Salah satu isu global yang relevan dengan analisis liberalisme adalah perubahan iklim. Isu ini mempengaruhi seluruh dunia dan tidak dapat diatasi oleh satu negara saja, melainkan membutuhkan kerja sama antarnegara dan berbagai aktor internasional. Liberalisme melihat bahwa interdependensi global, di mana negara-negara saling bergantung secara ekonomi dan politik, dapat menjadi fondasi untuk kolaborasi yang lebih kuat dalam menangani masalah ini.
Organisasi internasional seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), khususnya melalui Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC), adalah contoh nyata dari pendekatan liberalisme terhadap isu perubahan iklim. PBB berfungsi sebagai platform di mana negara-negara dapat berdialog dan bernegosiasi untuk mencapai solusi bersama. Dalam hal ini, Paris Agreement pada 2015 merupakan salah satu capaian penting yang merefleksikan prinsip-prinsip liberalisme. Perjanjian ini menegaskan bahwa setiap negara harus berkontribusi dalam mengurangi emisi gas rumah kaca, tetapi juga memberikan ruang bagi fleksibilitas berdasarkan tingkat perkembangan masing-masing negara.
Dari perspektif liberal, pentingnya norma dan nilai-nilai bersama juga ditekankan dalam isu perubahan iklim. Negara-negara tidak hanya bertindak berdasarkan kepentingan nasional semata, tetapi juga atas dasar kewajiban moral untuk melindungi planet ini bagi generasi mendatang. Lembaga-lembaga internasional, seperti Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) atau Bank Dunia, juga mendorong negara-negara untuk mempertimbangkan dampak lingkungan dalam kebijakan ekonominya. Hal ini selaras dengan prinsip liberalisme yang menganggap bahwa aturan-aturan dan institusi global dapat membentuk perilaku negara agar lebih kooperatif dan bertanggung jawab.
Namun, meskipun liberalisme optimistis terhadap kemampuan institusi internasional dan kerja sama multilateral, tantangan masih tetap ada. Beberapa negara, terutama yang memiliki perekonomian besar seperti Amerika Serikat dan China, seringkali terjebak dalam dilema antara menjaga pertumbuhan ekonomi dan menekan emisi karbon. Selain itu, perbedaan kepentingan nasional dan tekanan politik domestik kadang-kadang membuat proses negosiasi menjadi rumit dan lambat.
Kendati demikian, teori liberalisme tetap meyakini bahwa dengan interaksi yang lebih erat dan mekanisme diplomasi yang efektif, negara-negara dapat mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan. Dalam hal perubahan iklim, liberalisme menawarkan pendekatan yang mengedepankan dialog, kepercayaan, dan saling keterikatan sebagai cara untuk mengatasi tantangan-tantangan global.
Secara keseluruhan, teori liberalisme dalam HI memberikan kerangka untuk memahami bagaimana kerja sama internasional dapat berperan dalam menyelesaikan isu-isu global. Melalui interdependensi ekonomi, institusi internasional yang kuat, dan norma-norma bersama, dunia diharapkan dapat mencapai solusi yang lebih baik untuk masalah-masalah kompleks seperti perubahan iklim.