Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Aku Tetap Akan Pulang

16 April 2012   00:24 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:34 196 1
Mendung bergelayut temaram. Awan kelabu berarak pelan. Merambat. Musim gugur Canberra siang itu terasa sunyi. Desir angin dingin makin menambah sunyi hati bagi para pendurja, yang terjebak waktu senjakala di kota mungil gerbang Australia.

Tak terkecuali dengan Ananta. Sudah sekitar satu jam ia duduk di sebuah kursi, di pelataran resto Zambrero yang terletak di samping Menzies, perpustakaan utama Australian National University (ANU). Burrito yang ia santap sudah tandas setengah jam yang lalu. Kini, dengan hanya ditemani teh hangat pengusir dingin, pikirannya menerawang tak tentu arah.

Ia tengah galau. Studi Master-nya di bidang Public Policy, Crawford School, ANU sudah usai. Tiga minggu lagi ia akan diwisuda. Orang tua dan adiknya semata wayang Hanna akan datang ke sini untuk menyaksikan acara kelulusannya.

Harusnya Ananta bahagia. Namun ia galau dalam dua pilihan yang sulit. Ia baru saja mendapatkan tawaran bekerja di Westfield, sebuah perusahaan besar Australia yang tengah berekspansi ke Indonesia. Karena latar belakang studinya, ia diharapkan dapat membantu perusahaan tersebut. Salah satu eksekutif perusahaan telah memberikan jaminan bahwa Ananta pasti akan diterima. Pengetahuan Ananta di bidang birokrasi Indonesia yang terkenal pelik tampaknya telah menawan Westfield.

Di sisi lain, Ananta merasa sedih jika tidak kembali ke bumi pertiwi yang ia cintai. Ia ingin turut berjuang, khususnya dalam pemberantasan korupsi yang begitu merajela. Kebetulan tesis S-2nya mengenai hal itu. Kalaupun ada kendala dari impiannya adalah dari titik mana ia harus memulai. Apakah bergabung dengan Transparency International, Komisi Pemberantasan Korupsi, atau LSM lokal seperti Parliament Watch.

Ananta menjadi galau karena tawaran di Australia sudah demikian nyata. Tinggal melangkah dan, abrakadabra, ia langsung bekerja. Sementara untuk kembali ke tanah air, ia masih harus berjuang, termasuk berjuang dalam ketidakpastian tempat kerja dan berapa gaji yang akan diperoleh. Di sisi lain, Alexa kekasihnya juga meminta agar ia tetap tinggal di Australia. Gadis Indo nan cantik itu bahkan sempat ‘mengancam’ untuk memutuskan hubungan seandainya Ananta bersikeras kembali ke Indonesia.

“Ta, loe kok gue perhatiin melamun terus dari tadi. Ada masalah?” Teguran Iwa langsung menghentikan terawangan pikiran Ananta.

“Betul Wa. Aku sedang bingung. Mungkin bagi orang lain ini masalah sepele. Tapi buatku ini cukup dilematis.”

“Boleh gue dengar? Siapa tahu gue bisa berbagi saran.”

Ananta tersenyum kepada sahabat baiknya ini. Mereka memang sering berdiskusi dan berbagi solusi. Iwa merupakan mahasiswa Master di bidang ekonomi sehingga sering menjadi narasumber bagi Ananta untuk isu-isu ekonomi. Iwa pun selalu senang mendengarkan semangat Ananta yang dikenal sebagai pemikir antikorupsi Indonesia.

Setelah mendapatkan tawaran sharing dari Iwa tersebut, akhirnya mengalirlah kisah kegalauan yang tengah dihadapi Ananta. Iwa mendengarkan dengan tekun. “Oke, gue paham situasi loe. Pertama, gue ucapin selamat dulu ke loe yang dapat tawaran dari Westfield. Nggak banyak orang Indo yang bisa seperti loe. Loe bisa sekolah di ANU atas biaya sendiri, tanpa beasiswa, tapi bisa survive dengan bekerja paruh waktu di berbagai perusahaan dan NGO di sini. Loe jelas nggak wajib pulang karena nggak ada ikatan beasiswa.”

Iwa melanjutkan, “Tapi gue yakin sekali passion atau semangat loe adalah pemberantasan korupsi. Loe pengen banget pulang ke Indonesia. Masalahnya, loe belum punya pegangan mau ngapain di sana nanti. Pulang hanya berbekal ijazah bukan jaminan loe bakal sukses, atau survive sekalipun.”

Suasana hening sejenak.

“Masalah loe mungkin akan mendapatkan secercah harapan kalau ada yang loe bisa bawa dari sini, tidak sekedar mengharapkan loe bakal dapat apa di tanah air. Ada satu peluang yang mungkin loe bisa garap. Di University of Canberra ada satu pusat kajian namanya Centre for Governance. Gue dengar mereka sangat terbuka dengan ide-ide penciptaan pemerintahan yang bersih dan kerap memberikan bantuan bagi para LSM negara berkembang yang berjuang di bidang itu. Saran gue, loe buat saja proposal pembentukan LSM di Indonesia yang fokus terhadap pemberantasan korupsi. Buat loe kan substansi hal-hal seperti itu mudah saja, seperti membalikkan telapak tangan. Nah, kalau proposal loe diterima, loe bisa pulang dengan tenang. Secara finansial relatif mendapat dukungan dari Centre tersebut. Dan secara passion, loe tetap bekerja di bidang yang loe sukai.”

Ananta terbelalak mendengar itu. “Gila, aku nggak kepikiran sampai ke sana. Padahal aku sempat beberapa kali bertandang ke Centre tersebut. Sebuah saran yang sangat brilian. Thanks Bro, you are a true friend.”

Ananta langsung melirik jam tangannya. Pukul 2.30. Berarti dia masih ada waktu untuk mengunjungi Centre for Governance, University of Canberra (UC). “Bro, aku langsung ke UC ya. Mumpung masih ada waktu. Aku ingin berkonsultasi dengan mereka dan menjajaki gagasan yang kamu sampaikan tadi.”

Sure. Hati-hati di jalan, kelihatannya sebentar lagi hujan.”

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun