Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Sebelum Sakura Gugur

1 Maret 2012   06:08 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:42 283 0

Hari ini adaHanami di Kamo Park Niigata.Biasanya selain menikmati keindahan bunga Sakura sambil piknik di taman-taman yang dipenuhi pohon-pohon Sakura, ada juga selingan acara seperti upacara minum teh atau festival Kimono. Acara seperti ini cukup menyenangkan bagi Dina untuk mengisi hari libur dengan suami dan anak-anaknya daripada jalan-jalan di pertokoan yang malah mengacaukan anggaran keuangan. Kebetulanmereka tinggal di kota kecilyangkurang hiburan. Cuaca cerah membuat orang-orang semakin bersemangat .Mereka sangat antusias menyambut bunga Sakura berkembang yang hanya satu minggu dan setelah itu gugur.


Di setiap daerah di Jepang Sakura berkembang tidak bersamaan. Hari ini Sakura berkembang di Kamo yang jaraknya lumayan untuk ditempuh, tapi mereka tetap menyempatkan diri untuk melihat bunga Sakura yang sedang berkembang setelah selama kurang lebih empat bulan berkurung di dalam apato karena musim dingin yang mengggigit. .


Dina baru saja selesai menyiapkan bekal untuk anak-anak, telur dadar dan sop ayam. Untuk suaminya ia sudah menyiapkan mie goreng . Di bawah apato terdengar suara anak-anak tetangganya, Satoru dan Kento. Kelihatannya beberapa keluarga Jepang juga akan pergi berhanami. Ternyata masih banyak juga dari masyarakat Jepang yang menyenangi hal-hal seperti ini sementara kaum mudanya yang sudah jauh berkiblat ke masyarakat Baratlebih suka berdisko atau pergi ke pub. Dina melongokkan kepalanya keluar jendela. Tetangganya pasangan Rudi dan Anti sertaanak-anaknya melambaikan tangan.


Di sebelahnya ada Budi dan Tety dengan anak mereka yang masih berumur tujuh bulan. Berarti hampir semuanya ada. Hanya keluarga Doddy yang tidak tampak karena mereka pergi keTokyo Disneyland. Bagi Dina, Disneyland adalah bagian rencana menabungnya. Maklum, kantong mereka jelas berbeda. Jodi, suaminya hanya mengandalkan bea siswa dari salah satu lembaga swadaya di Jepang. Bagaimanapun, bisa meneruskan Programr Doktor saja sudah kebahagiaan besar untuk mereka.


Tiba-tiba dari pintu anaknya Adit menerobos masuk dengan baju kotor tidak karuan.

“ Adit…! Mamabenar-benar marah ya…! Kamu kan sudah mandi, sudah bersih. !.cepat ganti bajusendiri ..! “, kata-kata “ sendiri“ sekarang makin sering diteriakkan Dina kepada Adit. Sedangkan terhadap Icha karena masih umur tiga tahun, Dina masih memakluminya.


Bagaimanapun mengurus dua anak tanpa pembantucukup repot. Paling tidak Dina ingin mengajar Adit agar bisa mandiri mengurus dirinya sendiri. Ternyatatidak mudah.“Jadi Adit mau di tinggal di rumah ? “ tanya Dina dengan nada tinggiketika dilihatnya Adit malah ,membongkar mainan dalam dus yang baru saja dibereskannya.. Adit justru menjadi menjerit dan menangis karena takut benar-benar tidak diajak pergi. Jodimelirik istrinya sambil membereskan mainan yang berserak.


“Sabar dikit dong ma..anaknya kalau diancam begitu malah tambah ramai …..kan bisa di tegur pelan-pelan..” bisik Jodi supaya Adit juga tidak tahu kalau ayahnya membela. Dina seperti tak menggubris. Rasanya akhir-akhir ini ada sebongkah beban di dadanya yang terasa berat dan semakin berat.

“ Aku sudah cape-cape usaha , maa . Sekarang lega kita dapat pinjaman mobil dari DoddiUntung mereka ke Tokyo naik Shinkansen jadi mobilnya bisa kita pakai. Mama dan anak-anak tidak perlu bersempit-sempitan menumpang di mobil orang..tapi kelihatannya kok mamaseperti sedang kesal..” tambah Jodi. Direngkuhnya istrinya yang tampak masih jengkel mengganti baju Adit

.” Pasti mama ingat Ayas…kan ? aku sudah hafal kok…!.siapa sih yag tidak kangen anak sendiri ? ” Jodi berguman sambil ngeloyor menggamit si bungsu Icha turun kebawah. Ada sungai kecil mengalir di kedua pipi Dina.


Tak dapat dipungkiri, pikirannya dipenuhi oleh Ayas anak sulungnya yang sudah setahun ini ditinggal di tanah air dengan eyang putrinya. Setahun ! bukan waktu yang pendek untuk menahan rindu. ..!Sungguh bukan hal yang mudah untuk menjawab pertanyaan setiap orang kenapa si sulung tidak ikut.ke Jepang. Sebenarnya semua perasaan sudah terkendali. Keputusan terbijaksana sudah dibuat untuk tidak mengajak Ayas.


Pertama, Ayas baru saja diterima masuk Sekolah Dasar.. Jadi sayang rasanya kalau pindah begitu saja. Adit dan Icha kelihatannya lebih mungkin untuk pindah karena Adit baru Taman kanak-kanak dan Icha masih di Play Group. Ayas sebenarnyajuga sudah lengket dengan eyang putrinya jadi tidak ada masalah. Dina dan suaminya merasakan juga dampak Adit dan Icha bersekolah di negeri orang, anak-anak itu tampak lebih mandiri dan berani bergaul, walaupunteman-temannyaanak-anak dari berbagai bangsa. Sebulan sebelum mereka berangkat ibunya sempat mempermasalahkan lagi masalah Ayas.Ketika itu suaminya pulang malam karena ada tugas di kantor. Anak-anak sudah terlelap.


Dina masih teringat saat melihat ibunya mesih termanggu di ruang tengah yang luas. Semenjak ayah Dina yaitu Rahardjo, meninggal Ibunya tinggal dirumah warisan itu dengan seorang keponakannya ,Lulu yang sejak kecil memang ikut di keluarga raharjo. Lulu kini sudah sudah lulus sekolah kejuruan tapi dia lebih suka menerima pesanan kue di rumah sambil menemani ibu daripada bekerja di katering atau restoran. Selain dengan Lulu Ibu juga ditemani seorang pembantu yang sudah dianggap keluarga sendiri, Saminah. Ibu tampak berhati-hati sekali ketika membuka pembicaraan tentang Ayas.


“ Ibu ini ikhlas…dan sama sekali tidak kebratan Ayas kau tinggal dengan Ibu….lha wong cucu sendiri, ya malah Ibu senang kalau selalu dekat. Tapi anakmu itu lho Din….apa kau mau mengabaikan perasaannya? kenapa dia dipisahkan dari kedua orang tua dan adik-adiknya…” tutur Ibu dengan lembut. Dinamenatap Ibunya dengan bimbang.


“ Bu…rasanya cuma Tuhan yang tahu betapa beratbagi saya untuk memisahkan Ayas…lalu aku harus bagaimana bu…? Tetap bertahan di sini sementara aku mempunyai kewajiban untuk mendampingi suami juga. Atau Ayas tetap kupertahankan ikut sementara saya dan mas Jodi tidak tahu bagaimana harus mencari tambahan biaya hidup…?Bukan karena Ayas yang sengaja kukorbankan, tapi karena aku pikir dia lebih tua daripadaadik-adiknya, tentunya lebih bisa mengerti “ jawab Dina dengan memelas


“ Berapa umur Ayas, Din…? Tujuh belas tahun….? Bagaimana mungkin kau menuntut pengertian dari seorang anak yang baru berumur tujuh tahun ?…” jawab Ibu masih dengan tutur kata yang lembut

“ Apa yang harus kulakukan bu…? Tolong berikan saran terbaik menurut ibu “ isak Dina sambil bersujud dipangkuan ibunya…

“ Din, setahu Ibu kamu bukan orang yang gampang menyerah…! Kau sudah berkeluarga, sudah menjadi seorang istri dan ibu tiga orang anak…paling tidak ibu yakin, kau pasti bisa menentukan mana yang terbaik….



Sejujurnya, persoalan biaya memang tidak mudah dimengerti oleh anak-anak . Bagi Jodi memboyong Dina dan dua anaknya saja sudah mukjizat. Itupun dengan di selingi pontang-panting arubaito diluar jam-jam kuliah atau jam belajar. Untuk tiga anak biaya hidup mungkin teratasi. Tapi asrama ?? Asrama Mahasiswa hanya dibolehkan untuk keluarga dengan maksimum dua anak, tambah lagi, untuk biaya sekolah Ayas, tentu juga harus difikirkan. Apalagi apato mereka juga tidak terlalu besar. Akhirnya semuasudah sepakat. Ayas yang mulanya protespun lama-lama mengerti bahkan tampak lebih mandiri sepeninggal mereka.


Terbayang wajah Ayas yang manis dengan lesung pipitnya. Jika Dina kebetulan ada sedikit tabungan dan menelepon Ayas, si sulung ini kedengaran riang sekali. Semua kegiatan di sekolahnya diceritakan, sampai-sampai dengan berat hati Dina harus memutus pembicaraan karena ongkosnya mahal. Ayas juga rajin menulis surat dengan tulisan tangannya yang kadang seperti turunan dan tanjakan. Beberapa hasil gambarnya juga diselipkan di surat. Surat-surat Ayas selalu dismpan Dina di balik bantal tidurnya, seolah dia ingin merasakan kedekatan dengan anaknya. Selain ituEyang putri selalu rajin menulis laporan mengenai Ayas


Tapi surat Eyang yang minggu lalu diterima Dinaagak berbeda dari biasanya. Ayas diceritakan sering rewel dan jadi cengeng. Ayas memang masih menulis surat sendiri tapi kali ini Ayas benar-benar protes kenapa ia tidak bisa berkumpul bersama-sama dengan orang tua dan adik-adiknya. Surat terakhir itulah yang mengaduk-ngaduk perasaan Dina. Ibu benar, bisik hati Dina. Bagaimana mungkin aku memaksa seorang Ayas harus mengerti segalanya ?


Suaminya bukannya tidak mengerti. Bahkan Dina sering memergoki suaminyajuga menyimpan kerinduan yang dalam terhadap Ayas. Kadang-kadang photo Ayas di kamar tamu tahu-tahu sudah pindah ke meja belajar suaminya Tapi sebagai kepala keluarga yang harus senantiasa berhitung untuk menghidupi keluarga, suaminya tetap berkeputusan sama, Ayas terpaksa sementara di tinggal di tanah air bersama eyang putri. Sementara ? atau bahkan sampai Jodi menyelesaikan tugas belajarnya ? Lagi-lagi bulir-bulir air mata mengalir deras dari pipi Dina…..


Jarak Urasa -Kamo kira-kira90 km ditempuh selama kurang lebih satu setengah jam. Di mobil, Dina mulai agak terhibur melihat tingkah Adit dan Icha yang lucu. Mereka berangkat bersama-samakeluarga Yanto dan keluarga Budi dengan beberapa mobil.Sayangnya sampai di Kamo, festival kimono sudah berakhir. Tapi masih banyak orang-orang berhanami. Yanto langsung lenyap dikerumunan orang dan langsung mencari lokasi yang paling enak untuk makan siang. Jodi menggelar tikar, Budi menurunkan barang-barang. Sementara itu ibu-ibulangsung mengeluarkan hasil karyanya. Baladoteri masakan Tetybenar-benar jadi rebutan karena jarang-jarang bisa makan pedas.


Kebetulan Tety baru saja dapat kiriman cabe merah dari temannya di Tokyo. Di Okachimachi, Tokyo, banyak bumbu-bumbu Asia dijual termasuk cabe segar. Anti juga tidak mau kalah membuat nasi goreng. Anak-anak makannya banyak dan tampak gembira bermain di sekitar kolam ikan. Ikan ! Dina ingat, Ayas paling senang melihat ikan. Dina sekejap membayangkan sendainya Ayas ada ditengah mereka. Perasaan itu disimpannya sendiri, karena ia takut merusak suasana.


“ Liburan summer aada rencana pulangke tanah air mbak ? “ tanya Tety mengejutkan Dina sesaat.

“ Pulang..? ya lihat-lihat kondisi keuangan dulu…kalau ada rezeki, maunya ya pulang sebentar..” Padahal Dina tersenyum kecut dalam hati. Rezeki dari mana.?? Bukankah setiap bulan habis tak bersisa, tanpa ada tabungan ? Kalaupun ada, Dina mungkin akan berfikir juga mengirim uangnya saja agar kamar belajar Ayas bisa di perbagus.


“ Pasti kangen juga yasama yang paling besar “ sambung Anti, dengan nada penuhh simpati. Kelihatannya Anti bisa membaca kegelisahan Dina, Selama ini mereka adalh seperti keluarga besar. Satu sakit semua ikut gelisah. Satu sedih yang lain pasti merasakan juga. Jauh dari tanah airmenjadikan mereka ibarat sanak saudara


.“ Wah lumayan juga nih kalau cuaca cerah terus, bisa-bisa lebih irit nih kalauj alan-jalan bawa bekal sendiri “ ujarJodi. membuyarkan lamunan Dina. Ketika musim dingin kemarin, jangankan untuk singgah, turun dari mobilpunrepot dengan baju dingin dan kaos tangan. Terpaksa harus makan di mobil atau singgah di restoran yang sudah pasti keluar dana lagi.

“ Ayo baladonya dihabiskan, masih banyak kok persediaan cabe…” Tety menyodorkan mangkoknya..

“ Kalau saya sih jangan ditawarin deh,…semua juga bakal saya sikat nih’ jawab Anti

.” Jadi bahaya nih dekat sama Anti, bakalan kehabisan..” canda Dina. Mereka tergelak bersama seakanlupa akan kejenuhan mengurus rumah tangga .. Di pinggir kolam para bapak asyik sendiri-sendiri. Jodi dan Budi asyik memotret sedangkan, Rudi asyik dengan handycamnya.


Dari Kamo Park, rencananya mau jalan lagi ke kota Tsubame-- Sanjo. Tapi langit mulai mendung. Tikar cepat-cepat di gulung dan mereka bergegas pulang. Minggu depan para bapak bersiap menghadapi tes dan seabrek paper. Semua berjuang, semua berusaha….


Tadi pagi langit agak mendung, tapi tiba-tiba jadi cerah. Dina cepat-cepat mengeluarkan baju-baju baru saja di cucinya dengan mesin cuci yang menggunakan koin.

“ Aduh hampirlupa! jam sebelas ada janji dengan Yukiko.. “ jerit Dina sendirian .. Dilihatnya jam dinding.Naik bis kampus rasanya sudah tak mungkin, pasti terlambat, Orang Jepang paling tidak suka jam karet. Dina cepat-cepat lari ke garasi tetangganya., “An, boleh pinjam mobil…? Ada janji nih..””

“ Boleh…pakai saja…saya tidak ada rencana kok..lagipula Nita badannya agak anget…takut kecapean kalau diajak pergi..”

“Bener nih ? Kalau begitu aku pinjam dulu deh…terima kasih banyak ya..” Dina langsung meraih kunci mobil. Saat anak-anak sekolah Dina bisa agak bebas bergerak.. Anak-anak di Jepang sekolah sampai jam empat sore, karenamereka juga tidur siang di sekolah. Dina langsung meluncur ke arah Hakaisan, Muikamachi.


Yukikoadalah bekas tetangga Dina, tapi kemudian Yukiko pindah ke daerah pegunungan Hakkaisan karena suaminya adalah seorang guru ski, jadi lebih dekat ke tempat kerja.Walaupun Yukiko sudah pindah, mereka tetap menjalin persahabatan. Di waktu luang mereka makan siang bersama atau berbincang tentang anak-anak. Yukiko mempunyai seorang anak, Izumi yang kebetulan satu kelas dengan Adit. Dalam banyak hal, Dina dan Yukiko banyak kecocokan .. Yukiko sendiri adalah guru privat bahasa Inggris untukanak-anak Jepang. Yukiko fasih berbahasa Inggris karena dulu pernah ikut ayanhya yang kebetulan dinas di New York.


Rumah Yukiko cukup besar. Sebuah rumah kayu yang unik terdiri dari tiga lantai. Lantai satu adalah garasi dan gudang. Lantai dua kamar ,ruang tamu dan dapur sedangkan diatas ada kamar lagi dan satu ruang bermain anak-anak. Walaupun rumah itu bergaya agak moderen tapi beberapa ruang masih mempertahankan ciri khas rumah Jepang lengkap dengan tatami.Yukiko memeperlihatkan salah satu ruangan yang dijadikan kelas untuk les bahasa Inggris. Ternyata jika segalanya diolah secara profesional hasilnya akan maksimal. Murid Yukiko kini dua puluh lima orang. “


Dina akhirnya juga tidak bisa menyembunyikan kegelisahan hatinya didepan Yukiko. Yukiko mendengarkan dengan penuh perhatian tapi belum berani mengeluarkan pendapatnya. Dibiarkannya Dina puas menumpahkan hatinya, kerinduan dan rasa bersalah Dina terhadap Ayas.


“ Aku mengerti sekali perasaanmu ….., kamu pasti rrindu sekali dengan anakmu. di Jepang kami justru belajar membiarkan anak-anak sejak kecil untuk mandiri dan tidak selalu dekat dengan orang tuanya. Mereka mulai dibiasakan tidur terpisah. Ketika berangkat remaja mereka biasanya mulai berfikiran untuk hidup terpisah dari kedua orang tuanya. Mereka biasanya memilih universitas terkenal walaupun harus berpisah dengan kedua orang tuanya. Tapi kenyataannya akupun belum sanggup memulainya…Izumi, masih tidur denganku setiap malam.Jangan terlalu bersedih…” hibur Yukiko dengan lembut. Hati Dinasejuk rasanya, bisa berbagi kegalauan saat jauh dari sanak saudara di tanah Air.


“ Terimakasih …suda mau mendengarkan masalahku…emhh, kamu ikut acara Enshoku minggu depan ?. Aku bisa menjemputmu bersama Izumi “

ajak Yukiko.

“ Ke Echiogoyuzawa ? aku juga berminat…mudah-mudahansaja kondisinya mengijinkan “. Jawab Dina agak ragu. Enshokuyang sebelumnya Dina tidak bisa mengantar Adit karena kebetulan Icha kena cacar air.

“ Jangan lupa aku suka nasi goreng buatanmu…”sambung Yukiko agak sungkan.

“ Tulis saja pesananmu nanti ongkosnya belakangan “ jawab Dina bergurau. Sejak mereka berteman Dina sering membuatkan Yukiko masakan Indonesia. Rupanya justru yang pedas paling disukai..biasanya orang Jepang paling tidak tahan makan pedas.

“Bagaimana rencana International Day minggu depan ?’ tanya Yukiko mengalihkan pembicaraan

“ Ya aku sedang menyiapkan sendra tari singkat …mungkin waktunya harus diperhitungkan..” jawab Dina.


International Day adalah salah satu acara rutin di kampus dimana mahasiswa dan keluarganya menyajikan pertunjukan tarian atau lagu dari negara asalnya.

“Apa sudah kau jawab permintaan Ibu-ibu Jepang di Yakuba untiuk mengajar menari..? “

“Belum…!….Mungkin saya punya waktu dipagi hari..tapi…rasanya saya belum berani memastikan “ jawad Dina sambil menyendok spagetti buatan Yukiko.

“ Soal tempat ya ?…kenapa risau..?

“ Apatoku ada di lingkungan kampus..banyak ruangan tersedia tapi harus digunakan untuk banyak kegiatan . Aku sedang mencari jalan keluar..”

Yukiko menatapku sesaat. “ Saya mengajar dirumah setiap hari mulai jam empat sore sepulang anak-anak sekolah…kenapa tidak kau pakai saja ruangan ini pagi hari ? “

Dina memandang Yukiko tak percaya. Ditahannya perasaan gembira.Ada ide yang tiba-tiba mencuat di kepalanya. “ Kau baik sekali Yukiko..! akan kufikirkan saranmu…! “jawabnya cepat. Spagetti yang dihidangkanYukiko tiba-tiba terasalebih lezat di lidahnya. Kelhatannya banyak jalan menuju Roma.





Malam sebelum international Day, para ibu yang mendapat tugas memasak tampak sibuk membuat masakan Indonesia. Ayam goreng sudahdiungkep di simpan di lemari es untuk di goreng besok sore.. Sebagian lagi ada yang membuat opor ayam dan perkedel. Sendratari yang disiapkan Dina kali ini melibatkan anak-anak. Rencananya anak-anak akan berpakaian tradisional. Bisa dibayangkan betapa riuhnya mengatur anak-anak pentas di panggung..


Hati Dina berdesir ketika memakaikan baju bodo milik Ayas yang ternyata masih terlalu besar untuk Icha. Alhasil Icha memakai baju mulism anak-anak Bagi Dinayang penting semua anak-anak mau ikut tampil. Sambutan penonton ternyata luar biasa membuat Dina terharu. Bahkan seseorang diantaranya memberi undangan menari di sebuah acara di Tokamachi. Lumayan !…Ah..seandainya..seandainya..Ayas ada di dekatnya…lengkaplah kebahagiaan Dina…


Keesokannyapagi-pagi Dina sudah pergi . Suaminya sampai bingung melihat bentonya kosong. Biasanya, Dina sudah menyiapkan bento pagi hari.Sepulang kuliah, Jodi tambah bingung lagi ada selembar futon bergambar tokoh Disney yang lucu disudut kamar. Memang bukan baru tapi masih tampak bagus dan bersih… Dina hampir terkejut ketika suaminya langsung menyambutnya di pintu.

“Mama pergi kemana sih..kok sampai bento papa lupa di bawakan..?’tanya Jodi penasaran

Yang ditanya diam saja ….tiba-tiba Dina meraih kedua tangan suaminya….

“ Aku mau bicara pa..”

Jodi melirik jam tangan, setengah jam lagi ia ada janji dengan Profeesor Iguchi

“ Soal wisuda Adit di TK minggu depan ?” Tanya Jodi tergesa

” Bukan, bukan itu pa. Maaf kalau aku memutuskan sendiri pa….tadi malam waktu papa masih belajar di perpustakaan , mas Satria sepupuku yang diplomat telfon.Alhamdullilah, .mereka ditempatkan di Tokyo dan minggu depan harus segera menempati pos-nya yang baru. Aku…aku..titip mereka agar membawa Ayasdan mereka sama sekali tidak keberatan…”suara Dina terbata-bata…

Jody terdiam sesaat

“ Aduh…tidak semudah itu ma..”jawab Jody cepat

” Tapi…kita dibantu mas Satria, Ayas sementara tinggal dengan mereka, sambilkita cari sekolah disini ya ? InsyaAllah aku akan membantumu semampuku…agar kita dapat terus bersama…Papa konsentrasi saja agar dapat lulus dengan baik….Ini daftar murid tariku..rencananya minggu depan aku sudah bisa mengajar menari di rumah Yukiko .kalau aku dapat dua puluh murid, uang yang terkumpul setipa bulan lumayan pa..

Mungkin hasilnya tidak maksimal tapi aku bisa membantu keuangan keluarga,...” lanjut Dina bersemangat


Suaminya terperangah. Betapa uletnya perempuanyang dicintainya ini demi cinta kasihnya kepada anak-anak. Ditatapnya istrinya dalam-dalam. Ada kebahagiaan tak terkira di mata istrinya. Tidak tega rasanya membunuh kebahagiaan itu. Betapa sesungguhnya ia juga mendambakan kebersamaan itu…dipeluknya istrinya tanpa berkata-kata…

“ Jadi itu Futon untuk Ayas ?…” tanya Jodi sambil merenggangkan pelukannya sesaat.

Dina mengangguk pasti.

“ Aku beli di resaikuru shop tadi pagi , masih bagus kan ? …kita kumpul pa !…kita kumpul”sorak Dina diantara tangis harunya. Walaupun Jodi tak menjawab, Dina merasa kehangatan pelukan suaminya lebih dari kata setuju.Tak sabar rasanya Dina menanti kedatangan si sulung. Di luar tampak bunga Sakura bergoyang-goyang ditiup angin. Semoga Ayas tiba sebelum Sakura gugur…bisik Dina dengan sejuta kebahagiaan…..



Hanami : Tradisi budaya masyarakat Jepang menikmati pemandangan mekarnya bunga Sakura

Apato : Apartemen

Shinkansen : kereta Api cepat di Jepang

Arubaito: kerja part timer

Tatami :Alas lantai tradisional di rumah Jepang

Enshoku : Wisata Sekolah

Futon : Kasur tipis

Risaikuru shop : Toko barang bekas ( dari kata Recycle Shop )

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun