Setelah bertahun-tahun bersama, kehidupan Laila dan Fajar akhirnya mapan. Taman baca "Rembulan" berubah menjadi perpustakaan besar yang menjadi kebanggaan desa. Mereka juga memiliki rumah yang nyaman dengan halaman penuh bunga, seperti impian Laila dahulu. Kehidupan mereka terlihat sempurna dari luar, namun takdir selalu punya cara untuk menguji kekuatan cinta.
Suatu hari, saat Laila sedang merapikan tumpukan buku di perpustakaan, seorang wanita muda bernama Rani datang. Rani adalah seorang jurnalis yang sedang melakukan penelitian tentang keberhasilan taman baca mereka. Ia ceria, ambisius, dan tampak penuh kekaguman pada Fajar.
Laila menyadari bagaimana Rani sering mencari perhatian Fajar, baik dengan pertanyaan-pertanyaan panjang tentang desain perpustakaan maupun dengan pujian-pujian kecil yang terlalu sering. Awalnya, Laila mencoba mengabaikan perasaan tak nyaman itu, berusaha percaya sepenuhnya pada Fajar.
Namun, lambat laun, kekhawatirannya semakin sulit diabaikan. Rani mulai sering datang, bahkan di waktu-waktu yang tak wajar. Ia membawa kopi untuk Fajar, menawarkan bantuan, dan berbicara dengan nada yang terlalu akrab. Laila menyimpan semua rasa itu dalam diam, takut menyuarakan kecemasannya akan dianggap sebagai rasa cemburu yang tak berdasar.
Sampai suatu malam, ketika Fajar pulang terlambat karena harus "menyelesaikan proyek bersama Rani," Laila merasa beban di hatinya tak bisa lagi ditahan.
"Fajar," ucapnya ketika mereka duduk di meja makan. Suaranya terdengar tenang, meski hatinya bergetar. "Apa yang sebenarnya terjadi antara kau dan Rani?"
Fajar terkejut, namun ia segera menjawab dengan jujur. "Tidak ada apa-apa, Laila. Aku hanya membantunya dengan penelitian, itu saja."
"Tapi kenapa aku merasa seolah dia mencoba masuk ke dalam hidup kita?" tanya Laila, matanya penuh luka.
Fajar terdiam. Ia tahu Rani memang sering mencari perhatiannya, tapi ia tidak pernah menganggapnya lebih dari sekadar kolega. Namun, melihat rasa sakit di wajah Laila membuatnya sadar bahwa ini bukan soal benar atau salah, melainkan soal perasaan.
Fajar menggenggam tangan Laila. "Aku minta maaf jika kehadirannya membuatmu merasa seperti ini. Tapi percayalah, Laila, hatiku hanya untukmu. Aku akan menyelesaikan semuanya dengan Rani."
Esok harinya, Fajar berbicara dengan Rani. Ia dengan tegas, namun sopan, menjelaskan bahwa hubungannya dengan Laila adalah segalanya baginya, dan ia tidak ingin ada kesalahpahaman yang bisa merusaknya. Rani, meski awalnya terlihat kecewa, akhirnya mengerti dan mundur.
Ketegasan Fajar menguatkan kembali kepercayaan Laila. Namun, ia juga belajar bahwa hubungan mereka memerlukan komunikasi yang lebih terbuka. Cinta bukan hanya soal percaya, tapi juga tentang saling menjaga dan menghadapi tantangan bersama.
Ujian itu tidak membuat mereka lemah. Sebaliknya, itu memperkuat ikatan mereka. Laila kembali menyadari bahwa cinta sejati bukan tentang hidup tanpa konflik, melainkan tentang bagaimana dua hati menghadapi badai bersama tanpa kehilangan arah.
Dan di malam yang damai, ketika mereka duduk berdua di bawah rembulan, Fajar berbisik pada Laila, "Tidak peduli apa yang terjadi, kau selalu menjadi satu-satunya yang aku pilih, Laila. Karena mencintaimu adalah keputusan terbaik dalam hidupku."
Laila tersenyum, matanya berkaca-kaca. Ia tahu, cinta mereka telah melewati ujian yang berat, namun tetap utuh, bahkan lebih kuat dari sebelumnya.