Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan Pilihan

Antara yang “Hak dan Wajib”

27 Januari 2014   15:40 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:25 46 1

Saya sengaja menulis ini karena prihatin dengan kondisi jalan, terutama di Kota Semarang, Jawa Tengah. Saya tulis “Kota Semarang” karena di provinsi yang terdiri dari 35 kabupaten/kota ini, ada Kota dan Kabupaten Semarang. Sementara penulis ingin bertutur tentang Kota Semarang.

Kota Semarang selain menjadi Ibu kota Provinsi Jawa Tengah, juga menjadi titik temu jalur utama transportasi terutama jalur darat di jalur Pantai Utara (Pantura). Lihatlah, nyaris semua kendaraan ekspedisi pembawa bahan pokok, sayuran dan lain-lain, lalu lalang dari Jawa Timur menuju Jawa Barat, Jakarta dan Banten. Bisa dibayangkan berapa ratus/ribu kendaraan yang melintasi jalur ini dalam hitungan hari, minggu dan bulan. Belum lagi kendaraan pribadi yang hilir mudik setiap jam keluar masuk ke Kota Semarang. Tentu jika dilihat kondisinya seperti ini, maka tak terbayangkan betapa beban berat jalan sudah tak terbendung lagi. Padahal ruas jalan dan maaf“kualitas jalan hanya begitu-begitu saja.”

Memasuki pekan ke-4 di bulan Januari 2014, ruas jalan utama penghubung kota Semarang, seperti dari arah Purwodadi (Kabupaten Grobogan), Kabupaten Kendal dan Kabupaten Demak, banyak yang rusak. Pun dengan jalan-jalan utama di dalam Kota Semarang banyak yang rusak. Salah satu contohnya di sepanjang Jalan Woltermonginsidi (penghubung Semarang Timur-Genuk ataupun pantura timur). Kondisi jalan sepanjang lebih dari 8 km ini, memprihatinkan. Ada ban mobil bekas, ada peti tempat buah, kardus, bebatuan dan macam-macam lainnya, sengaja ditaruh di dalam jalan yang rusak/berlubang oleh warga, agar pengguna jalan waspada terhadap kondisi jalan yang rusak. Dengan demikian, pengendara akan mengurangi laju kecepatan dan selalu waspada. Belum lagi di Jalan Sarwo Edi Wibowo (jalan penghubung Penggaron Semarang dan Perumahan Pucang Gading Kabupaten Demak) juga rusak parah. Di sini, warga menanam dua pohon pisang di jalan yang rusak, sebagai bentuk protes karena pemerintah dianggap ‘lambat’ merespon laporan jalan rusak.

Banyak alasan mengapa jalan rusak tidak segera diperbaiki, diantaranyakarena masih musim hujan sehingga tak mungkin memperbaikinya sesegera mungkin (kata para ahli, aspal kalah dengan air), anggaran yang belum keluar karena menunggu APBD ataupun APBD-P dan masih menunggu proses lelang. Karena jika tidak sesuai prosedur, bisa bermasalah dan bisa-bisa diadukan ke KPK. Tapi apakah dengan demikian, rakyat tak boleh meminta hak-nya untuk mendapatkan jalan yang mulus?. Bagaimana jika pengguna jalan terjatuh dan terluka?. Siapa yang akan membayar biaya pengobatan tersebut?.

So, perlu terobosan jitu agar kewajiban dan hak bisa berjalan beriringan seperti sahabat karib yang tak terpisahkan oleh jarak dan waktu. Agar rakyat/pengguna jalan tak celaka dan aparat (Dinas PU/Bina Marga) juga tak perlu masuk bui untuk memperbaiki jalan rusak. (Yes)

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun