Tetapi rasa sebal saya tiba-tiba luluh seketika mendengar untaian kata yang dituturkan seorang pengamen cilik. Ia berlagu demikian:
Andai aku masih punya mama
aku pasti bisa tersenyum
karena aku dielus dan dimanja
Andai aku masih punya mama
aku  pasti bisa berteman banyak
karena aku disekolahkan
oh mama... mama... kau dimana?
Saya sendiri cukup  terkesan dengan kata-katanya, walau saya tahu, mungkin bocah kecil ini tak mengerti apa arti syair yang dilagukannya. Merasa tersentuh, saya pun merunduk, meraba-raba saku hendak mengambil sepeser gope dari saku jeans saya.
Tiba-tiba...
pluk....
Ketika kepala saya angkat, bocah kecil itu sudah tergeletak jatuh di atas aspal. Nampak begitu jelas, kepala bagian belakangnya terbentur aspal basah. Semua penumpang dalam angkot t 15A Â panik. Sewaktu sopir hendak menghentikan mobilnya, tiba-tiba anak itu bangun, menyentuh-nyentuh bagian belakang kepalanya lalu berlari ke arah sekawanan bocah.
"Waktu abang (sopir) menurunkan gas mobil, tiba-tiba saja ia melompat keluar", kata seorang ibu yang duduk persis di samping pintu angkot.
Ia tidak protes, mengapa ia jatuh. Ia pun tidak menangis dan merintih karena terbanting di aspal yang keras dan becek. Dia hanya tersenyum, menerimanya dengan lapang dada. Â Padahal dia tahu benar, ia tidak pernah ingin dilahirkan sebagai seorang pengamen.
Tetapi kejatuhannya tentu sangat menyakitkan, apalagi jika disaksikan oleh ibunya sendiri.
Oh mama, anakmu pengamen di jalan tol..............
Add note:
Heideger menyindir: Manusia adalah makhluk yang "terlempar" ke dunia, tanpa sempat diberi opsi untuk ini - itu. Kelahiran manusia adalah "keterlemparan" dalam sejarah. Karena itu, Nietzsche pun memekik: "Rayakanlah hidup! Cintai takdirmu! Terima apa yang terjadi, juga penderitaan dan rasa sakit, sebagai hal baik. Hidup adalah apa yang kita lakukan hingga saatnya kita mati"
16.48 pm. Keluar tol Cililitan. Jakarta Timur