Mohon tunggu...
KOMENTAR
Fiksiana

Akhir Sebuah Kejutan

26 Mei 2024   08:43 Diperbarui: 26 Mei 2024   08:47 146 9
Fiksi Mini : Akhir Sebuah Kejutan


Marno tersenyum bahagia ketika dapat kabar dari Tarjo, teman SMA untuk datang ke rumah temannya.

[Datang ke rumah ya, burung muraiku beranak, katanya kau pengen] tulis di WA dari Tarjo.

Kabar baik ini pun disampaikan pada istrinya Marni.

"Marni, sayang, Mas pergi dulu ya ke rumah Tarjo yang rumahnya kita kunjungi pas lebaran itu," ucap Marno sambil mengelap sandal jepit yang biru.

"Trus aku di rumah sendiri?" jawab wanita gemuk itu sewot. Dalam hatinya ia ingin diajak suaminya.

"Ya dong, gak papa. Kan sudah biasa di rumah sendiri." Kali ini Marno dengan celana jin biru dan kaos merah yang sudah mulai pudar warnanya  berdiri  dan mengeluarkan sepeda motor. Sepeda motor warna hitam yang akan menemaninya sepanjang perjalanan.

"Oke, deh tapi pulangnya belikan klepon yang berada di dekat patung Jenderal Sudirman itu ya?"

Marno mengiyakan walaupun dalam hati ragu bisa gak beli sambil bawa sangkar burung.

"Rumah temanmu masih hafal kan Mas, jangan kesasar lho!"

Marni berpesan seperti itu karena Marno sering lupa. Apalagi ini baru kali kedua.  

"Ya,  rumahnya bercat coklat dan sebelah kanan ada garasi. Nanti saya telepon Tarjo kalau sudah dekat."

Sepeda motor mulai melaju setelah ia berpamitan dengan istrinya. Hatinya berbunga-bunga karena ia akan bertemu temannya dan keinginannya punya burung murai bisa terwujud. Tak mudah mendapatkan burung itu. Biasanya burung itu dijual dengan harga lumayan mahal. Ia bersyukur tidak disuruh beli.

Marno bersiul-siul sambil mengendarai sepeda motor. Ia memilih jalan kampung yang sepi dekat dengan  persawahan. Aroma padi yang menguar menyentuh hidung. Ia pun ingat kala kecil sering diajak neneknya memanen padi,  suka ikutan menginjak -injak batang padi. Kenangan masa lalu menjadikan ia bersyukur karena merasa lebih baik dari zaman dulu.

Tak terasa lelaki yang berkulit hitam ini sudah masuk gang kenanga.  Berarti sudah dekat dengan rumah Tarjo.
Ia pun berhenti lalu mengambil HP dari kantong celananya.

"Asalamualaikum, Tarjo aku sudah otw ini," ucap Marno dalam telepon.

"Ya, sudah hafal rumahku to?"

"Oke, sudah dong," jawab Marno mantap.

Ia tahu sebenarnya tinggal beberapa rumah sudah sampai rumah Tarjo. Namun, ia mengatakan  otw yang berarti baru berangkat.

Marno ingin buat kejutan pada teman SMA itu. Tarjo pasti terkejut karena bilang Otw kok tahu-tahu sudah di depan rumahnya. Kejutan ini pasti akan seru. Marno yang berbadan kurus tinggi ini senyum-senyum sendiri.

Perlahan distarter lagi sepeda motornya.  Ia pun langsung bisa melihat rumah Tarjo. Dibelokkan sepeda motornya ke kanan menuju rumah bercat coklat.

"Alhamdulillah sudah sampai, pasti Tarjo akan kaget akan kedatanganku yang cepat ini," gumam Marno lalu memarkir sepeda motor.

Ia pun senang karena sudah sampai di depan pintu rumah Tarjo. Walaupun rumah sepi, ia yakin Tarjo di rumah karena baru saja ia telepon. Marno mengetuk pintu sambil berkaca di jendela kaca sebelah pintu. Ia rapikan rambut cepaknya dengan jari-jari tangan kanan.

Berulang kali ia ketuk pintu jati yang banyak tertempel stiker.

"Asalamualaikum, Tarjo, aku sudah di depan pintu!" Marno terus mengucap  salam dan berusaha mengintip lewat kaca jendela. Dilihatnya ruang tamu sepi. Tak ada tanda-tanda kehidupan. Hatinya sedikit galau. Ia pun mengulangi dengan memanggil teman SMA itu. Namun, tak ada sahutan dari rumah. Ia pun memutuskan untuk menelepon.

"Tuttt!"

Sampai enam kali panggilan tak ada jawaban. Nada berdering. Itu artinya HP Tarjo aktif. Ya ditunggu sajalah. Lelaki tersebut memilih duduk-duduk di kursi panjang sambil menunggu dibukakan pintu. Ia heran, lima menit lalu HP Tarjo aktif. Namun, mengapa seketika hilang kontak.

Tak terasa ia sudah menunggu selama empat jam. Lumayan lama. Bagi Marno, Tarjo tertidur. Ia pun enggan bertanya kepada tetangga karena Tarjo mengatakan di rumah. Sesekali ada orang lewat di depan rumah bercat coklat itu dan tak ada yang menyapa. Ia pun asyik bermain game.

Tiba-tiba HP berbunyi keras. Marno langsung berdiri.

"Tarjo kamu telepon berulang kali ya, maaf aku di belakang, HP saya letakkan di lemari," ucap Tarjo.

"Kamu sampai mana?" Suara Tarjo lebih keras.

"Saya sudah di depan pintu rumahmu empat jam lalu," ucap Marno keras. Ia ingin segera dibukakan pintu.

"Oh ya, oke aku bukakan pintu. Sebentar tunggu aku cuci tangan dulu."

Tarjo cuci tangan di kran dapur kemudian berjalan ke pintu rumahnya sambil melongok dari jauh. Namun, tak ada siapa pun di rumahnya. Sepi tak ada Marno. Tarjo pun keluar rumah menuju jalan depan rumah. Tak ada orang sama sekali.

Segera ia hubungi Marno.

"Marno, kamu lari  ke mana, nih aku bukakan pintu tak ada orang. Memangnya kamu di mana?"

Tarjo kebingungan tentang keberadaan temannya.

"Jangan-jangan salah rumah," Tarjo mulai berpikir seperti itu.

"Ya, aku tetap di depan rumahmu sudah empat jam.  Nih sampai pegel."

Tarjo yakin jika Marno salah rumah.

"Mar, kamu tuh di rumah nomor berapa, trus depan rumah ada pohon mangga gak?"

Seketika Marno melongo, depan rumah yang ditunggu ini tak ada pohon mangga.

"Lho ini rumahnya bercat coklat, berpagar coklat juga tapi...," jawab Marno

"Tapi gak ada pohon mangga kan? Itu rumah tetanggaku yang bernama Pak Eko.

Seketika badan Marno lemas tak berdaya. Rupanya kejutan yang akan ia buat berubah dirinya yang terkejut.

Tawa berderai tiada henti ketika dua sahabat tersebut bertemu. Marno malu pada diri sendiri. Namun, rasa malu terobati dengan sepasang burung murai telah di depan mata.


 Ambarawa, 26 Mei 2024


KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun