Hampir semua ibu-ibu yang antri ayam kemarin bilang, mumpung ada ayam promo, ya mesti digunakan dengan baik dan mumpung semua anggota keluarga libur, maka dibelilah ayam goreng itu buat santap bersama. Alasan yang sama dengan saya. Maka demi ayam goreng murah dan pastinya enak, antri berjam-jam pun dilakoni. Capeknya antri hilang segera setelah ayam matang dan dibawa pulang. Saya tak lagi kesal melihat keluarga happy makan ayam KFC meski ada sedikit sesal karena bucketnya di ganti kotak kerdus, stock nya habis kata staff counter KFC.
Bagi saya, ibu pekerja yang punya waktu terbatas, memasak makanan untuk keluarga adalah kegiatan yang tidak setiap hari saya lakukan (jujur). Apalagi saat anak-anak saya tumbuh menjadi remaja yang selera makannya tergantung mood. Saya sih berusaha memenuhi keinginan anak saya untuk masak sayur permintaan mereka tapi seringnya sayur tersebut tidak dimakan karena anak-anak harus pulang sore karena mengikuti kegiatan di sekolahnya. Jadi mubazir deh makanannya. Tambahan lagi kalau saya harus berangkat kerja pagi-pagi sekali karena ada meeting, sudah pasti saya nggak sempat masak. Akhirnya saya belikan anak-anak saya makanan yang sudah jadi .. dan permintaan mereka adalah ayam KFC.
Saya lupa kapan pertama kali saya mengenalkan anak-anak saya pada ayam KFC. Yang saya ingat, dulu saat anak-anak saya usia SD dan berulang tahun, saya beli paket Chaki untuk teman-teman anak saya dan mereka sangat gembira. Dulu ayam goreng khas KFC belum banyak saingannya, saingan terbesarnya adalah restoran yang punya ikon badut dan punya lambang M. Seiring perkembangan zaman dan bertambah kreatifnya orang-orang, ayam goreng rumahan yang meniru ayam KFC dijajakan di pinggir jalan. Namanya macam-macam, tapi orang-orang banyak yang menyebutnya ayam KFC. KFC udah tertanam dengan baik di memory orang-orang.