Kisah perjalanan saya di kota Ho Chi Mihn terus berlanjut. Pada hari ketiga, saya kembali ikut tur yang mengutip ongkos sekitar 9 USD dengan acara utama menyusuri sungai Mekhong. Sungai yang panjang ini memang menjadi urat nadi negri-negri di Inco Cina, karena sungai ini mengalir bukan hanya di Vietnam tetapi bahkan berasal dari pegunungan Tibet di atap benua sana.
Mini bus yang menjemput saya dan rombongan pun tiba di dermaga di tepi Sungai Mekhong . Seorang pemandu segera menyambut kami dan mulai menjelaskan selayang pandang tentang Sungai ini. “Sungai ini merupakan sungai no 7 terpanjang di Asia dan mengalir sepanjang lebih dari 4300 kilometer dari Daratan Tinggi Tibet melewati Propinsi Yunan di Cina, lalu masuk ke Myanmar, Laos, Thailand, Kamboja dan VietNam.Di HCM City lah sungai ini bertemu dengan Laut Cina Selatan”, demikian kira-kira ringkasan dari penjelasan sang pemandu tadi. Dia juga menceritakan bahwa selain Kota HCM, sungai ini juga membelah kota Vientianne yaitu ibu kota negri Laos.
Saya kemudian mengalihkan pandangan ke sungai yang lebar dan airnya cukup bersih namun berwarna kecoklatan itu. Sungai ini sangat lebar untuk ukuran sungai-sungai yang pernah saya lihat di Jakarta. Lebarnya bisa mencapai lebih dari satu atau dua kilo meter di tempat-tempat tertentu dan kedalaman air pun tergantung dari banyaknya hujan yang jatuh. Saya perhatikan banyak sekali kapal baik besar maupun kecil yang berlayar di sungai ini.
Akhirnya kami pun naik kapal atau lebih tepat disebut perahu yang kapasitasnya sekitar 20 orang. Di dalam kapal, pemandu terus bercerita lebih lengkap mengenai sungai ini. Saya memperhatikan ramainya lalu lintas di sungai ini dan kami juga sempat melewati beberapa jembatan termasuk sebuah jembatan yang tampak sangat modern. Setelah berlayar sekitar 30 menit, kami pun tiba di sebuah tempat yang lebih mirip sebuah restoran tradisional di tepi sungai.
Disini para wisatawan disuguhi minuman tradisional Vietnam seperti teh yang dicampur madu, jeruk nipis, dan nektar bunga. Rasanya uuenakkk sekali. Mereka juga menyajikan manisan khas vietnam terdiri dari manisan kelapa, jahe, dan juga kiwi serta sejenis cabai. Kemudian , sambil menikmati minuman dan buah-buahan segar, kami disuguhi pertunjukan musik tradisional Voetnam yang suaranya mendayu-dayu.
Setelah itu, acara selanjutnya adalah naik sampan tradisional di anak sungai yang bermuara di Sungai Mekhong. Keunikannya adalah, perahu atau sampan ini tidak menggunakan mesin, melainkan didayung oleh tenaga manusia. Kebetulan perahu saya didayung oleh seorang wanita berumur sekitar 50 tahunan yang memakai topi caping mirip petani. Selain itu, ada juga beberapa perahu lain yang didayung oleh lelaki setengah baya dan bahkan yang anak-anak yang masih remaja.
Kami menyusuri anak sungai yang sempit dan ditumbuhi pepohonan mirip kelapa sawit . Uniknya, setiap kali berpapasan dengan perahu lain, pendayung selalu berteriak untuk meminta tip dalam bahasa Inggris. Bahkan ada seorang pendayung yang bisa berbahasa Indonesia dan berkata. “Minta Tip”, sambil terus mendayung.
Akhirnya setelah sekitar 15 menit berperahu, kami pun tiba di sebuah restoran untuk makan siang. Saya pun sempat memberi tip kepada pendayung wanita yang umurnya sebaya dengan ibu saya. Beberapa lembar uang puluhan ribu Dong pun berpindah tangan sambil mengucapkan cam on ban atau terimakasih banyak.
Di restoran ini, menu yang tersedia cukup unik karena terdiri dari hewan hewan ekstrim. Ada buaya, kura-kura, ular, burung unta, dan juga belut. Suasana pedesaan sangat terasa, dan ternyata di kawasan sekitar restoran ini juga terdapat peternakan buaya.Selain hewan hewan ektrim tadi juga tersedia menu berupa sayuran dan sup saja.
Setelah selesai makan siang, kami pun menikmati suasana di sekitar tempat ini sebelum akhirnya kembali naik perahu menuju dermaga tempat pertama kali kita berkumpul. Perjalanan kemudian diakhiri dengan mini bus kembali ke pusat kota HCM.
Suatu perjalanan yang menyenangkan menyusuri Sungai Mekhong dan lebih mengenal kehidupan tradisional negri Paman Ho ini beserta kulinernya yang menantang. Mau coba makan buaya? Silahkan kemari!