Pengesahan RUU cipta kerja merupakan dapat merugikan khususnya kaum buruh, sehingga para mahasiswa dan buruh melakukan demo. Deretan RUU cipta kerja yang tidak berpihak pada buruh, menjadikan ketidakadilan semakin menyeluruh. Keberpihakan pemerintah dalam Omnibus Law menjadi kentara saat hak-hak buruh disusutkan sedangkan pengusaha dan tenaga kerja asing (TKA) dilapangkan.
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menjelaskan beberapa poin mengapa UU Cipta Kerja ini sangat ditentang oleh kaum buruh dalam konferensi pers pada Sabtu, (24/10). Di antaranya yang pertama adalah penghapusan upah minimum. Upah pekerja yang semula sesuai dengan upah minimum kabupaten/kota (UMK) beralih ke upah minimum provinsi (UMP).
Tetapi, ini akan menyebabkan kesenjangan ekonomi di berbagai daerah, mengingat kebutuhan setiap daerah (kabupaten/kota) berbeda-beda. Poin ini dinilai membuat upah pekerja semakin rendah.
Kedua, dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 disebutkan tak boleh ada pekerja yang mendapat upah di bawah upah minimum, tetapi dengan adanya RUU cipta kerja yang baru, sanksi pidana bagi pengusaha yang menggaji pekerja di bawah upah minimum dihilangkan.
Ketiga, diberlakukannya pasal yang menyatakan bahwa lama waktu kontrak kerja diserahkan sepenuhnya kepada pengusaha. Sehingga, kontrak kerja bisa berlaku seumur hidup dan alhasil pekerja tidak akan mendapat kepastian untuk menjadi pegawai tetap.
Keempat, Omnibus Law pada pasal 42 mempermudah perizinan tenaga kerja asing (TKA) untuk bekerja di Indonesia. Pasal tersebut mengamendemen pasal 42 UU Ketenagakerjaan Tahun 2003 yang mewajibkan TKA mendapat izin tertulis dari menteri atau pejabat yang ditunjuk.
Untuk itu, pemerintah pusat baik Presiden dan DPR perlu mengambil langkah yang tepat sebelum mengimplementasikan Omnibus Law sebagai payung hukum. Omnibus Law juga harus memperjelas hak buruh agar tidak memunculkan masalah baru. Apalagi saat ini Omnibus Law ramai mendapatkan penolakan dari pihak buruh karena menilai upah minimum akan terganggu. Untuk itu, Omnibus Law harus dibuat salah satunya untuk melindungi hak kerja dan upah buruh. Jika langkah ini bisa ditempuh maka penolakan terhadap Omnibus Law oleh kelompok buruh bisa diantisipasi dengan mudah karena buruh akan merasa diuntungkan dengan adanya Omnibus Law.