Dari sekian banyak pendapat dan sikap para teman cowok mengenai saya dan memberikan predikat "si cewek tomboy", sekalipun itu dilontarkan oleh cowok, saya tidak pernah merasa malu. Sikap dan penampilan yang selama ini saya tunjukkan dan melekat pada diri saya tidak pernah ada yang dibuat-buat tetapi memang alamiah dan wajar. Pepatah umum mengatakan Everything happened with reason. Banyak alasan kenapa seseorang melakukan sesuatu dan mendapat respon "aneh" dimata orang lain. Jika penampilan saya tidak menampakkan sebagai cewek yang yang sering sering menginjakkan kaki ke salon atau dengan peralatan rias yang minim (serta tidak mau bangkrut gara-gara nyalon hehehe) atau bahkan sedia "kalah" dengan cowok yang notabene berlangganan ke salon, tidak berarti saya tidak suka merawat diri. Sebagai cewek yang dibesarkan dengan tradisi/kultur Jawa yang kental, tentu saja prinsip dan hakikat kebiasaan, perilaku yang "cewek banget" sangat ditanamkan kuat.
Wanita masa kini identik dengan aktivitas keluar masuk salon apalagi yang karena tuntutan pekerjaan yang berkaitan dengan public service biasanya ada tuntutan dalam hal berpenampilan, bahkan biasanya sudah terjadwal untuk berbagai macam perawatan dimulai dari ujung rambut sampai ujung kaki. Terkadang harus rela antri demi mendapatkan pelayanan yang diinginkan. Dan kiprah para laki-laki juga tak mau kalah dengan perempuan untuk nyalon, dan mereka itu yang biasa mendapat predikat cowok metroseksual.
Bagi saya lebih suka perawatan diri sendiri dengan bahan alami yang sekarang dikampanyekan "back to nature." Dengan maraknya beragam kosmetik yang beredar di pasaran baik yang lokal maupun import yang ternyata banyak dipalsukan atau ditemukan sebagian besar tidak memenuhi syarat untuk beredar setelah memalui serangkaian uji laboratorium karena mengandung bahan kimia yang berbahaya maka itu adalah salah satu alasan bahkan peringatan untuk hati-hati memilih alat perawatan. Budaya masyarakat kita sekarang hedonis yang cenderung konsumtif lebih cepat termakan rayuan iklan yang menawarkan produk semacam pemutih kulit, pelangsing dan banyak lagi dengan bahasa hiperbolis dan janji muluk-muluk apalagi instant pasti akan laku keras. Tetapi tidak sedikit yang yang akhirnya merasa tertipu karena justru menimbulkan efek buruk seperti iritasi. Disinilah para konsumen harus lebih waspada memilih produk kosmetik. Kebanyakan pemutih kulit yang dijual bebas di pasaran biasanya mengandung bahan hidroquinon yang jika kadarnya berlebihan justru lebih membahayakan. Zat lain yaitu merkuri, yang meskipun telah dilarang penggunaanya masih banyak dalam kosmetik terutama pemutih yang secara cepat memutihkan dibanding bila menggunakan bahan yang alami dari alam. Zat tersebut sebenarnya tidak berbahaya sebagai unsur tunggalnya, akan tetapi dengan paparan atau kontak kulit dengan intensitas lebih sering, akan terakumulasi awalnya memalui permukaan kulit, jika memasuki pembuluh darah ini akan sangat berbahaya apalagi jika membentuk senyawa Dimetil Merkuri Hg(CH3)2 yang sangat toksik dan menyebabkan kematian. Masih tersimpan dalam memori kita mengenai tragedi Minamata di teluk Minamata Jepang tahun 1950-an. Memang kasus tersebut sangat ekstrim akibat kontaminan merkuri dalam jumlah besar yang terdapat pada limbah industri yang mengakibatkan korbah jiwa lebih dari 3000 penduduk. Bahkan di negara kita juga pernah santer terdengar kasus serupa di teluk Buyat hanya saja tidak seheboh kasus yang terjadi di negeri Sakura itu. Peristiwa tersebut dapat diambil hikmahnya untuk lebih sadar terhadap bahaya merkuri.
Selain penampilan, cewek juga dituntut harus bisa masak. Hanya saja dalam hemat saya aktivitas dan rutinitas dapur tersebut tidak menjadi pilihan saya sebagai anak kost. Sebagai anak kost yang hanya memikirkan untuk mengurus perut sendiri ya memang lebih praktis kalau beli di warung saja. Alasan saya toh hanya makan nasi sekali atau paling banyak dua kali itupun dengan porsi yang tidak besar. Ini mungkin pola makan yang dianggap tak menyehatkan buat sebagian besar orang. Karena meu pagi dan sore saya adalah susu dan buah-buahan yang sehat dan mengenyangkan untuk perut saya. Jadi kalau makan hanya sekali kenapa harus repot masak? Oops alasanya bukan karena malas tapi tidak mau boros. Boros disini dalam arti bukan duit tapi energi. Untuk menyediakan nasi satu porsi plus lauknya berapa konsumsi energi yang dibutuhkan? Misalnya memasak dengan rice cooker, berapa daya yang dibutuhkan dan energi yang dihabiskan? Tidak akan jauh beda dengan memasak 1 liter beras bukan? Jika dalam sebulan, setahun dan beratus atau ribuan orang akan menjadi berapa energinya? Hmmmm bukankah sekarang kita harus membudayakan hemat energi. Salah satu dampak shortage energi listrik yang baru kemaren kita alami, pemadaman listrik dimana-mana. Pemerintah terbukti tidak siap menyiapkan energi cadangan akibat gardu PLN yang terbakar. Meski tidak terlihat secara langsung dampak oleh kita akibat pemborosan energi, tetapi jika kita bisa memulai berhemat dari diri sendiri maka kita juga turut sedikit ambil peran menyelamatkan bumi. Sayangi bumi yang telah mulai renta akibat ulah kita semua.
Jadi Tomboy? No Way!!! Asal jangan Lebay!!!
Sayangi bumi