"..tek..tek..tek..tek..", suara nyaring itu terdengar dari bilik kamar berukuran 3 X 4. "Ah, suara apa itu", tanyaku dalam sunyi. Aku hampir tak peduli. Tapi lama berselang, suara itu kembali terulang. Aku penasaran dan mencoba keluar. Persisi di sudut kamar, ku menoleh dari balik jendela di ketinggian lantai tiga.
Aku terkejut melihat seorang bapak, umurnya belum terlalu tua sekitar 50an tahun, sedang mendorong gerobak malam mengitari perumahan kost di sepanjang lorong ini. Tanya ku dalam hati, "adakah pembeli pada malam menjelang pagi ini".
Bagiku sebagai orang baru di kota ini, adalah sebuah pemandangan yang cukup aneh. Mungkin bagi teman-temanku lain barangkali sudah jadi hiburan tengah malam. Aku hendak mengambil ini menjadi sebuah renungan diri. Bahwa ternyata nasib di antara kita ditakdirkan beda oleh Tuhan. Banyak yang terjaga dalam tidur di tengah malam, tapi banyak pula yang harus pontang panting mencari nafkah.
Sesekali mataku tertuju pada roda gerobak, karena kuingin tahu kemana arah yang hendak ia tujuh. Aku pun diam-diam melihat isi gerobak dari kejauhan. Oh, ternyata bapak tua setengah baya ini penjual nasi goreng keliling. Teman-teman selalu bercerita padaku tentang nasi gorong satelit. Ya, seperti sinyal. Karena ia ada di mana-mana.