Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik

Wacana (Tiada Akhir) dan (Pengutamaan) Citra

6 Juni 2011   02:24 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:49 139 0
Pemberitaan korupsi dalam pemberitaan media penuh wacana dan citra. Informasi menjadi berita, respon atau tanggapan menjadi alat untuk mengulas berita. Informasi dan respon menjadi bagian dari pembentukan citra baik dari subyektif pemiliknya. Pertanyaannya adalah apakah wacana dan citra memberikan hasil bagi pemberantasan korupsi? Ataukah wacana dan citra hanya menjadi sarana untuk mempropagandakan kepentingan untuk mempertahankan kekuasaan?

Korupsi sesmenpora beralih fokus pada keterlibatan (mantan) bendahara umum Partai Demokrat. Keterlibatannya kemudian ditingkahi dengan pernyataan Ketua Mahkamah Konstitusi mengenai pemberian uang Nazaruddin ke Sekjen MK. Diantara pemberitaan dengan polemic yang dihasilkan mencuat kasus 'beku' dari mantan anggota KPU, Andi Nurpati yang dilaporkan melakukan tindak pidana pemalsuan surat. Pada setiap pemberitaan media mengenai kasus-kasus hukum sering mempertautkan dengan Partai Demokrat. Dalam hal ini wacana dan citra saling berkelindan mengemuka menjadi konsumsi public.

Wacana (discourse) menurut Foucault adalah ways of constituting knowledge, together with the social practices, forms of subjectivity and power relations which inhere in such knowledge and relations between them. Discourse are more than ways of thinking and producing meaning. They constitute the 'nature' of the body, unconscious and conscious mind and emotional life of the subject they seek to govern (Weedon, 1987, p. 108). Diamond and Quinby mengemukakan pemikiran wacana-nya Foucault adalah ....a form power that circulates in the social field and can attach to strategies of domination as well as those of resistance (1988, p. 185) - www.massey.ac.nz/-alock/theory/foucault.htm

Dari pengertian tersebut wacana tidak hanya berkaitan dengan pengetahuan dan bagaimana pengetahuan tersebut dikomunikasikan. Tetapi wacana mempunyai relasi dengan kekuasaan dari pemilik pengetahuan. Kekuasaan dalam wacana merupakan keinginan untuk mengatur pihak yang diajak berwacana. Keinginan untuk mengatur menjadi manifestasi dari strategi untuk mendominasi pihak yang terlibat pada proses pewacanaan. Relasi antara wacana dan kekuasaan dalam pengertian mengatur dan mendominasi sangat terkait erat. Ketika wacana digulirkan, penggunaan kekuasaan sedang mencuat. Dengan menggunakan 'gurita' kekuasaan yang dimiliki, wacana menjadi sarana untuk menjelaskan atau menerjemahkan kekuasaan yang sedang digunakan.

Wacana yang terjadi pasca informasi yang mengemuka pada pemberitaan media massa adalah bagian dari penggunaan kekuasaan. Tolak-tarik kepentingan dari subyek yang terlibat menjadi bagian dari perebutan kekuasaan. Inter-subyektifitas dari wacana berkelindan dengan strategi menggunakan kekuasaan yang melibatkan media massa. Pada titik ini wacana berhimpit dengan citra (images) dari subyek-subyek yang terlibat didalamnya. Apa yang dimaksud dengan citra tersebut? Citra adalah kesan, perasaan, gambaran dari public terhadap perusahaan atau kesan yang dengan sengaja diciptakan dari suatu obyek, orang atau organisasi (kuliahkomunikasi.blogspot.com). Citra menurut kamus Webster adalah suatu representasi, kemiripan atau imitasi dari suatu obyek atau benda. Sebuah citra mengandung informasi tentang obyek yang direpresentasikan (id.shvoong.com/exact-sciences/..../1803933-citra-images).

Wacana dan citra mengemuka dalam berita tentang korupsi yang melibatkan partai demokrat. Pemanfaatan media massa melahirkan proliferasi pemberitaan dan informasi baik yang mengambil bentuk berita (news) maupun ulasan-ulasan dari public figure seperti tokoh partai, anggota DPR, akademisi, atau LSM. Berita dan informasi tidak sekedar menjadi wacana tetapi juga bagian dari citra atau tampilan yang diinginkan untuk diketahui public. Subyek yang menyampaikan berita dan informasi, selain menjadi subyek wacana sekaligus bagian dari upaya mencitrakan dirinya dan pihak lain.

Informasi yang memuat pengetahuan dan melahirkan wacana menjadi bagian kekuasaan dari para subyek yang terlibat. Informasi yang digunakan dalam kekuasaan bukan informasi yang utuh, tetapi hanya informasi yang dimiliki subyek. Sehingga dalam wacana, informasi ibarat kepingan dari sebuah mozaik yang akan membentuk keutuhan dari informasi. Namun meski demikian, informasi yang disampaikan dapat dinyatakan oleh subyek sebagai informasi lengkap yang diberikan ke public. Klaim demikian sah, apalagi informasi berasal dari otoritas yang memiliki legitimasi untuk menyampaikan informasi.

Informasi yang disampaikan akan mengalami 'pengujian' dalam bentuk informasi 'tandingan' atau tanggapan atas informasi. Pengujian inilah yang menempatkan informasi sering menjadi tidak utuh meski diklaim sebagai informasi yang lengkap. Pengujian terjadi dalam wacana yang terbentuk. Wacana membangun pengetahuan dari kepingan-kepingan informasi, baik informasi dasar, informasi 'tandingan' maupun tanggapan atas informasi. Sehingga dengan wacana informasi suatu topic tertentu mungkin tidak akan pernah selesai atau tuntas. Ketidaktuntasan bukan berarti tak berbatas, melainkan akan dibatasi yang dalam konteks wacana di Indonesia batasnya adalah informasi lain yang membentuk wacana lain pula.

Pembatasan inilah yang sering mengemuka dalam dua bentuk, pertama, terjadinya transformasi wacana. Wacana yang semula berada di media massa kemudian beralih 'panggung'nya ke pengadilan. Isu (kasus) yang menjadi trend di media massa atau dilontarkan oleh subyek tertentu beralih ke pengadilan untuk menyelesaikan isu tersebut. Salah satu contohnya adalah kasus Prita Mulyasari, kehebohan yang didorong oleh media massa 'selesai' dengan peralihan ke pengadilan dengan pengawasan civil society.Kedua, pengalihan isu. Bentuk kedua ini seperti menjadi salah satu karakteristik penggunaan kekuasaan oleh sebuah rejim. Rejim Soeharto sering menggunakan metode pengalihan isu untuk 'mengakhiri' isu tertentu.

Pengalihan isu adalah metode efektif untuk menghentikan kehebohan pemberitaan dan intensitas pembahasan yang dapat mengusik kekuasaan. (Pemegang) kekuasaan terganggu dengan pemberitaan media yang mengarah pada pembongkaran konspirasi yang mendasari lahirnya sebuah isu. Ketika konspirasi terungkap ke public akan membahayakan legitimasi kekuasaan. Dimana public akan mempertanyakan sejauhmana keterlibatan pemegang kekuasaan dalam konspirasi tersebut. Kedalaman keterlibatan akan mempengaruhi penilaian public terhadap pemegang kekuasaan. Penilaian public yang negative mampu mengurangi legitimasi atau tingkat kepercayaan public terhadap kekuasaan.

Tingkat kepercayaan public ini dipengaruhi seberapa jauh wacana yang bergulir membentuk citra. Pada rejim yang mengutamakan citra akan memperjuangkan citranya selalu terjaga baik dan positif. Dan ini sangat tergantung pada wacana yang bergulir, dan intensitas pewacanaan yang mengemuka melalui bantuan media massa. Pemegang kekuasaan akan selalu memproduksi wacana untuk membangun citra, dan media massa memberikan informasi tandingan dan tanggapan atas informasi yang membentuk wacana. Wacana yang bergulir tidak menjadi monopoli pemegang kekuasaan tetapi disusupi dengan informasi alternative akan mempengaruhi warna wacana. Warna wacana yang tidak sekedar sesuai dengan kehendak penguasa, tetapi mengalami pertemuan dengan torehan warna yang berasal dari civil society.

Wacana tiada akhir menjadi bagian dari keterlibatan public dalam memperebutkan ruang kekuasaan. Sekaligus turut andil dalam mempengaruhi citra yang dikehendaki penguasa. Wacana yang dimaksudkan untuk membangun citra, mengalami pembauran dengan penilaian public atas penggunaan kekuasaan. Citra yang dikehendaki mengalami 'koreksi', dan melahirkan citra baru yang ditorehkan pada citra 'dasar' yang ditampilkan penguasa. Citra baru inilah yang mempengaruhi legimasi kekuasaan, dan keberlangsungan kekuasaan yang sedang diembannya. Sehingga pemegang kekuasaan akan terus berusaha mengendalikan citra baiknya dari koreksi public demi kelanggengan kekuasaan. Keberhasilan memmpertahankan kekuasaan akan sangat tergantung dari pemenangan pertarungan citra dari wacana yang bergulir ke public.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun