Dalam seminar yang juga mendapat dukungan dari Dinas Pendidikan DKI Jakarta ini, Irwan menjelaskan di bawah Jakarta ada lapisan sedimen yang tebal, walau begitu kerentanan di Jakarta juga tinggi. “Potensi bencana besar itu lebih karena kepadatan penduduk yang tinggal di hunian berhimpitan sangat banyak. Rumah dan gedung-gedung di Ibukota struktur bangunannya tidak dirancang untuk tahan gempa,” jelas Irwan.
Apalagi, tambah Irwan, sejarah pernah mencatat Jakarta pernah terdampak gempa besar pada tahun 1699 akibat rambatan gempa yang terjadi di Jawa Barat saat itu. Asia Research Institute juga pernah merilis makalah “Historical Evidence for Major Tsunamis in the Java Subduction Zone” yang menjelaskan gempa di masa Batavia itu terjadi selama tiga perempat hingga satu jam.
Irwan yang menjadi anggota tim revisi peta gempa Indonesia yang melakukan penelitian pada radius 500 km dari pusat kota Jakarta, mengungkap ada 12 sumber gempa yang mengelilingi Jakarta. Dan itu membuat Jakarta sangat rawan gempa besar. Para pakar gempa juga sudah membicarakan adanya sesar atau patahan di Jakarta yang meintang dari daerah Ciputat sampai ke wilayah Kota. Patahan yang disebut ‘Sesar Ciputat’ ini tergolong patahan tua yang berada dalam kondisi tidak aktif. Namun bukan berarti tak bisa bangun, jika patahan tua ini mendapat rangsangan dari satu gempa kuat di atas 7 SR maka maka Sesar Ciputat akan aktif. Beruntung Jakarta belum pernah alami gempa sebesar itu, setidaknya dalam dua abad terakhir.
“Akan lebih baik jika Jakarta bisa mengantisipasi lewat upaya-upaya mitigasi. Salah satu yang terbaik ya menyiapkan Sekolah Siaga Bencana ini, sangat strategis. Mitigasi adalah investasi pencegahan bencana, yang jika setelah terjadinya bencana kita tak perlu lagi keluar dana besar,” papar Irwan. Irwan juga menyebut upaya mengembangkan Sekolah Siaga Bencana ini menjadi semacam gerakan kerelawanan yang digerakkan oleh para pelajar.
Karsono, dari Departemen Komunikasi Bank Indonesia, menjelaskan pembentukan Sekolah Siaga Bencana yang menyasar pelajar lebih karena pihaknya memandang pelajar adalah aset bangsa. “Kami memilih siswa SMU karena pemahaman manajemen Sekolah Siaga Bencana ini lebih tepat mereka yang lakukan. Ada 30 sekolah yang akan didampingi dan dipersiapkan sebagai Sekolah Siaga Bencana dalam 6 bulan ke depan”, papar Karsono. Karsono menambahkan kegiatan ini merupakan program Bank Indonesia untuk membantu sosialisasi mitigasi bencana yang sudah dilakukan oleh berbagai pihak selama ini.
Sementara itu, Manajer Disaster Management Insittitue of Indonesia (DMII) – ACT Wahyu Novyan menjelaskan pembetukan Sekolah Siaga Bencana ini sebagai bentuk dukungan pada implementasi Peraturan Kepala (Perka) BNPB No. 4 tahun 2012 tentang Pedoman Penerapan Sekolah/Madrasah Aman dari Bencana. Program ini bertujuan membangun sekolah yang memiliki sistem manajemen bencana dan memungkinkan sekolah memiliki kesiapsiagaan terhadap bencana. “Program ini akan melibatkan unsur civitas sekolah, mulai dari guru, karyawan, dan siswa. Sebagai pilot project 2015, program ini akan dimulai di wilayah DKI Jakarta,” tutur Wahyu.
“Apalagi Dinas Pendidikan Dki Jakarta pernah menyampaikan edaran di tahun 2010 tentang pengurangan resiko bencana di sekolah. Kami sangat tergugah untuk membantu dan mendukung upaya ini. Jika bisa ACT mewujudkan kegiatan serupa ini untuk lebih banyak lagi sekolah di DKI,” tambah M. Husin, Kasie Bidang SMU Dinas Pendidikan DKI, di hadapan peserta seminar yang selain dihadiri oleh 100 orang perwakilan sekolah (Kepala Sekolah/Wakil) di Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan, juga media massa ini. []