Bagi bangsa Indonesia, Pancasila telah diterima sebagai dasar negara. Pancasila berisikan lima asas, prinsip, atau nilai yakni ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan. Ketentuan mengenai lima nilai ini dimuat dalam konstitusi negara Indonesia yakni pada bagian Pembukaan UUD 1945 alinea IV. Pancasila, dengan mengacu pada teori kewarganegaraan komunitarian (Will Kymlicka, 2001) dan fungsionalisme struktural (George Ritzer, 2004), dapat dikatakan berisi gagasan tentang kehidupan yang baik, merupakan hasil kesepakatan komunitas, nilai sosial bersama yang turut menentukan kehidupan, dan dapat menjadi sumber bagi terjadinya integrasi sosial.
Sebagai nilai kebajikan dan nilai sosial bersama, maka Pancasila perlu diaktualisasikan, diimplementasikan dan disosialisasikan kepada warganya demi eksistensi dan kelangsungan kehidupan berbangsa di Indonesia. Menurut Kaelan (2007), aktualisasi itu dapat dilakukan antara lain dengan; revitalisasi epistemologis, menjadikannya sebagai landasan etik pengetahuan, sosialisasi lewat pendidikan, dan menjadikannya sebagai sumber material hukum Indonesia.
1
Sastrapetedja (2007) juga menyatakan bahwa "mediasi" untuk kontekstualisasi dan implementasi Pancasila adalah melalui interpretasi, internalisasi atau sosialisasi, misalnya melalui pendidikan. Berdasar dua pendapat di atas, implementasi Pancasila dapat dilakukan melalui jalur pendidikan.
Pengalaman menunjukkan bahwa implementasi Pancasila melalui jalur pendidikan dilakukan dengan memuatkannya sebagai bagian dari materi pembelajaran (instructional material) Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) di Indonesia. Upaya menjadikan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) sebagai sarana bagi sosialisasi Pancasila ini pernah dilakukan pada masa Orde Lama yakni dengan pelajaran Civics (1960), Orde Baru, dengan menerapkan mata pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP) kurikulum 1975, 1984 dan pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) berdasar kurikulum 1994. Orde reformasi dengan pelajaran Kewarganegaraan (2004), Pendidikan Kewarganegaraan (2006) dan PPKn (2013).
Berdasar pengalaman di atas, Pancasila selalu menjadi bagian dari materi pendidikan kewarganegaraan Indonesia. Artinya Pancasila menjadi muatan materi dari PKn. Pancasila sebagai konsep sendiri memiliki makna dan penjelasan yang beragam sejalan dengan pendekatan pemikiran yang dilakukan. Dengan demikian patut dipertanyaan perihal isi Pancasila apakah dan nilai-nilai Pancasila yang manakah yang seyogyanya dapat dijadikan muatan materi dalam Pendidikan Kewarganegaraan saat ini belum terumuskan secara jelas dan benar. .
Persoalan tentang muatan materi Pancasila dalam PKn juga penting untuk dijelaskan oleh karena Pancasila sendiri sebagai objek kajian atau muatan PKn di Indonesia telah lama diakui dan dijalankan. Materi Pancasila dapat dikatakan sebagai bahan PKn yang bersifat "The Great Ought" dimana setiap bangsa pasti akan melakukan internalisasi bahan tersebut sebagai persyaratan objektif bangsa yang bersangkutan (Numan Somantri, 2001). Materi Pancasila dalam PKn termasuk structural formal content yang bersifat tetap dan menjadi pemersatu (Sapriya, 2007). Sebagai materi yang bersifat "The Great Ought" dan termasuk structural formal content seharusnya materi Pancasila bersifat tetap dan tidak berubah.
Kajian ini penting untuk dilakukan oleh karena beberapa hal. Pertama, bahwa Pancasila sebagai sistem nilai yang telah diangkat sebagai dasar negara membutuhkan implementasinya dalam kehidupan. Kedua, implementasi Pancasila dapat dilakukan melalui berbagai cara, salah satunya melalui pendidikan. Ketiga, bahwa Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) memiliki kaitan erat dengan Pancasila. Pancasila baik sebagai ideologi dan dasar negara merupakan bagian dari ontologi PKn. Keempat, isi atau muatan Pancasila yang disosialisasikan kepada warga dapat digunakan untuk membangun identitas atau jatidiri bangsa, oleh karena Pancasila diakui menjadi dasar bagi pembangunan identitas bangsa Indonesia dan merupakan salah satu unsur dari identitas itu sendiri. Kelima, isi Pancasila dalam pendidikan kewarganegaraan di Indonesia masih menghadapi kelemahan dalam hal metode pembelajaran yang cenderung indoktrinatif dan juga muatan Pancasila itu sendiri yang cenderung ditafsirkan sebagai sarana untuk melegitimasi kekuasaan yang ada. Keenam, Pancasila yang memiliki beragam status, makna, dan tafsiran membutuhkan penataan dan pengorganisasin yang
2
jelas sebagai materi PKn. Ketujuh, sepanjang pengetahuan penulis, sampai saat ini belum ada kajian akademik yang secara khusus menganalisis dan merumuskan materi Pancasila dalam Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) di sekolah mengingat pengalaman bahwa Pancasila selalu menjadi isi PKn.
Guna menemukan data atas kajian di atas dilakukan studi dokumentasi, wawancara mendalam dan observasi. Pengumpulan, analisis dan interpretasi atas dokumen mencakup teks-teks tertulis: dokumen kenegaraan (dokumen formal) berupa peraturan perundangan yakni peraturan perundangan yang berisikan ketetapan politik mengenai pendidikan kewarganegaraan di Indonesia dan Pancasila, Rencana mengajar guru PKn, buku teks PKn, modul atau lembar kegiatan siswa yang digunakan dalam pembelajaran PKn , buku referensi, jurnal, makalah, dan laporan penelitian yang berkaitan dengan variabel Pancasila dan PKn. Informan dipilih melalui selective dan snowball sampling yang meliputi para pakar di berbagai bidang (filsafat Pancasila, PKn, sejarah, dan sosial), dan guru PKn. Teknik wawancara ini selanjutnya akan didukung melalui Focus Group Discussion (FGD) dengan para guru PKn. Analisis data dilakukan dengan model analisis induktif (Patton,1990) yakni analisis terhadap pola- pola, tema-tema dan kategori-kategori berasal dari data; ia berasal dari data yang tidak ditentukan sebelum pengumpulan dan analisis.
.
Kerangka Teori
1. Materi Pembelajaran dalam Kurikulum
Materi pembelajaran (instructional material) merupakan bagian dari
kurikulum pendidikan. Kurikulum sebagai program pendidikan merupakan suatu sistem yang memiliki komponen-komponen yakni tujuan, isi, organisasi dan strategi (Burhan Nurgiyantoro, 1988); tujuan kurikulum, bahan pelajaran, proses belajar mengajar dan evaluasi atau penilaian (S. Nasution, 1994); tujuan, isi atau materi, proses atau sistem penyampaian dan media, serta evaluasi (Nana Syaodih Sukmadinata, 1997). Jadi isi atau bahan ajar merupakan bagian atau salah satu komponen kurikulum.
Isi merupakan hal yang terpenting bahkan banyak orang memandang isi tidak lain dari kurikulum itu sendiri. Isi terdiri atas fakta, konsep, generalisasi, ketrampilan, dan sikap yang terdapat dalam bahan ajar (Burhan Nurgiyantoro, 1988). Ansyar (1989) menyatakan secara umum materi pendidikan yang termuat dalam kurikulum meliputi tiga komponen yakni ilmu pengetahuan, proses dan nilai-nilai. Dalam Depdiknas (2004:4) disebutkan materi pembelajaran (instructional material) terdiri atas pengetahuan (kognitif), sikap (afektif) dan ketrampilan (psikomotorik).
Materi bisa dibedakan menjadi dua yakni materi esensial dari suatu ilmu dan materi pendidikan (Karhami, 2000) atau materi teoritis dan materi pendidikan (Ansyar,1989). Pembedaan lain diperkenalkan oleh Lee S Shulman dalam artikel berjudul Those who understand: Knowledge growth in teaching (1986) yang membedakan antara content knowledge dan pedagogical content knowledge. Pedagogigal Content Knowledge (PCK) terdiri atas atau merupakan intersection antara Content Knowledge dan Pedagogical Knowledge. Menurut Shulman, content knowledge mencakup " knowledge of concepts, theories, conceptual
3
frameworks as well as knowledge about accepted ways of developing knowledge" (http://www.leeshulman.net/domains.html) . Sedangkan pedagogical knowledge dikatakan meliputi " generic knowledge about how students learn, teaching approaches, methods of assessment and knowledge of different theories about learning " (http://www.leeshulman.net/domains.html). Guru yang memiliki pengetahuan tentang materi pelajaran dan strategi pedagogis umum, meskipun perlu, tetapi tidak cukup untuk mendapatkan pengetahuan guru yang baik. Untuk keluar dari masalah ini guru perlu berpikir tentang bagaimana konten tertentu harus diajarkan, ia memerlukan pengetahuan konten (isi) yang berhubungan dengan proses pengajaran, termasuk cara membuat dan merumuskan materi sehingga bisa dipahami oleh orang lain. Guru memerlukan pengetahuan yang disebut pedagogical content knowledge.
Berdasar tiga pendapat di atas, pada intinya sama yakni ada materi yang bersifat teoritis, materi pengetahuan atau masih berdasar ilmu dan ada materi pendidikan yakni materi yang disiapkan untuk keperluan pendidikan. Sebuah materi teoritis belum dapat begitu saja diajarkan sebelum dikembangkan sebagai materi pendidikan.
Selanjutnya, Ansyar (1989) menyatakan ada beberapa kriteria untuk menetapkan materi teoritis menjadi materi pendidikan yang akan dimuat dalam kurikulum sekolah. Pertama, signifikansi dalam arti menentukan bagian apa dari suatu ilmu yang perlu dimasukkan atau ditekankan. Dua, kebutuhan sosial dalam arti pemilihan materi untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki fungsi sosial. Tiga, kegunaan dalam arti materi pendidikan dapat bermanfaat bagi peserta didik, sekolah, dan masyarakat. Empat, minat dalam arti pemilihan materi hendaknya didasarkan atas minat dan kebutuhan siswa. Lima, perkembangan manusia dalam arti pemilihan materi pendidikan selayaknya mempertimbangkan pula perkembangan psikologis dan sosial peserta didik dan enam, struktur disiplin ilmu dalam arti pilihan materi pendidikan yang dimuat selayaknya mencakup pula struktur bidang ilmu tertentu agar peserta didik dapat leluasa belajar dalam kerangka fikir ilmuwan.
Karhami (2000) juga mengemukakan sejumlah kreteria untuk memilih materi esensial dari suatu ilmu menjadi materi pendidikan dalam kurikulum. Pertama, materi sebaiknya mengungkap gagasan kunci dari ilmu. Dua, materi dipilih sebagai struktur pokok suatu mata pelajaran. Tiga, materi perlu menerapkan penggunaan metode inquiri secara tepat. Empat, konsep dan prinsip yang dapat dipilih dapat memuat pandangan global yang luas dan lengkap. Lima, seimbang antara materi teoritis dengan materi praktis dan enam, materi perlu mendorong daya imajinasi siswa. Pendapat yang lebih sederhana menyatakan bahwa untuk kepentingan pendidikan, materi teoritik ilmu perlu diorganisasikan dan dikembangkan secara ilmiah dan psikologis (Numan Somantri, 2001).
2. Isi PKn
Mengacu pendapat Margaret Stimman Branson (1998), komponen utama
dari Pendidikan Kewarganegaraan meliputi 3 (tiga) hal, yaitu civic knowledge, civic skills, dan civic dispotitions. Civic knowledge berkaitan dengan isi atau apa yang seharus warganegara ketahui. Civic skills merupakan ketrampilan apa yang
 4
seharusnya dimiliki oleh warganegara yang mencakup; ketrampilan intelektual dan ketrampilan partisipasi. Sedangkan civic dispotitions berkaitan dengan karakter privat dan publik dari warganegara yang perlu dipelihara dan ditingkatkan dalam demokrasi konstitusional.
Sapriya (2007) dengan mendasarkan pada pendapat Hanna dan Lee (1962) mengemukakan bahwa content untuk Social Studies dapat meliputi 3 (tiga) sumber, yaitu pertama, informal content yang dapat ditemukan dalam kegiatan masyarakat, kegiatan anggota DPR, kegiatan pejabat, dan lain-lain. Kedua, the formal content disiplines yang meliputi geografi, sejarah, ilmu politik, ekonomi, sosiologi, filsafat, antropologi, dan yurisprudensi. Ketiga, the response of pupils yaitu tanggapan siswa baik yang bersifat informal content maupun formal content. Bahan ini dapat dikembangkan pada isi atau content PKn dengan catatan perlu disesuaikan dengan visi, misi, dan karakterisik PKn.
Jika dikaitkan dengan formal content dicipline maka maka bahan PKn dapat diambilkan dari ilmu politik yakni civics atau ilmu kewarganegaraan. Secara keilmuan, apabila bertolak dari ilmu kewarganegaraan (civics) yang merupakan cabang dari ilmu politik, maka bahan ajar untuk PKn menfokuskan pada demokrasi politiknya yang selanjutnya masih perlu disesuaikan dengan tingkat kebutuhan siswa atau disebut basic human activities (Numan Somantri, 2001).
Pancasila termasuk konten (isi) PKn yang sifatnya formal structure. Menurut Sapriya (2007) isi yang bersifat formal structure harus sama dan tidak bisa ditawar-tawar (unnegotiated, given) karena merupakan unsur perekat dan pemersatu bangsa yang akan memperkuat semangat kebangsaan Indonesia. Numan Somantri (2001) menyebut Pancasila dan UUD NRI 1945 sebagai bahan PKn Indonesia yang bersifat "The Great Ought", termasuk Unavoidable Indotrination, yang perlu diinternalisasikan kepada warga negara.
Hasil dan Pembahasan
1. Muatan materi Pancasila sebagai isi PKn
Menurut Azis Wahab dan Sapriya (2007), PKn di Indonesia dimulai
dengan nama Civics yakni dalam buku Manusia dan Masyarakat Baru Indonesia (Civics) karangan Mr. Soepardjo, dkk diterbitkan oleh Departemen Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan tahun 1960. Dalam buku ini, materi Pancasila dimuat sebagai salah satu dari 8 (delapan) bagian isi buku. Pada bagian Pancasila memuat materi Arti Persatuan, Bentuk Pantjasila, Pantjasila sebagai alat persatuan, Pantjasila sebagai kepribadian bangsa, Pantjasila dan ilmu pengetahuan, Pantjasila sebagai dasar negara, Pantjasila sebagai way of life dan Realisasi Pantjasila dalam masyarakat (Soepardo, et al, 1960)
Muatan Pancasila dalam pendidikan kewarganegaraan tahun 1960 yang pada waktu itu bernama Civics, berisikan dua hal, yakni mengenai bentuk Pancasila dan kedudukan atau arti penting Pancasila. Bentuk Pancasila yang dimaksud adalah arti dari kata Pancasila yakni lima dasar. Arti ini berkaitan dengan konteks Pancasila secara politik yakni ketika pertama kali dikemukakan oleh Soekarno dalam pidato di sidang I BPUPKI tanggal 1 Juni 1945. Arti Pancasila dalam konteks politik ini berbeda dan tidak berhubungan dengan arti kata Pancasila yang berasal dari konsep agama Budha yang bermakna lima
5
pantangan hidup. Bentuk Pancasila juga berarti susunan sila-sila Pancasila. Susunan Pancasila bermula dari Soekarno tanggal 1 Juni 1945 sebagai usul dasar filsafat negara berisi lima dasar. Susunan Pancasila dari Soekarno ini berubah ketika ditetapkan menjadi dasar negara termuat dalam Pembukaan UUD NRI 1945 dan berubah lagi ketika termuat dalam bagian Mukadimah dalam Konstitusi RIS 1945 dan UUD Sementara RI tahun 1950. Muatan perihal kedudukan atau arti penting Pancasila dalam kehidupan bernegara disebutkan sebagai alat persatuan, sebagai kepribadian bangsa, sebagai metode dan pangkal tolak pembahasan ilmu pengetahuan sosial dan Pancasila sebagai way of life.
Setelah terjadinya perubahan kurikulum 1975 dengan menggunakan nama Pendidikan Moral Pancasila, maka Pancasila juga dimuatkan sebagai bagian dari materi pendidikan kewarganegaraan. Pada buku Pendidikan Moral Pancasila terbitan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan untuk tingkat SLTP kelas 1 tahun 1980, materi Pancasila dimuat kedalam 3 bab yakni Bab V Dasar Negara Pancasila (1), Bab VI Dasar Negara Pancasila (2) dan Bab VII Hubungan Pancasila dengan UUD NRI 1945.
Perihal pengamalan Pancasila dikemukakan ada dua, yakni pengamalan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa dan pengamalan Pancasila sebagai dasar negara. Kita mengamalkan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa bilamana sikap mental/batin, cara berfikir, dan bertingkah laku dijiwai oleh sila- sila Pancasila yang bersumber pada Pembukaaan dan Batang Tubuh UUD NRI 1945 dan bilamana tidak bertentangan dengan norma --norma yang berlaku. Pengamalan Pancasila sebagai dasar negara pada dasarnya adalah melaksanakan seluruh pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam pembukaan, batang tubuh beserta penjelasannya (Depdikbud, 1983). Materi Pancasila juga memuat butir- butir P4 berdasar ketetapan MPR RI tahun 1978, yang dikatakan bahwa ketetapan tersebut memberi petunjuk-petunjuk yang nyata dan jelas wujud pengamalan sila- sila Pancasila. Butir-butir pengamalan Pancasila dalam naskah P4 atau Eka Prasetya Panca Karsa berjumlah 36 butir, yang terbagi 4 butir sila I, 8 butir sila II, 5 butir sila III, 7 butir sila IV dan 12 butir sila V (Depdikbud, 1983).
Berdasar data di atas, dapat dikemukakan bahwa muatan Pancasila dalam pelajaran Pendidikan Moral Pancasila menekankan pada status pokok Pancasila dasar negara dan Pancasila pandangan hidup bangsa. Dua status dan fungsi pokok ini selanjutnya diuraikan dan dijabarkan status-status lain daripada Pancasila yang kesemua itu dapat dikembalikan lagi kepada dua fungsi pokok tersebut. Fungsi pokok Pancasila dasar negara meliputi ; 1) Pancasila sebagai dasar falsafah Negara, 2) Pancasila sebagai sumber tertib hukum, 3) Pancasila sebagai perjanjian luhur bangsa (waktu mendirikan negara), 4) Pancasila sebagai cita-cita dan tujuan negara (seperti terkandung dalam Pembukaan UUD NRI 1945) dan 5) Pancasila sebagai falsafah hidup yang mempersatukan bangsa. Fungsi Pancasila pandangan hidup bangsa meliputi ; 1) Pancasila sebagai jiwa bangsa Indonesia, 2) Pancasila sebagai kepribadian bangsa Indonesia, dan 3) Pancasila sebagai falsafah hidup bangsa Indonesia.
Materi Pancasila lain yang dimuat adalah sejarah perumusan Pancasila dasar negara dan pengamalan Pancasila. Sejarah perumusan Pancasila dimulai dengan masa penjajahan Jepang sampai pengesahan Pembukaan UUD oleh PPKI
6
tanggal 18 Agustus 1945 yang didalamnya memuat Pancasila. Pengamalan Pancasila berisikan pengamalan Pancasila dalam statusnya sebagai dasar negara dan pengamalan Pancasila dalam statusnya sebagai pandangan hidup. Jadi ada pembedaan jenis pengamalan Pancasila.
Dengan keluarnya kurikulum 1994, terjadi perubahan nama pendidikan kewarganegaraan dari sebelumnya Pendidikan Moral Pancasila (PMP) menjadi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan disingkat PPKn. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan ini sebagai tindak lanjut pelaksanaan Pasal 39 Ayat 2 Undang-Undang No. 2 Tahun 1989 yang mengamanatkan perlunya Pendidikan Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan sebagai kurikulum wajib.
Pada buku Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) untuk SMP kelas 1 terbitan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan tahun 1994, materi Pancasila secara tersurat tidak disebutkan sebagai salah satu materi. Tidak ditemukan kata "Pancasila" sebagai salah satu bab atau bahasan dari buku tersebut. Demikian pula pada Buku Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) untuk SMP kelas 2 dan kelas 3. Materi Pancasila dalam PPKn diwujudkan dalam bentuk topik-topik nilai dan sikap sebagai jabaran dari Pancasila yang terdapat dalam P4. Topik-topik tersebut, misalnya Ketakwaan, Cinta Tanah Air, Musayawarah, Tenggang Rasa, Kesetiaan, Kebersihan , dan sebagainya
Berdasar topik-topik di atas, dapat dikemukakan bahwa muatan Pancasila dalam PPKn berisi uraian perihal isi Pancasila. Materinya menekankan pada nilai- nilai Pancasila sebagai upaya memantapkan usaha pengahayatan dan pengamalan Pancasila di sekolah. Nilai-nilai Pancasila ini diturunkan dari butir-butir P4 yang kemudian dijadikan pokok bahasan. Dengan demikian pokok bahasan dalam PPKn pada dasarnya adalah nilai-nilai Pancasila yang telah terjabarkan pada butir- butir P4. Pokok bahasan disusun berurutan mulai dari butir nilai dan sikap pada sila I, dilanjutkan sila II, III, IV dan V. Jika pokok bahasan masih memungkinkan ditambah maka diulang kembali dari sila I pada butir nilai dan sikap yang selanjutnya.
Dalam kurikulum Pendidikan Kewarganegaraan sekolah tahun 2006 dimuat ruang lingkup Pancasila sebagai salah satu isi materi PKn 2006. Ruang lingkup Pancasila ini berisikan materi: 1) Pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, 2) Proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara, 3) Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara, dan 4) Pancasila sebagai ideologi terbuka. Keempat materi Pancasila ini dalam kurikulum telah disusun peruntukkannya sesuai dengan jenjang pendidikan di sekolah. Untuk materi 1) Pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari dan 2) Proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara diperuntukkan bagi PKn tingkat SD. Materi kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara diperuntukkan bagi PKn jenjang SMP. Materi Pancasila sebagai ideologi terbuka diperuntukkan bagi PKn jenjang SMA.
Muatan Pancasila dalam PKn 2006 khususnya untuk jenjang SMP memuat kedudukan atau status Pancasila dasar negara, ideologi negara, pandangan hidup bangsa dan jatidiri bangsa. Pemuatan status -- status tersebut tidak diikuti penjelasan sistematis terhadapnya. Pancasila dasar negara memuat banyak makna atau tafsir, yakni menjadi dasar penyelenggaraan bernegara,
7
menjadi acuan penyusunan etika, dan menjadi paradigma pembangunan. Sementara itu, isi masing-masing sila Pancasila dijelaskan dalam kaitannya dengan karakteristik Pancasila sebagai ideologi. Muatan lain adalah materi mengenai upaya mempertahankan Pancasila dengan jalan melaksanakan Pancasila dalam kehidupan bernegara, melaksanakan Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, dan melalui bidang pendidikan.
Berdasarkan temuan penelitian diketahui muatan Pancasila dalam PKn SMP 2006 berisikan: pertama, muatannya lebih menekankan pada status Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara. Dua, makna ideologi ditafsirkan secara sempit atau dalam pengertian sempit yakni seperangkat gagasan yang sifatnya utuh, sistematis, dan menyeluruh. Tiga, makna dasar negara ditafsirkan sebagai dasar untuk mengatur penyelenggaraan bernegara yang berimplikasi menjadikan setiap tingkah laku dan setiap pengambilan keputusan para penyelenggara negara dan pelaksana pemerintahan harus selalu berpedoman pada Pancasila, menjadi sumber acuan dalam menyusun etika kehidupan berbangsa dan menjadi paradigma pembangunan. Empat, tidak dijelaskan secara terbedakan makna Pancasila sebagai dasar negara dan sebagai ideologi negara. Lima, ideologi Pancasila dinyatakan memiliki karakteristik yang berbeda bila dibandingkan dengan ideologi lain dan jika dihubungkan dengan lima sila kandungannya. Makna dari masing-masing sila Pancasila berkaitan dengan status Pancasila sebagai ideologi. Enam, upaya mempertahankan Pancasila dapat dilakukan dengan jalan melaksanakan sila-sila Pancasila dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat, dan melakukan pendidikan Pancasila di sekolah.
2. Implementasi Pancasila melalui PKn
Para informan pakar pada umumnya sependapat bahwa pendidikan
kewarganegaraan berkaitan dengan Pancasila yakni pendidikan kewarganegaraan di Indonesia bertugas membelajarkan Pancasila kepada para siswa. Namun kaitan antara pendidikan, pendidikan kewarganegaraan dan Pancasila lebih dari sekedar hal tersebut. Bahwa Pancasila itu menjadi dasar, asas bagi pendidikan nasional dan Pancasila itu ada dalam PKn. PKn secara umum bertugas mendidik warga negara agar paham dan menjadi warga negara yang baik. Dengan menyampaikan Pancasila melalui pendidikan kewarganegaraan mendidik agar warga negara tahu local wisdom, pengalaman sejarah, sistem kenegaraan, sadar apa yang ada dalam negara, tahu hak dan kewajibannya sehingga nanti kita tidak kehilangan jatidiri bangsa, bukan melulu demokrasi. Sebenarnya Pancasila itu core dari pendidikan kewarganegaraan di Indonesia. Ia menjadi jatidiri pendidikan kewarganegaraan bukan melulu pendidikan demokrasi Selanjutnya, pakar tidak mempersoalkan cara mengimplementasikan, tetapi muatan Pancasila seperti kaidah local wisdom, sistem hukum, moral negara Indonesia perlu diberikan. Dengan Pancasila ini, PKn bicara dari sisi filosofi. Jadi isi Pancasila dimasukkan dalam PKn guna mendidik warga negara yang baik perlu tahu filosofi negaranya. Indonesian filosofinya perlu menjadi isi PKn di Indonesia. Terdapat kesepakatan pandangan bahwa PKn memiliki kaitan dengan Pancasila. Kaitan itu adalah Pancasila menjadi isi atau muatan PKn. Dengan muatan Pancasila itu akan menjadikan PKn di Indonesia
8
memiliki jatidiri sebagai pendidikan yang bertugas membentuk warga negara yang baik untuk konteks Indonesia. Pancasila menjadi core-nya PKn di Indonesia. Perihal bagian atau sisi Pancasila manakah yang dapat dimuatkan dalam
PKn, berdasar pandangan pakar dapat diambil beberapa temuan penelitian. Pertama, isi Pancasila dalam PKn dapat berwujud dua hal yakni isi Pancasila sebagai kajian atau objek itu sendiri (Pancasila sebagai genetivus objectivus) dan kajian menurut perspektif Pancasila atau Pancasila sebagai genetivus subjectivus. Dua, sebagai objek kajian, isi Pancasila yang dimuat dalam PKn bisa dari berbagai perspektif, misal dari sisi sejarahnya (sejarah perjuangan bangsa, proses perumusan Pancasila), sisi hukumnya (Pancasila sebagai sumber hukum yang regulatif maupun konstitutif yang terjabar dalam UUD 1945), sosiologis kultural (pengamalan nilai Pancasila ), politik (etika politik), dan kajian filsafat (makna Pancasila, ideologi terbuka). Tiga, muatan Pancasila juga bisa digali dan dijabarkan dari tiga kedudukan Pancasila yakni Pancasila sebagai dasar negara, Pancasila sebagai ideologi nasional dan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa. Muatan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa penting karena mendasari fungsi yang lain serta dapat menjadi sumber pengembangan jatidiri bangsa. Empat, Pancasila sebagai objek kajian ini, perspektif yang dipilih dan mau diajarkan disesuaikan dengan jenjang pendidikan, tingkat kebutuhan dan perkembangan siswa. Lima, Pancasila sebagai salah satu objek kajian dalam PKn secara materi bersifat perennial, merupakan nilai-nilai luhur warisan para pendahulu bangsa, namun dalam cara penyajiannya dapat dikembangkan sesuai dengan minat kebutuhan siswa sehingga bisa menarik (progressivism). Enam, Pancasila dalam PKn sekarang ini lebih banyak sebagai objek kajian, lebih banyak sebagai genetivus objectivus, belum diisi dengan sifat genetivus subjectivus. Tujuh, pengembangan muatan Pancasila sebagai genetivus subjectivus perlu dilakukan agar mewarnai setiap kajian dalam PKn agar setiap bahasan PKn dapat dikaji dari Pancasila, nilai-nilai Pancasila mendasari setiap bahasan PKn, dan Pancasila menjadi core-nya PKn yang mampu memancarkan energi terhadap semua isi yang termuat di PKn Indonesia.
Berdasar pada temuan penelitian, maka isi atau konten materi Pancasila yang terdapat pada PKn dalam statusnya sebagai mata pelajaran di sekolah dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori. Pertama, materi yang berisikan status, kedudukan, peran, atau fungsi Pancasila pada kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia berikut penjelasan akan kedudukan tersebut. Status, kedudukan, peran, atau fungsi Pancasila menurut Notonagoro (1980) diistilahkan sebagai rumus Pancasila, sedang menurut Pranarka (1985) disebutnya eksistensi Pancasila. Dua, materi yang berisikan isi yang terkandung dari konsep Pancasila itu sendiri. Berdasar pengkategorian ini, dapat disimpulkan materi Pancasila dalam PKn berisikan dua hal yakni perihal rumus atau eksistensi dan perihal isi atau substansi Pancasila.
Kategori status dan pengertian Pancasila tersebut, sebagai berikut;
Tabel 1
Kategori status Pancasila dalam pelajaran PKn di Indonesia
9
 No 1
2
Pelajaran PKn
Status dan Fungsi Pancasila
  Civics (19 62)
  Pancasila sebagai alat persatuan Pancasila sebagai kepribadian bangsa Pancasila dan ilmu pengetahuan Pancasila sebagai dasar negara Pancasila sebagai way of life
  Pendidikan Moral Pancasila (1975-1984)
 Pancasila sebagai jiwa bangsa Indonesia
Pancasila sebagai kepribadian bangsa
Pancasila sebagai falsafah hidup bangsa Indonesia, ketiganya ini masuk kepada fungsi pokok Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia Pancasila sebagai dasar falsafah negara,
Pancasila sebagai sumber tertib hukum,
Pancasila sebagai perjanjian luhur bangsa Pancasila sebagai cita-cita dan tujuan bangsa Pancasila sebagai falsafah hidup yang mempersatukan kita, kelima status ini masuk pada fungsi pokok Pancasila sebagai dasar negara.
  Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (1994)
  Pancasila terjabarkan kedalam nilai-nilai moral menurut masing-masing sila
  3
4 5
Pendidikan Kewarganegaraan 2006)
PPKn (2013)
Pancasila sebagai ideologi negara Pancasila sebagai dasar negara
Pancasila sebagai dasar negara
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa
  Dengan temuan penelitian ini, penulis menyatakan bahwa muatan Pancasila dalam PKn di Indonesia berkembang dari muatan perihal status, kedudukan, fungsi Pancasila berikut penjabarannya atau "rumus" Pancasila, lalu berkembang menjadi muatan perihal isi, tafsir, kandungan dari tiap sila Pancasila berikut penjabarannya atau "isi" Pancasila dan muatan berupa "perspektif" Pancasila terhadap suatu kajian dalam PKn. Tahapan pertama dilakukan melalui pelajaran PMP 1975/1984 dan buku PKn/Civics "Manusia dan Masyarakat Baru Indonesia" 1960. Tahapan kedua termuat dalam pelajaran PPKn 1994 yang didalamnya memuat "isi" dari Pancasila yakni nilai norma Pancasila berikut pengamalannya. Tahapan ketiga, yakni menjadikan Pancasila sebagai core-nya PKn di Indonesia masih merupakan idealisme, sebab isi kajian Pancasila dalam PKn maupun isi PKn sendiri belum menampakkan hal tersebut.
Gambaran atas perkembangan materi atau konten Pancasila dalam PKn tersebut dapat penulis skemakan sebagai berikut;
  Materi "rumus" Pancasila
Materi "isi"
Materi "perspektif" Pancasila
10
Pancasila
Skema 1
Perkembangan materi Pancasila dalam PKn
Dengan gambaran ini, penulis berpendapat bahwa pembelajaran Pancasila dalam PKn dapat dilakukan melalui 3 (tiga) tahapan, yakni 1) Pembelajaran tentang Pancasila, bermakna membelajarkan konten perihal "rumus" Pancasila yakni status, kedudukan, fungsi, arti pentingnya dalam kehidupan bernegara berikut penjabarannya yang diharapkan bermuara pada pemahaman Pancasila, 2) Pembelajaran ber-Pancasila, bermakna membelajarkan nilai dan norma sebagai "isi" daripada Pancasila yang diharapkan terwujud dan sikap dan perilaku warga negara yang berdasar Pancasila, dan 3) Pembelajaran untuk Pancasila, bermakna membelajarkan kajian-kajian dalam PKn menurut "perspektif" Pancasila, yang diharapkan Pancasila menjadi sudut pandang terhadap setiap materi PKn.
Ketiga tahap pembelajaran Pancasila ini dapat diskemakan sebagai berikut;
  Pembelajaran "Tentang" Pancasila
yakni belajar mengenai rumus Pancasila (Pancasila sebagai pandangan hidup, ideologi kebangsaan dan dasar negara )
Pembelajaran
"Ber" Pancasila
yakni belajar mengenai isi Pancasila (nilai dan norma yang terkandung dalam setiap sila Pancasila)
Skema 2
Tiga Tahapan Pembelajaran Pancasila dalam PKn
Materi Pancasila yang terdapat dalam PKn dewasa ini yakni materi "rumus" dan "isi " Pancasila telah memungkinkan PKn menjalankan fungsinya sebagai pendidikan nilai-moral, pendidikan kebangsaan dan pendidikan politik dan hukum. Materi Pancasila pandangan hidup bangsa beserta kandungan sila-sila yang termuat didalamnya menjadikan PKn berfungsi sebagai pendidikan nilai- moral. Materi Pancasila ideologi kebangsaan beserta kandungan sila-sila yang termuat didalamnya menjadikan PKn berfungsi sebagai pendidikan kebangsaan. Materi Pancasila dasar negara beserta kandungan sila-sila yang termuat didalamnya menjadikan PKn berfungsi sebagai pendidikan politik dan hukum.
Hubungan antara materi Pancasila tersebut dan fungsi PKn dapat dideskripsikan sebagai berikut;
11
Pembelajaran "Untuk" Pancasila yakni belajar setiap isi kajian PKn dari perspektif Pancasila
Tabel 3
Hubungan antara Materi Pancasila dan Fungsi PKn
 Materi Pancasila sebagai Isi PKn
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Pancasila sebagai ideologi kebangsaan Pancasila sebagai dasar negara
Fungsi PKn
Sebagai pendidikan nilai moral Sebagai pendidikan kebangsaan Sebagai pendidikan politik dan hukum
    Materi Pancasila dalam PKn termasuk bahan yang bersifat "The Great Ough" yang tidak dapat dihindari untuk disampaikan kepada peserta didik (unavoidable indoctrination) dalam rangka pembentukan semangat kebangsaan, cinta tanah air dan pembangunan karakter keindonesiaan (nation charachter building). Materi Pancasila mengandung unsur filsafat pendidikan perrenialisme oleh karena ia merupakan nilai-nilai luhur sebagai warisan bangsa. Materi Pancasila dalam ilmu sosial termasuk bahan yang sifatnya formal structure content sebagai unsur perekat dan pemersatu bangsa. Oleh karena itu isi bahan yang tersaji seharusnya sama dan tetap. Materi Pancasila tersebut meliputi "rumus" Pancasila yakni Pancasila pandangan hidup bangsa, Pancasila ideologi kebangsaan, dan Pancasila dasar negara. Sebagai materi yang bersifat formal structure content, materi Pancasila tidaklah netral secara akademik. Ia terkait dengan kepentingan sebuah bangsa yakni pentingan untuk melestarikan dan mewariskannya kepada tiap-tiap generasi. Pancasila telah diterima sebagai nilai kebajikan bersama, yang dalam gagasan kewarganegaraan komunitarian, dianggap sebagai konsepsi tentang kehidupan yang baik. Bangsa dalam hal ini penyelenggara negara berhak menyampaikan nilai-nilai kebajikan itu kepada warganya guna menjaga eksistensi dan keberlangsungan masyarakat itu sendiri.
Selanjutnya, PKn dalam mengembangkan materi Pancasila dapat memerinci lebih jauh materi tersebut disesuaikan dengan tiga dimensi kompetensi yang ada pada bidang PKn. Penulis dengan mendasarkan pendapat M S Branson (1998) dan Quigley, Buchanan & Bahmueller (1991), membedakan tiga kompetensi dalam PKn yakni Civic Knowledge, Civic Skill dan Civic Virtue. Materi Pancasila dalam hubungannya dengan dimensi kompetensi dalam PKn tersebut, dapat dideskripsikan pada tabel sebagai berikut;
  Dimensi PKn
Civic Skill
Tabel 4
Materi Pancasila dalam Dimensi PKn
Penjabaran Isi
Intellectual skill Kemampuan menjelaskan, menganalisis dan berfikir kritis atas Pancasila
  Civic Knowledge
  Content Knowledge Pancasila dalam PKn
  Pengetahuan atas Pancasila pandangan hidup bangsa, ideologi kebangsaan dan dasar negara
Pengetahuan atas isi sila-sila Pancasila
  12
   Civic Virtue
Partisipation skill Civic commitment
Civic dispotition
Kemampuan mempertahankan Pancasila
Komitmen, loyalitas , bersikap positif, menghormati dan menghargai Pancasila
Sikap religius, manusiawi, nasionalis, demokratis, dan adil
   Implementasi materi Pancasila kedalam pembelajaran PKn adalah dengan mengembangkan materi pengetahuan teoritis (content knowledge) Pancasila menjadi materi pendidikan di kelas atau sebagai pedagogical content knowledge. Temuan penelitian menunjukkan bahwa materi Pancasila ini telah dikembangkan melalui penyusunan rencana pembelajaran yakni silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan modul PKn serta dilaksanakannya pembelajaran atas materi Pancasila tersebut di kelas. Temuan penelitian juga menunjukkan bahwa dalam hal penyampaian materi mengenai "rumus" Pancasila, guru PKn lebih banyak menggunakan pembelajaran yang menekankan ekspositori atau guru yang lebih aktif menerangkan. Sementara untuk materi perihal "isi" Pancasila, guru PKn lebih banyak menggunakan pembelajaran aktif siswa.
Materi Pancasila meskipun bersifat unvoidable indoctrination dan sebagai konten yang bersifat formal structure tetap dapat diorganisasikan agar memenuhi materi yang bersifat the responses of pupils atau bisa memenuhi kebutuhan dan minat siswa. Materi pendidikan yang bisa memenuhi kebutuhan dan minat siswa merupakan salah satu dari kreteria materi yang baik. Peluang tersebut terutama terhadap materi "isi" Pancasila. Membelajarkan materi "isi" Pancasila lebih banyak meminta siswa untuk secara leluasa mengembangkan pikiran-pikirannya dalam memberi komentar, memberi contoh sikap dan perilaku baik yang sesuai maupun yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Contoh- contoh yang diberikan pada umumnya adalah contoh-contoh kecil dan riil yang dihadapi oleh siswa itu sendiri sesuai dengan perkembangannya. Kegiatan pembelajaranpun tidak hanya berpusat pada guru tetapi mampu menciptakan pembelajaran siswa aktif.
Berdasar hal tersebut, materi Pancasila meskipun mengandung filsafat pendidikan perrenialisme, akan tetapi dalam pembelajaran di kelas dapat mengadopsi filsafat pendidikan progressivisme yakni dalam hal perluasan contoh dan ilustrasi yang diberikan disesuaikan dengan minat dan kebutuhan siswa serta pengembangan strategi pembelajaran yang berpijak pada siswa. Dalam konteks isi pembelajaran, pendidikan nilai-moral Pancasila mengacu pada nilai-nilai luhur bangsa (perrenialisme), namun dalam pelaksanaan pembelajaran dapat dikembangkan dengan memperhatikan minat siswa dan pembelajaran siswa aktif (progressivisme). Dengan cara ini maka dapat dihindari kecenderungan terjadinya indoktrinasi dalam hal metode pembelajaran meskipun dari sisi isinya bersifat unavoidable indoctrination. Terhadap materi Pancasila siswa tetap diberikan kesempatan memberi respon dan berfikir kritis terhadap nilai-nilai tersebut sampai pada akhirnya dipahami dan diterimanya sebagai nilai kebajikan.
Kesimpulan dan Saran
13
Kesimpulan
Implementasi Pancasila melalui PKn adalah bagian dari implementasi
Pancasila dalam kehidupan bernegara, dapat dilakukan dengan menjadikan Pancasila sebagai materi pelajaran yakni materi rumus atau eksistensi dan materi isi atau substansi Pancasila dalam konsep pandangan hidup bangsa, ideologi kebangsaan, dan dasar negara sebagai satu kesatuan yang saling berhubungan, disertai jenis pendekatan pendekatan ilmiah dan tafsir untuk mengembangkannya yakni sosiologis, filosofis, historis dan yuridis, dan dengan mempertimbangkan pemikiran Pancasila dalam jalur politik kenegaraan.
Saran
1. Kepada para pengembang materi Pancasila, direkomendasikan untuk
menyusun materi Pancasila yang benar secara ilmiah akademik, rumusan yang sama, satu tafsir dan disepakati, yang didukung baik oleh pemikiran akademik ilmiah maupun pemikiran melalui jalur politik kenegaraan.
2. Kepada para guru PKn, direkomendasikan agar: 1) Pancasila sebagai materi teoritis (content knowledge) dikuasai dan dipahami secara benar sehingga materi pendidikan yang disajikan benar secara ilmiah akademis, 2) tidak perlu melakukan perluasan materi yang telah ada tetapi memberi pendalaman atas materi yang terkait sesuai dengan tingkat perkembangan dan pengalaman belajar siswa, 3) pembelajaran materi "isi" Pancasila melalui contoh dan perwujudannya di kehidupan sehari-hari terus dilakukan dan 4) melengkapi cara mengoranisir materi Pancasila dengan memperhatikan urutan materi berdasar pemikiran akademik yakni Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa, Pancasila sebagai ideologi kebangsaan dan Pancasila sebagai dasar negara.
3. Kepada para ilmuwan dan komunitas akademik PKn, diharapkan dapat bekerjasama melakukan kegiatan ilmiah akademik mengembangkan Pancasila sebagai paradigma ilmu pengetahuan atau sebagai landasan ontologis pendidikan kewarganegaraan di Indonesia sehingga Pancasila dapat menjadi core-nya PKn Indonesia.
Daftar Pustaka
Ansyar, Muhammad. (1989). Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum . Jakarta : P2LPTK. Ditjend Pendidikan Tinggi, Depdikbud
Bourchier, David .(2007). Pancasila Versi Orde Baru dan Asal Muasal Negara Organis. Terj. Agus Wahyudi. Yogyakarta : Aditya Media dan PSP UGM.
Brameld, Theodore. (1965). Education as Power. USA: Holt, Riverhart and Winston, Inc.
Branson, S Margaret. (1998). "The Role of Civic Education, A Forthcoming Education Policy" Task Force Position Paper from the Communitarian Network. Tersedia di www.civiced.org. Di akses tanggal 17 Agustus 2009.
Brubacher, John Seiler. (1939). Modern Philoshopies of Education. New York: Mc Graw-Hill Book Company Inc.
 14
Budimansyah, Dasim. (2009). "Membangun Karakter Bangsa Di Tengah Arus Globalisasi dan Gerakan Demokratisasi". Pidato Pengukuhan sebagai Guru Besar dalam bidang Sosiologi Kewarganegaraan pada Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Universitas Pendidikan Indonesia, 14 Mei 2009
Bungin, Burhan. (2000). Analisis Data Penelitian Kualitatif: Pemahaman Filosofis dan Metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi. Jakarta: Rajawali Press.
Cogan, JJ. (1999). Developing the Civic Society : The Role Of Civic Education. Bandung: CICED.
Cogan, John J & Derricott, Ray. (Eds). (1998). Citizenship Education For 21 st Century; Setting the Contex. London: Kogan Page
Creswell, J. W. (1998). Qualitatif Inquiry and Research Design. California: .Sage Publications, Inc.
Creswell, J. W. (2010). Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan Mixed. Terjmh. Achmad Fawaid. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Creswell, Jhon W. (2008). Educational Research: Planing, Conducting and Evaluating Quantitatif & Qualitatif Research, Third Edition. New Jersey : Pearson Education.
Denzin, Norman K & Lincoln, Yvonna S. (2009). Hanbook of Kualitatif Research. Terjmh Dariyatno dkk. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Depdikbud. (1980). Pendidikan Moral Pancasila untuk SLTP kelas 1. Jakarta: Depdikbud.
Depdikbud. (1993). Bahan Penataran P4 di Perguruan Tinggi. Jakarta : Depdikbud.
Depdikbud. (1994). Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan untuk SLTP kelas 1, 2, 3 . Jakarta: Depdikbud.
Hardiman, Budi. (2003). "Belajar dari Politik Multikulturalisme" dalam
Kewarganegaraan Mulitikultural : Teori Liberal Mengenai Hak-hak Minoritas. Jakarta : LP3S
Hatta, Mohammad. (1966). Demokrasi Kita. Jakarta: Pandji Masyarakat.
Kaelan .(2007). "Revitalisasi dan Reaktualisasi Pancasila sebagai Dasar Filsafat Negara dan Ideologi" dalam Memaknai Kembali Pancasila. Yogyakarta:
Penerbit Lima.
Kalidjernih, F. K. (2008). "Cita Sipil Indonesia Pasca-kolonial: Masalah Lama,
Tantangan Baru" dalam Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Acta Civicus SPS UPI, 1, (2), 127-146.
Karhami, S,K,A. (2000). "Pengembangan Kurikulum Pendidikan Dasar dan Menengah" dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, 6, (024), 281-294.
Kerr, David .(1999). Citizenship Education : An International Comparison. London : NFER
Ketetapan MPR RI No. XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Ketetapan MPR RI No II / MPR / 1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan
15
Pancasila (Eka Prasetya Pancakarsa) dan Penetapan tentang Penegasan
Pancasila sebagai Dasar Negara.
Klinken, Gerry van .(2001). "Identitas-Identitas Baru". Makalah untuk acara
Beda Buku 'Negara Etnik', oleh Yayasan Pondok Rakyat dan Indonesiatera,
tanggal 23 Juni 2001di Lembaga Indonesia Perancis (LIP), Yogyakarta. Kohn, Hans (1984) Nasionalisme arti dan sejarahnya Terj. Sumantri
Mertodipura. Cet ke-4.Jakarta : PT Pembangunan dan Erlangga.
Kymlicka, Will (2001). Politics in the Vernacular: Nationalism, Multiculturalism,
and Citizenship. Oxford: Oxford University Press.
Kymlicka, Will. (2004). Pengantar Filsafat Politik Kontemporer. Terjmh: Agus
Wahyudi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Mc Cowan, Tristan. (2009). Rethingking Citizenship Education, A Curiculum for
Participatory Democracy. London: Continum International Publishing
Group.
Miles, Matthew B & Huberman, A Michael .(1994). Qualitatif Data Analysis.
Second Edition. London : Sage Publications.
Moleong, Lexy (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja
Rosda Karya
Muchson AR. (2003). "Pendidikan Kewarganegaraan Paradigma Baru dan
Implementasinya dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi". Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional Kurikulum Berbasis Kompetensi Kewarganegaraan, diselenggarakan oleh Program Studi PPKn FKIP UNS tanggal 29 Maret 2003 di Surakarta.
Notonagoro (1980). Pancasila secara Ilmiah Populer. Cet ke-5. Jakarta: CV Pantjuran Tudjuh.
Notonagoro .(1982). Beberapa Hal mengenai Falsalah Pancasila . Cet ke-10. Jakarta. Pantjuran Tudjuh.
Nurgiyantoro, Burhan. (1988). Dasar Dasar Pengembangan Kurikulum Sekolah Sebuah Pengantar Teoritis dan Pelaksanaan. Yogyakarta : BPFE
Ouigley CN, Buchanan JH, Bahmueller CF (1991). Civitas: A Frame Work for Civic Education. Calabasas: Center of Civic Education.
Panitia Lima. (1977). Uraian Pancasila . Jakarta: Penerbit Mutiara.
Patton, Michael Quin. (1990). Qualitative Evaluation and Research Methods (2nd
Ed) London: Sage Publication Ltd.
Pedagogical Content Knowledge (PCK). Tersedi di laman
http://www.leeshulman.net/domains-pedagogical-content-knowledge.html
diakses tanggal 25 Mei 2011
Pedagogical Content Knowledge (PCK). Tersedi di laman
http://www.tpck.org/tpck/index.php?title=Pedagogical_Content_Knowledg
e_(PCK) diakses tanggal 23 Mei 2011
Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi
Permendikbud No 24 Tahun 2016 tentang Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Pranarka, AMW. (1985). Sejarah Pemikiran Pancasila. Jakarta: CSIS.
  16
Pusat Kurikulum. (2007). Naskah Akademik Kajian Kurikulum Pendidikan Kewarganegaraan. Depdiknas: Badan Penelitian dan Pengembangan, Pusat Kurikulum
Pusat Perbukuan.(2008). "Contextual Teaching and Learning" Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) untuk SMP kelas VIII. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional.
Ritzer, George. 2004. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Jakarta : Rajawali Press.
Rowan, Brian. Et al. (2001). "Measuring Teachers' Pedagogical Content Knowledge in Surveys: An Exploratory Study". Studi of Instructional Improvment.
Samsuri. (2010).Transformasi Gagasan Masyarakat Kewargaan (Civil Society) Melalui Reformasi Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia (Studi Pengembangan Kebijakan Pendidikan Kewarganegaraan pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah Era Reformasi). Disertasi Pendidikan IPS, Bandung : SPs UPI . Tidak diterbitkan.
Santoso, Listiono, et al. (2003.) (de) konstruksi Ideologi Negara , Suatu Upaya Membaca Ulang Pancasila . Yogyakarta: ning Rat.
Sapriya. (2007). Perspektif Pemikiran Pakar tentang Pendidikan Kewarganegaraan dalam membangun Karakter Bangsa . Disertasi Pendidikan IPS. SPS UPI Bandung. Tidak diterbitkan.
Sastrapetedja, M .(2006). "Pancasila sebagai Orientasi Pembangunan Bangsa dan Pengembangan Etika Ilmu Pengetahuan" . Proseding Simposium dan Sarasehan Pancasila sebagai Paradigma Ilmu Pengetahuan dan Pembangunan Bangsa, tanggal 14-15 Agustus 2006 di Yogyakarta.
Shulman, Lee. (1986). "Those Who Understand: Knowledge Growth in Teaching" dalam Educational Researcher, Vol. 15, No. 2. (Feb., 1986), 4-14.
Soepardo, dkk. (1960) Manusia dan Masyarakat Baru Indonesia . Jakarta: Departemen PP dan K.
Soeprapto, R. (2009). Pancasila Jatidiri Bangsa. Jakarta: LPPKB.
Somantri, Muhammad Numan. (2001). Menggagas Pembaharuan Pendidikan
IPS. Bandung: Rosda Karya.
Strauss, Anselm & Corbin, Juliet . (2003). Dasar- Dasar Penelitian Kualitatif.
Terj. M Shodiq & Musttaqien. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sukmadinata, Nana Syaodih. (1997). Pengembangan Kurikulum , Teori dan
Praktik. Bandung: Remaja Rosda Karya
Sutopo, HB. (2002). Penelitian Kualitatif: Dasar Teori dan Terapannya dalam Penelitian. Surakarta : UNS Press.
Technological Pedagogical Content Knowledge (TPCK) termuat dalam http://en.wikipedia.org/wiki/Technological_Pedagogical_Content_Knowled ge. Diakses tanggal 26 Mei 2011
Tilaar, HAR. (2009). Kekuasaan dan Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
 17
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Wahab, Abdul Azis & Sapriya. (2007). Teori dan Landasan Pendidikan
Kewarganegaraan . Sekolah Pasca Sarjana UPI. Bandung : UPI Press Winarno. (2011). Implementasi Pancasila melalui Pendidikan Kewarganegaraan
. Disertasi Sekolah Pascasarjana UPI Bandung . Tidak diterbitkan Winatapura, Udin S & Budimansyah, Dasim. (2007). Civic Education Konteks,
Landasan, Bahan Ajar dan Kultur Kelas. Bandung : SPS PKN UPI. Winataputra, Udin Saripudin. (2001). Jatidiri Pendidikan Kewarganegaraan sebagai Wahana Sistematik Pendidikan Demokrasi. Disertasi Pendidikan
IPS. Bandung : PPS UPI. Tidak diterbitkan.
1) Makalah disajikan untuk Seminar Nasional dan Musyawarah Wilayah