Mohon tunggu...
KOMENTAR
Ramadan Pilihan

Puasa, Menakar Keseimbangan Hidup

1 Juni 2019   16:44 Diperbarui: 1 Juni 2019   16:53 107 2
Hidup itu soal takar menakar. Kebahagian yang kita dapatkan dalam hidup, akan sangat bergantung pada seberapa pandai kita memberi takaran pada tiap-tiap sisi kehidupan yang kita jalani.

Kebahagiaan itu sendiri terbagi dua, ada kebahagiaan berjangka pendek dan yang jangka panjang, kekal abadi. Atau seringkali kita kenal dengan istilah kebahagiaan dunia dan akhirat. Bagaimana agar keduanya bisa kita dapatkan? Jawabannya kembali ke yang tadi, tergantung cara kita menakar.

Mengejar kebahagiaan di dunia, berarti kita di tuntut untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan duniawi. Kebahagiaan akhirat pun begitu. Untuk mendapatkannya, tentunya kita harus banyak mengerjakan amalan-amalan ukhrawi.

Lantas, bagaimana cara melakukan keduanya agar hidup kita tetap seimbang? Sebab, tak jarang kita temui ada sebagian orang yang rela mengabaikan akhiratnya demi mengejar dunianya. Dan sebaliknya, ada yang fokus mengejar akhirat dan menjauhkan dunia.

Pemahaman yang umum kita temui adalah membagi dunia dan akhirat menjadi separuh-separuh, fifty-fifty, atau 50: 50. Separuh usaha untuk dunia, separuhnya lagi untuk akhirat. Begitulah keseimbangan hidup yang banyak dipahami.

Nah, sekarang kita berpikir, apakah pantas dunia yang hanya menjadi tempat tinggal sementara kita, disamakan dengan akhirat yang kekal? Apakah pantas kita bekerja mati-matian untuk dunia, di mana kita semua akan mati di dalamnya?

Kalau pun memang separuh-separuh, apakah kita telah melakukan itu? Contoh, kita bekerja untuk kebutuhan dunia 8 jam sehari, apakah akumulasi ibadah kita untuk kebutuhan akhirat sudah 8 jam juga?

Sungguh tidak tepat jika dunia dan akhirat harus dibagi fifty-fifty. Takaran yang sesuai adalah, kita mengutamakan akhirat, tujuan utama kita akhirat, dan dunia hanyalah penunjang. Bahkan, di setiap aktifitas keduniaan kita, jangan pernah lupa menyisihkan amalan akhirat. Niatkanlah semua aktifitas dunia kita untuk menunjang kebutuhan akhirat kita.

Ketika kita bekerja mencari nafkah, niatkanlah untuk kebaikan ibadah kita. Kita mendirikan tempat tinggal, semoga kita nyaman di dalamnya agar kita bisa merencanakan ibadah dengan matang. Kita mencari makan, semoga dengan itu tubuh kita selalu sehat untuk ibadah. Atau, kita memenuhi kebutuhan pakaian kita, semoga dengan itu kebersihan dan kerapian selalu menyertai kita dalam beribadah.

Menyertakan niat akhirat pada setiap kebutuhan dunia, setelah sebelumnya menetapkan ibadah yang memang telah diwajibkan untuk kebutuhan akhirat, itulah takaran yang tepat. Seperti itulah yang namanya seimbang, yaitu memberi porsi yang jauh lebih banyak untuk tempat abadi (akhirat), dibanding persinggahan yang hanya sementara (dunia).

Perintah untuk selalu mengutamakan akhirat, telah banyak diperintahkan didalam Al-Qur'an dan pada hadis-hadis Rasulullah Saw. Seperti pada hadis berikut, Rasulullah Saw., bersabda,

"Barangsiapa tujuan hidupnya adalah dunia, maka Allah akan mencerai-beraikan urusannya, menjadikan kefakiran di kedua pelupuk matanya, dan ia tidak mendapatkan dunia kecuali menurut ketentuan yang telah ditetapkan baginya. Barangsiapa yang niat (tujuan) hidupnya adalah negeri akhirat, Allah akan mengumpulkan urusannya, menjadikan kekayaan di hatinya, dan dunia akan mendatanginya dalam keadaan hina." (HR. Ahmad)

Sangat sulit kita menemukan orang-orang yang membagi kebutuhan dunia dan akhiratnya menjadi separuh-separuh. Yang ada, jika seseorang fokus dengan dunia pastilah akhiratnya terabaikan. Atau, ketika mengutamakan akhirat, maka pastilah dunia hanya penunjang.

Dunia bukan untuk diabaikan sama sekali, tapi bukan juga untuk dikejar mati-matian. Sementara akhirat, sudah pasti merupakan prioritas utama, yang akan semakin baik jika dunia dijadikan penunjangnya.

Kuncinya adalah, gunakanlah takaran yang tepat dalam memenuhi kebutuhan dunia, agar ketika kita menakarnya, takarannya tak akan pernah melebihi porsi akhirat. Takaran akhirat sudah paten, harus selalu melebihi dunia. Dan takaran dunia, hanyalah sebatas yang dibutuhkan.

Kejarlah kebahagiaan untuk kehidupan di akhirat kelak, maka dunia akan mengejar dibelakangmu, walaupun engkau tak begitu membutuhkannya. Tapi jika dunia yang engkau kejar mati-matian, ia akan semakin menjauh didepanmu, dan akhirat pun akan semakin jauh kau tinggalkan.

Di bulan Ramadan ini kita belajar untuk lebih mengutamakan akhirat daripada dunia. Kita begitu fokus beribadah tapi tak meninggalkan masalah dunia. Buktinya, kita bisa tetap berpuasa, tadarus, ngaji, dan mengerjakan banyak ibadah lainnya, tapi tetap mengerjakan urusan dunia.

Setidaknya, puasa mengajarkan kita untuk selalu mendahulukan akhirat dibanding dunia. Puasa memahamkan kita bahwa dunia benar-benar hanyalah penunjang. Inti kehidupan adalah akhirat, maka segala fokus harus tertuju ke sana.

Semoga semangat ibadah di bulan Ramadan tetap terbawa ke bulan-bulan lainnya, bahkan menjadi gaya hidup kita. Dan dengan itu kita semakin pandai menakar, tentang yang mana saja yang harus kita dahulukan dan utamakan.

Wallahu A'lam

---Yasir Husain, Penulis Buku SETIA (Selagi Engkau Taat & Ingat Allah)

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun