sumber gambaronline.com
Wajah pucat dan isakkan putus asa itu tak pernah hilang dari pikiran Doni. Pertemuan terakhirnya dengan Sumi telah menyisakan luka yang selalu menyertai langkahnya. Ketakutannya akan menambah kesedihan dan kekecewaan ibunya, telah membuat Doni menjadi laki-laki pengecut. Adisti yang sakit dan memutuskan meninggalkan suami dan kedua anaknya telah menciptakan beban berat di hati ibu mereka. Apa yang akan terjadi padanya jika dia harus pula mengabarkan bahwa dia telah melakukan kesalahan besar dan terpaksa harus berhenti sekolah untuk bertanggung jawab dan menikahi gadis yang telah dihamilinya, bukan tidak mungkin itu akan menghancurkan perempuan yang selama ini telah membesarkan mereka berdua meski tanpa suami.
Ketika akhirnya dia memutuskan untuk bertanggung jawab, semua sudah terlambat. Sumi tak pernah datang ke pantai, tempat biasanya mereka bertemu. Di sekolah pun Sumi tak ada. Kabar angin yang dia dengar, Sumi pergi meninggalkan rumah tanpa pamit kepada kedua orang tuanya. Doni tahu, Sumi pergi terkait dengan sikap pengecutnya karena itu diam-diam dia berusaha menemukannya kembali. Ketika semua yang dilakukannya sia-sia yang bisa dilakukannya kemudian hanya menunggu. Berharap Sumi akan kembali ke pantai itu untuk menemuinya.
Waktu tak pernah berhenti. Perubahan waktu pula yang membuat semuanya terus bergerak dan berubah. Tapi, Doni masih tetap setia dengan penantiannya. Debur ombak saat menghempas karang atau buih putih yang berkejaran menuju ujung kakinya, seperti nyanyian sesal yang tak pernah terhapus dari hatinya.
Dengan beban rasa bersalah yang ditanggungnya, Doni berusaha menyelesaikan pendidikkannya. Satu janji yang tetap dia genggam hingga saat ini adalah menemukan Sumi. Mungkin saja, ketika dia bertemu lagi dengan Sumi kelak, Sumi telah menemukan jodohnya. Bagi Doni itu tidak masalah. Yang terpenting bagi Doni saat ini, Sumi tahu bahwa dia bukan laki-laki pengecut. Dia bertanggung jawab atas semua perbuatannya.
Doni juga telah berusaha menemukan Sumi, setidaknya itu yang ada di pikirannya saat memutuskan menjadi seorang guide. Dia tidak peduli dengan ijazah sarjana tekniknya. Menjadi guide memberinya banyak kesempatan berkunjung ke banyak tempat, harapannya di salah satu tempat itu ada Sumi.
Telah banyak tempat yang dia kunjungi, tetapi sosok Sumi tak juga ditemuinya. Pencarian itu mulai membuatnya lelah saat waktu menyadarkannya akan usia yang sudah tidak muda lagi. Doni akhirnya memutuskan bekerja dan menetap di sebuah daerah terpencil. Di Ujung timur Indonesia.
Sebuah notifikasi disertai gambar amplop, muncul di gatget Doni, saat dia bermaksud melepas lelah dengan membaringkan tubuhnya di atas sofa.
Om, apa kabar? Sedang di mana sekarang? Masih tetap asyik berpetualang, Om? Karena Om tidak juga menikah, terpaksa deh aku duluin. Masalahnya aku sudah menemukan gadis istimewa yang ternyata bersedia aku jadikan istri. Namanya Aliya, Om. Usianya 5 tahun lebih muda dariku. Perhatikan deh fotonya yang aku lampirkan, cantikkan? Aku hanya berharap Om bisa pulang saat pernikahanku nanti. Tidak lengkap rasanya tanpa kehadiran, Om. Setidaknya kehadiran Om menjadi pengganti Mama untukku. Pulang ya, Om.
Dion
Doni segera membalas email Dion.
Dion, Om rela kalau kamu mau menikah lebih dulu. Pernikahan itu kan tentang jodoh dan ternyata kamu yang lebih dulu menemukan jodoh. Tapi, sayangnya bulan depan Om tidak bisa pulang. Walaupun Om tidak pulang bukan berarti Om tidak berbahagia dengan kabar ini. Om sangat bahagia. Gadismu memang cantik. Sangat cantik malah. Kamu sudah selidiki keturunannya? Jangan menikahi gadis yang tidak jelas asal-usulnya, ya. Cantik saja tidak cukup. Dia juga harus keturunan orang baik-baik. Kamu pasti paham maksud, Om.
Doni
@@@
Doni terus menatapi layar leptopnya. Gambar sepasang pengantin yang berbahagia itu sungguh menarik perhatiannya, terutama wajah Aliya. Bukan, bukan kecantikannya itu yang menarik perhatian Doni. Getaran halus yang muncul tiba-tiba di dalam hatinya, itu yang mengganggunya.
Doni memang tidak hadir dalam pernikahan itu. Walaupun dia ingin. Pernikahan Dion berbarengan dengan sebuah tugas yang dibebankan kepadanya dan tak ada yang bisa menggantikannya. Untuk berbagi kebahagiaan Dion mengirimkan foto-foto itu ke alamat emailnya.
Rasa itu belum dirasakannya saat pertama kali Dion memperkenalkan wajah cantik Aliya kepadanya. Tapi, kali ini entah mengapa, gambar wajah yang tengah dipandanginya ini mengingatkannya kepada seseorang. Foto yang pernah dikirimkan Dion sebelumnya menunjukkan wajah cantik dengan wajah yang agak bulat. Wajah yang tampil di layar laptopnya kali ini, mungkin efek rias pengantin, terlihat lebih tirus dan sangat mirip perempuan yang selama ini dicarinya, Sumi.
Detak jantung Dion semakin menguat saat pikirannya menciptakan banyak kemungkinan tentang Aliya.
“Siapakah gadis ini?” pertanyaan ini berputar-putar di kepalanya.
“Apakah dia anak Sumi? Anakku?”
Masa lalu itu terus mengusik Doni, lewat wajah Aliya. Doni ingin bertanya lebih banyak tentang Aliya kepada Dion, tetapi dia tak ingin mengusik kebahagiaan Dion. Ini bukan masalah sederhana. Tidak bagi Dion. Apalagi bagi Aliya.
Getaran-getaran halus kini berubah menjadi debar-debar kerinduan. Kerinduan kepada Sumi yang telah disembunyikannya dalam-dalam di sudut hati yang paling tersembunyi. Rindu yang hadir lagi seiring rasa bersalah yang terkadang tak tertanggungkan. Berharap kan terjadi lagi pertemuan indah yang kan menyembuhkan segala luka.
Doni bangkit meninggalkan meja kerjanya. Berwudu dan melaksanakan sholat. Itu yang akan dilakukannya. Tak ada cara lain yang dia yakini dapat melegakan kesempitan pikirannya. Melalui sholat, dia berusaha memohon ampunan atas seluruh dosa yang telah dilakukannya.
Bersambung