Karena kecurigaan itu, Ahok keukeuh memberikan APBD versinya ke Mendagri untuk disahkan. Mendagri menolak APBD versi Gubernur Ahok, karena bukan hasil pembahasan dengan DPRD. Ahok lalu mendidih, meneriaki dewan maling.
Oleh DPRD DKI, Ahok dituduh melanggar UU, karena UU No 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara, mengharuskan RAPBD dibahas Pemda bersama DPRD. Atas dasar UU ini, DPRD balik menuduh Ahok sewenang-wenang dan melawan UU. Mediasi Mendagri pun bubar, setelah kedua pihak terlibat debat kusir dalam rapat mediasi.
Underestimate yang terlampau keras terhadap DPRD, menyebabkan Ahok berang, ketika nomenklatur RAPBD diotak-atik DPRD. Bagi DPRD, itu sah-sah saja, ada ruang UU yang memberikan kesempatan DPRD memanfaatkan hak budgeting-nya.
Ahok menuduh DPRD membajak APBD DKI 2015 dengan melokalisasi kepentingan pimpinan DPRD dalam APBD 2015 hingga mencapai Rp.12,1 triliun. Anggaran Rp.12,1 triliun ini bagi Ahok dana siluman. DPRD berkilah, tak ada dana siluman, semua prosedural dibahas melelalui mekanisme. Anggaran itu muncul dalam nomenklatur APBD, berdasarkan kesepakatan SKPD Pemda DKI dan DPRD.