Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud Pilihan

Penumpang Blokade KRL Cermin Kegagalan PT KCJ-KAI

19 April 2014   07:07 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:29 110 0
Peristiwa ribuan penumpang blokade KRL di Stasiun Bekasi (Kamis, 17 April 2014) merupakan cermin akumulasi kekecewaan konsumen terhadap standar pelayanan minimal (SPM) yang dijalankan oleh operator KRL Commuter Line yaitu PT KCJ, anak perusahaan PT KAI.

Jelas sekali bahwa masalah keterlambatan jadwal perjalanan KRL yang selama ini terjadi adalah tanggung jawab penuh manajemen PT KCJ-KAI. Kenapa jadwal KRL sering terlambat? Lalu mengapa tidak ada SOP (standard operation procedures) atas toleransi keterlambatan perjalanan, misalnya maksimal 15 menit? Kenapa tidak ada kebijakan memprioritaskan perjalanan KRL khusus di pagi hari antara Pk. 06.00-10.00?

Padahal sebelumnya melalui Twitter, surat pembaca di berbagai media, sudah banyak keluhan penumpang atas keterlambatan jadwal perjalanan KRL dalam sebulan terakhir ini, kurang mendapatkan apresiasi positif dan langkah konkret perbaikan dari manajemen PT KCJ. Semua itu dianggap "angin berlalu" oleh pimpinan PT KCJ-KAI.

Akhirnya puncak kemarahan penumpang menjadi kenyataan seperti yang terjadi di Stasiun Bekasi, dan tidak tertutup kemungkinan bisa terjadi di stasiun lain, jika masalah serupa tidak ditangani serius oleh manajemen PT KCJ-KAI.

Andaikata manajemen PT KCJ-KAI benar-benar memperhatikan SPM, harusnya tidak ada lagi kasus kereta api jarak jauh (KAJJ) sering "menyalip" KRL yang seharusnya sesuai jadwal dijalankan dengan benar. Bukankah pengoperasian KRL Commuter Line berdasarkan konsep "First In First Out" dimana kereta secara beriringan melaju secara teratur? Dan ini yang menjadi alasan penghapusan KRL Ekspres yang dianggap dapat "menyalip" KRL reguler.

Namun kenyataan yang terjadi di lapangan, seringkali KRL "diparkir" cukup lama di Stasiun Cakung atau Jatinegara hanya untuk memberikan kesempatan KAJJ dari Jakarta untuk lewat melaju. Begitupun sebaliknya dari arah Bekasi. Apalagi ada kesan meremehkan status KRL sehingga sampai 2-3 kali "disalip" oleh KAJJ yang dianggapnya mempunyai "kelas" lebih tinggi dari KRL.

Konsumen yang sebagian besar pegawai dan buruh kecil yang berpenghasilan tetap serta anak sekolah yang memerlukan waktu perjalanan KRL di pagi hari khususnya antara Pk. 06.00-10.00 sudah sepatutnya mendapatkan jaminan ketepatan jadwal perjalanan KRL, baik dari Bekasi maupun Bogor yang menuju Jakarta.

Lalu belakangan ini jadwal perjalanan KRL sering terlambat rata-rata lebih dari 15 menit, dan penumpang menganggap hal yang lumrah, namun lama kelamaan keterlambatan kian bertambah lama bahkan hingga lebih dari 1 jam, yang akhirnya membuat penumpang marah dan memblokade perjalanan KRL yang berimbas juga menghambat perjalanan KAJJ.

Tidak hanya itu. Manajemen PT KCJ-KAI selain gagal mengelola ketepatan waktu perjalanan kereta, juga gagal mendidik penumpang KRL untuk lebih tertib, sopan dan taat terhadap peraturan tata tertib dan etika di dalam gerbong KRL.

Contohnya masih banyak ibu hamil yang tidak mengerti masuk ke gerbong dimana sudah tersedia tempat duduk prioritas. Harusnya petugas keamanan dalam (PKD) selalu memandu memberitahukan ibu hamil untuk duduk di bangku prioritas, bukan mengarahkan ke tempat duduk umum yang milik penumpang lainnya. Patut disadari bahwa Hak Penumpang pada prinsipnya SAMA karena membayar tiket dengan HARGA SAMA.

Pengelolaan manajemen transportasi yang baik dan profesional, seharusnya PT KCJ-KAI mampu mendidik penumpang melalui sosialisasi ke berbagai media, melakukan work shop dan berbincang-bincang dengan penumpang dengan rutin misalnya 3 bulan sekali.

Selama ini petugas Announcer KRL belum semuanya mengumumkan secara terus menerus di dalam gerbong tentang tempat duduk prioritas untuk ibu hamil, tata tertib dan etika penumpang dan larangan penumpang saat berada di dalam gerbong.

Jadi, semua ini akibat kegagalan manajemen PT KCJ-KAI dalam mengantar perubahan kultur dari model pelayanan lama (sistem tiket lama) ke sistem tiket elektronik. Ada kesan manajemen selama ini fokus pada soal pembenahan infrastruktur, tapi lupa melakukan sosialisasi kultur budaya yang mampu meredam emosi penumpang KRL Commuter Line.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun