Tari Kataga memiliki sejarah panjang yang bermula dari peperangan antar suku di Sumba. Dalam sejarahnya, ada perjanjian di mana pihak yang menang dalam peperangan berhak membawa pulang kepala musuh sebagai tanda kemenangan, yang kemudian digantungkan di Adung Pelataran.
Walaupun Tari Kataga berakar dari gerakan peperangan, tarian ini juga diperkaya dengan nilai seni. Tarian ini diiringi oleh alat musik seperti gong dan gemercik lonceng yang berasal dari pakaian penari, serta suara teriakan penari sebagai tanda semangat dalam melawan musuh.
Gerakan dalam Tari Kataga mencerminkan kekokohan dan semangat, menggambarkan sejarah peperangan yang melibatkan ayunan pedang dan perisai. Karena kekuatan gerakannya, penari yang dipilih biasanya adalah laki-laki, dengan jumlah delapan orang dalam setiap penampilannya. Gerakan Tari Kataga melambangkan keberanian pada masa perang.
Pakaian yang digunakan oleh para penari meliputi ikat kepala, pedang, dan tameng. Baju yang dikenakan biasanya berupa kain yang dibiarkan terbuka, dipadukan dengan ikat pinggang hitam sebagai penyempurna busana Tari Kataga.
Meskipun merupakan salah satu tari tradisional tertua, Tari Kataga tetap dilestarikan hingga kini. Tarian ini sering ditampilkan dalam berbagai acara, seperti menyambut tamu, upacara adat, dan acara kebudayaan, menunjukkan keberlangsungan dan pentingnya warisan budaya ini bagi masyarakat Sumba dan Indonesia secara keseluruhan.