Mohon tunggu...
KOMENTAR
Worklife Pilihan

Tahun 2025: Resign Jadi Pengusaha atau Tetap Bekerja?

20 Desember 2024   09:00 Diperbarui: 20 Desember 2024   04:25 65 2
Sore itu hujan gerimis. Saya duduk di teras kedai kopi kecil yang saya kelola. Wangi kopi menguar bercampur dengan aroma tanah basah. Layar laptop masih terbuka, tapi pikiran saya sudah melayang entah ke mana. Tiba-tiba, suara motor terdengar di halaman depan.

"Bro, lama banget nggak mampir. Lagi sibuk banget, ya?" tanya Bayu sambil melepaskan helmnya.

"Nggak sibuk-sibuk amat, Bay. Cuma banyak ngatur ini-itu," jawab saya sambil menyambutnya.

Dia tersenyum kecil, lalu mengambil tempat di kursi seberang. "Lagi sibuk ngurus kost juga?"

"Ya, begitulah. Bisnis kecil-kecilan begini nggak pernah berhenti, Bay. Banyak yang mesti dipikirin," jawab saya santai.

Setelah memesan cappuccino, dia menatap saya dengan raut wajah serius. "Aku tuh lagi mikir, Bro. Mau resign tahun depan, terus buka usaha sendiri."

Saya menatapnya sejenak, mencoba membaca pikirannya. "Kamu yakin? Atau ini cuma karena lagi jenuh kerja kantoran?"

Memulai dari Nol

Bayu adalah teman lama yang sudah bertahun-tahun bekerja di perusahaan besar. Gajinya lumayan, jabatannya juga cukup strategis. Tapi saya bisa memahami kegelisahannya. Lima tahun lalu, saya juga berada di posisi yang sama.

"Ceritain dulu, Bay. Apa yang bikin kamu kepikiran resign?" saya memulai.

"Kerja kantoran itu... ya gitu-gitu aja, Bro. Gajinya oke, tapi ngerasa nggak punya waktu buat diri sendiri. Belum lagi kalau ada tekanan dari atasan," keluhnya sambil memainkan sendok di cangkir kopinya.

Saya mengangguk pelan. "Aku ngerti banget. Lima tahun lalu, aku juga ngerasa begitu. Tapi resign itu bukan keputusan kecil, Bay. Kamu harus punya rencana yang jelas."

Bayu mengangguk. "Makanya aku pengen tahu. Kamu kan udah lima tahun jalanin bisnis sendiri. Menurutmu, worth it nggak?"

Saya tersenyum kecil. "Worth it itu relatif, Bay. Tapi kalau aku boleh jujur, ini nggak mudah. Banyak hal yang mesti dikorbankan, terutama di awal."

Tantangan di Awal Bisnis

Lima tahun lalu, saya memutuskan berhenti dari pekerjaan kantoran setelah 12 tahun. Saat itu, saya sudah punya tabungan yang cukup untuk bertahan setahun tanpa penghasilan. Dengan modal itu, saya mulai membangun bisnis kost dan kedai kopi kecil di dekat rumah.

"Kamu tahu nggak, Bay? Di tahun pertama, aku sering tidur nggak nyenyak karena takut gagal. Kadang pelanggan kedai sepi, sementara tagihan tetap jalan. Belum lagi masalah teknis di kost," cerita saya.

Bayu tertawa kecil. "Jadi nggak seindah yang keliatan di Instagram, ya?"

"Jauh, Bay. Kalau kamu liat sekarang aku bisa santai duduk di sini, itu karena aku udah lewatin masa-masa berat. Banyak belajar dari kesalahan," jawab saya.

Dia mengangguk-angguk sambil menyeruput kopinya. "Tapi kan kamu berhasil, Bro. Itu artinya ada harapan, kan?"

"Harapan selalu ada. Tapi kamu harus siap kerja lebih keras dari sekarang," balas saya sambil tersenyum.

Menimbang Pilihan

Saya kemudian bertanya, "Kamu udah ada ide mau buka usaha apa?"

"Mungkin F&B, Bro. Kayaknya sektor itu nggak pernah mati," jawabnya antusias.

"Sektor F&B itu menarik, Bay. Tapi kompetisinya juga ketat. Kamu harus punya konsep yang beda dan jelas," saya mengingatkan.

Dia terlihat berpikir sejenak. "Iya sih. Aku lagi coba riset dulu. Tapi yang bikin ragu tuh soal modal. Tabungan udah ada, tapi kalau gagal, gimana?"

Saya menatapnya dengan serius. "Gagal itu wajar, Bay. Yang penting, kamu punya plan B. Jangan langsung resign kalau kamu belum yakin. Mulai usaha kecil-kecilan dulu sambil tetap kerja."

"Hybrid, ya? Jadi aku tetap kerja sambil nyoba usaha," dia menyimpulkan.

Saya mengangguk. "Betul. Itu cara paling aman buat lihat apakah ide bisnismu punya potensi."

Peluang di Tahun 2025

Tahun 2025 sebenarnya menawarkan banyak peluang. Dengan perkembangan teknologi dan pola konsumsi masyarakat yang terus berubah, ada ruang besar bagi pengusaha baru untuk tumbuh.

"Bay, tahun depan itu waktu yang bagus buat mulai usaha. Digitalisasi makin berkembang, pasar makin luas. Kamu tinggal cari celah yang sesuai," saya memberi semangat.

Dia tersenyum. "Mungkin aku coba mulai dari bisnis online dulu, ya. Risikonya lebih kecil."

"Itu langkah bagus. Mulai dari kecil, bangun pelan-pelan. Yang penting, konsisten," saya menambahkan.

Risiko dan Kesiapan

Hujan di luar sudah mulai reda. Bayu tampak lebih tenang setelah percakapan panjang kami. Dia masih punya banyak pertanyaan, tapi setidaknya sekarang dia tahu langkah apa yang harus diambil.

"Thanks banget, Bro. Obrolan ini ngebantu banget," katanya sambil berdiri.

"Semoga sukses, Bay. Kalau butuh apa-apa, jangan ragu hubungi aku," jawab saya sambil menjabat tangannya.

Dia pergi dengan semangat baru, sementara saya kembali duduk, menikmati sisa kopi yang sudah mulai dingin. Setiap orang punya perjalanan dan keputusan yang berbeda. Yang terpenting adalah memahami risiko dan kesiapan sebelum melangkah ke dunia baru.


KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun