Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Makna Adil dalam Pancasila

21 Juni 2010   10:13 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:23 5122 0
Kata adil dalam Pancasila disebutkan tak kurang dari dua kali yaitu pada sila kedua dan sila kelima. Jika kita menggunakan teori tafsir Alquran ke dalam penafsiran Pancasila ini, maka penafsiran yang paling valid adalah penafsiran pancasila dengan Pancasila. Hal demikian layak dilakukan pada Pancasila karena bangsa Indonesia telah meyakini Pancasila sebagai ideologi dan falsafah negara yang implikasi otomatisnya Pancasila adalah kebenaran.
Kata adil pada sila kedua bermakna kemanusiaan yang adil dengan keadilan sosial. Ini bukan berarti keadilan pada bidang lain tidak termasuk dalam makna Pancasila. Tetapi di sini kita harus menyusun arti keadilan yang disebutkan secara eksplisit dalam Pancasila, yaitu keadilan sosial sebagai urutan pertama dan utama dengan pengurutan hirarkis. Artinya jika ada keadilan pada bidang lain yang bertentangan dengan makna keadilan utama dan pertama tersebut maka makna keadilan utama dan pertama tersebut harus dimenangkan dengan alasan makna itu diperoleh langsung dari Pancasila. Dalam Ushul Fiqh hal ini biasa disebut dengan teori ta’arudh al-nushush.
Sejenak kita menerawang praktik kehidupan berbangsa dan bernegara kita dewasa ini. Beberapa perilaku bangsa ini dapat diambil contoh bahwa keadilan sosial mulai kurang bermakna pada level praktis. Penegakan hukum tanpa mengindahkan kondisi objektif sosial seseorang akan tampak kurang elok. Contoh adalah keadilan hukum untuk Mbah Minah. Vonis dijatuhkan berdasarkan ketentuan hukum tetapi kurang elok di mata kita sebagai rakyat karena majelis hakim tidak memperhatikan kondisi sosial Mbah Minah (Moh Arif Widarto: www.politikana.com). Dalam berbagai kasus dan bidang lain lebih menyedihkan lagi. Eksploitasi sumber daya alam, praktik ekonomi kapitalis dan lain sebagainya yang legal dan absah dalam kacamata hukum dan sangat tidak elok menurut kacamata sosial.
Jika demikian keadaannya maka Pancasila yang sakti itu bisa dikatakan tidak benar sebab kebenaran/keadaan benar itu berupa kesesuaian antara arti yang dimaksud oleh sebuah konsep dengan apa yang sungguh merupakan faktanya (menurut teori kebenaran korespondensi), yang dalam proses pembuktian secara empiris untuk mendukung kebenaran suatu pernyataan dibutuhkan teori lainnya, yaitu: Teori Pragmatis (Zainal Fikri, http://zfikri.wordpress.com/).
Untuk itu, melalui tulisan singkat ini saya ingin mengingatkan kembali nasehat Prof. Dr. Hamka dalam bukunya Tasawuf Modern yang secara bebas dapat diungkapkan, kita harus merasa bahwa ideologi dan ajaran yang kita anut itu adalah yang paling mulia akan tetapi harus dibuktikan terlebih dahulu. Bukti bahwa ideologi dan ajaran yang kita anut itu mulia adalah jika membawa rahmat bagi kehidupan manusia, lingkungan sekitar dan semesta alam.
Melalui tulisan yang pendek ini saya juga ingin mengajak semua warga negara Indonesia, aparat pemerintahan, aparat hukum, aparat pertahanan dan aparat-aparat yang lain untuk selalu kembali kepada Pancasila (Moh Arif Widarto, op.cit). Apakah kita rela jika Pancasila yang dulunya sakti tapi sekarang sedang menuju kehancuran akibat ulah kita, generasi penerus perumus Pancasila? Apakah Anda setuju dengan saya? Silakan berikan tanggapan.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun