjang, tetapi sedikit orang mengetahui Benjang. Lewat buku ini kita bisa mengetahui lebih banyak informasi tentang seni ini” (Drs. O. Arsanata – Tokoh Masyarakat) “Dengan bahasan yang lebih dalam tentang seni Benjang pada buku ini, diharapkan masyarakat bisa lebih menghargai pada hasil kreatifitas para seniman Benjang. Baik yang sudah meninggal ataupun yang masih hidup” (Bah Eutik – Seniman Benjang) “Perlu sebuah paradigma yang mendudukkan kebudayaan di posisi garda depan, karena pembangunan kebudayaan melalui pelestarian Seni Budaya-Tradisional merupakan landasan utama dari pembangunan di segala bidang, sehingga mampu meredam segala konflik yang terjadi di masyarakat” (Teddy Sy. Yudistiaddy, S.IP – Ketua Padepokan Benjang Bukit Paratag) “Kejelasan keberdaan seni Benjang sangatlah penting bagi pertumbuhan pendidikan, pada akhirnya diharapkan bisa menciptakan generasi yang cinta budayanya sendiri” (Agustine Sundawiati, S.IP – Praktisi Pendidikan) Review Buku Oleh: Yaya Mulya Mantri, S.Hum Info Pemesanan Buku hubungi: 085795865350 Atau bisa kunjungi laman ini:
http://zakiiaydia.com/benjang/index.html
KEMBALI KE ARTIKEL