Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Wahai Penguasa, Ringankan Penderitaan Kami!

13 Februari 2010   19:41 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:56 85 0
Penderitaan yang diiring tangis kesedihan itu seakan tak pernah berakhir di negeri ini. Seperti halnya, tangisan malang dari seorang ibu yang baru saja melahirkan itu harus menanggung beban yang sangat berat. Bayi mugilnya yang baru saja lahir, terpaksa disandera lantaran tidak bisa membayar ongkos rumah sakit. Bahkan ibu itu sempat diancam, bila tidak bisa melunasi ongkos bersalinnya, maka bayi dari ibu itu akan diserahkan kepada orang lain. Selain itu, lihatlah para penambang batu belerang di Kawah Ijen. Mereka bergulat dengan panasnya suhu kawah, lalu mulai menambang batu belerang tersebut dengan asap yang sangat meyengatkan mata serta pernapasan. Tidak sampai disitu, ketika batu belerang sudah terkumpul, para penambang itu kembali mengangkut batu belerang tersebut dengan berat kurang lebih mencapai 90 Kg, lalu memikulnya sejauh 20 km. Dan upah yang mereka dapat hanya 50ribu perharinya. Lalu, lihat juga para nelayan dipulau Sapuka, Kabupaten Pangkep. Mereka membeli bensin untuk perahu yang dipakainya dengan harga 8000 Rupiah. Padahal pendapatan para nelayan itu tak seberapa. Paling banyak dalam sehari, ia mengantongi satu ember ikan yang dijualnya kurang lebih 30.000 rupiah dipasaran. Bila dipotong untuk membeli bensin dengan harga yang begitu mahal, sungguh sangat sedikit upah yang mereka terima. Sangatlah bersyukur, kita menjadi orang yang ditakdirkan Tuhan sebagai manusia yang berkecukupan. Tetapi sayangnya, hati kita kadang menjadi beku bilamana kita sedang menikmati akan nikmatinya hidup ini.  Padahal begitu banyak saudara kita yang sangat menderita. Dan realita ini hanyalah sebagian kecil dari berjuta-juta rakyat yang menderita dibumi pertiwi. Mereka adalah korban para penguasa yang selalu memakan uang rakyat. Mereka adalah korban penindasan dari rezim penguasa yang selalu membela kaum kapitalis. Para penguasa itu hanya memikirkan diri mereka sendiri, dengan merauk keuntungan sebanyak-banyaknya dari tanah air kita. Sedangkan kita, secara tidak langsung hanyalah menjadi budak-budak para penguasa itu. Jadi sampai kapan penderitaan ini terus menyiksa kita ??! Haruskah kita memohon dan mengemis belas kasihan kepada para penguasa itu .???! Dengan berkata, Wahai Penguasa .. Ringankan penderitaan kami.. Saya rasa itu sama halnya dengan menjual diri. Negeri ini adalah milik kita, negeri yang subur dan kaya akan alamnya. Sangat ironis andaikan kita mengemis kepada rezim sampah itu. Sudah cukup penderitaan ini, karena penderitaan tidak akan pernah berakhir tanpa perlawanan. Jadi jawabannya, BANGKIT MELAWAN ?? atau DIAM DALAM PENINDASAN ??! Salam, Anak bangsa dari Makassar.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun