Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan

Jokowi Presiden eh Bukan untuk Presiden

16 Oktober 2013   14:22 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:28 682 12

Joko Widodo.. kalo menyebut nama ini pasti kebanyakan dari kita langsung tertuju ingatannya ke orang nomor satu yang memimpin Jakarta, Gubernur Jokowi. Padahal nama ini bisa jadi nama orang lain yang nggak ada hubungannya sama pak Gubernur. Bisa aja nama ini adalah nama race director yang ngurusin balapan MotoGP atau nama penjual aksesoris serba VR46.

Maaf bukan mau berlaku nggak sopan kepada bapak Jokowi, namun saya hanya ingin menjelaskan bahwa nama Jokowi memang sudah mengakar kepada kebanyakan kita. Bahwa nama pak Jokowi begitu ngetop cetar membahana ulala. Ingatan lain yang mengikuti nama pak Jokowi adalah semua tindak tanduknya dan semua gebrakannya buat Jakarta.

Kalo saya ada tambahan satu lagi.. Jokowi adalah kemeja putih. Saking seringnya saya melihat pak Jokowi memakai kemeja putih maka saya “menuduh” pak Jokowi pasti cuma punya kemeja warna putih dan tidak ada warna lain. Ada 46 kemeja putih yang bapak punya ya pak.. Nggak usah dijawab pak kalo tuduhan saya bener (geer amat mau dijawab pak Jokowi).

Banyak mata dalam memandang pak Jokowi dan menulis pemikirannya tentang pak Jokowi bisa menghasilkan tulisan yang sangat rupa-rupa. Membaca tulisan-tulisan rupa-rupa tentang pak Jokowi ibarat naik roller coster yang naik turun lalu terbanting tiba-tiba. Ekstrim? Ekstrim dalam artian menarik iya. Itulah yang saya rasakan setelah membaca buku “Jokowi (Bukan) Untuk Presiden”, buku keroyokan bloger Kompasiana. Admin Kompasiana yang menjadi editor buku ini bersusah payah menjadikan 66 tulisan soal pak Jokowi dari 42 kompasianer menjadi enak dibaca (thanks to mas Nurul).

Namanya juga jurnalis ala warga maka tulisan-tulisan di buku ini murni dilihat dari kacamata warga. Buat saya tulisan-tulisan ini lebih membumi. Anda bisa membaca komentar seorang supir taksi soal pak Jokowi. Sebegitu idolanya ia pada pak Jokowi yang menurutnya adalah orang jujur, maka pak supir pun memaksa mengembalikan uang seribu rupiah kembalian ongkos taksi. Seribu rupiah yang menurut kita remeh tapi tidak menurut pak supir taksi. Seribu rupiah adalah kejujuran. Anak buah pak Jokowi harus jujur.. katanya.

Tahu bahwa sosok Jokowi menimbulkan kesan mendalam di hati warga maka media mengangkatnya jadi sosok kesayangan. Media darling istilahnya. Nggak ada berita tanpa kehadiran pak Jokowi. Hingga ada istilah Jokowitainment dan yang mengkritik Jokowi dianggap aib. Pak Jokowi memang fenomenal, sefenomenal tradisi blusukan.

Di buku ini hiruk pikuk kegiatan pak Jokowi tertuang jelas, dibumbui dengan opini pribadi para penulisnya. Ada yang setuju dengan kiprah pak Jokowi tapi ada juga yang lugas mengkritik. Inilah yang saya bilang alurnya seperti roller coster tadi. Di bagian lain saya mengiyakan opini penulis yang menggebu membela pak Jokowi, tapi di tulisan lain lagi saya juga mengiyakan opini penulis yang mengkritik habis pak Jokowi. Labil iya.

Kalau ditarik benang merah dari keseluruhan buku ini sebenarnya nyata tertera. Bahwa pak Jokowi diharapkan sampai ke jenjang yang tertinggi, jadi presiden Republik Indonesia. Harapan ini nggak salah juga menurut saya. Kita sangat merindukan sosok pemimpin yang jujur dan adil yang mampu membawa rakyat Indonesia ke kehidupan yang lebih baik.

Betapa bosannya kita pada berita soal korupsi yang merugikan negara tak terhitung besarnya. Bosan kita pada kolusi yang begitu mengakar di negara kita. Hadirnya pak Jokowi seakan air segar di aspal trek sirkuit yang panas. Apalagi pak Jokowi didukung dengan partai yang selama ini dianggap memihak rakyat kecil, PDI Perjuangan.

Namun untuk melangkah ke hal yang lebih jauh itu pak Jokowi mesti hati-hati. Lagi-lagi opini keren para penulis di buku ini mengingatkan bahwa langkah itu nggak akan mudah. Kita tau dunia politik itu kejam. Dunia politik itu buas. Banyak yang khawatir bahwa pak Jokowi nggak akan “murni” lagi kalo udah jadi presiden. Akan banyak kepentingan yang bisa membebani langkah pak Jokowi. Jadi… cukup sampe DKI 1 aja pak.. kata penulisnya.

Mari kita menunggu sampai di mana langkah pak Jokowi. Perjalanan pak Jokowi yang tertuang dalam buku keroyokan ini masih jauh dari finis. Mungkin suatu saat ada lagi buku keroyokan tentang langkah pak Jokowi sampai finis. Mudah-mudahan saya bisa menyumbang tulisan lagi di buku itu. Kalau saya mood nulisnya tapi..

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun