Mohon tunggu...
KOMENTAR
Fiksiana Artikel Utama

White Rose #9 Sebuah Kerinduan

18 Mei 2015   11:34 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:52 385 2
Mawar berdiri di lapangan basket, berlatih sendiri karena sejauh ini timnya masih belum mau menerimanya. Apalagi hari ini pak Hari tidak masuk, saat menshoot bola ke ring Anita menangkap bola itu, mendriblenya beberapa kali dan dengan segera melemparkannya ke arah Rose. Karena cukup terkejut ia tak sempat mengelak hingga bola harus mendarat tepat di wajahnya. Tubuhnya jatuh terduduk, ia memegang hidungnya yang terasa panas. Kali ini bahkan mengalirkan darah, dan membuat kepalanya berputar.

Anita dan yang lainnya malah tertawa, "makanya kalau nggak bisa main itu jangan sok, lihat.....nangkap bola aja nggak becus. Pake mau jadi pebasket profesional, ngimpi jangan tinggi-tinggi....kalau jatuh sakit!" cibir Anita.

Mawar berdiri seraya memegang hidungnya, "terima kasih, lain kali aku akan hati-hati!" hanya itu sahutannya lalu pergi meninggalkan lapangan. Hal itu membuat Anita heran, kenapa anak itu tidak marah, malah bilang terima kasih? Itu membuat Anita semakin geram dan penasaran sejauh mana anak baru itu bisa bertahan.

Mawar membasuh wajahnya di kamar mandi, membersihkan darah dari hidungnya. Pada awal ia kembali menggeluti basket ia juga sering mengalami hal seperti itu, tapi kalau sekarang harus tiap hari di hantam bola, lama-lama mukanya bisa hancur!

Ricky dan timnya yang sekarang sedang latihan di lapangan, Mela dan Sharon duduk di barisan bangku paling depan untuk menonton.

"Malam minggu ini jadi kan kita pergi mancing?" tanya Mela, "tentu saja, tapi nanti jangan gangguin aku sama kak Jerry ya!"
"Buat apa gangguin kalian, kurang kerjaan tahu nggak. Paling-paling juga....hantu danau yang gangguin!"
"Ih....aku serius....!"
"Eh, memangnya....Jerry sudah nembak kamu?"
"Ehm.....!" Sharon tak menjawab karena sejauh ini Jerry memang belum pernah menyatakan perasaannya. "belakangan kak Jerry mulai sibuk sejak kerja magang!"
"Oya, kamu.....kenal yang namanya Mawar itu?"
"Kenapa?"
"Hari itu.....dia mengintip aku sama Ricky bermain musik, anehnya.....dia menatap kami dengan tatapan cemburu. Bahkan dia menangis!"
"Mungkin saja dia salah satu fansnya kak Ricky, tapi kamu jangan khawatir.....kak Ricky itu kan cuma cinta sama kamu. Tapi.....dia juga seperti cari perhatian gitu sama kak Jerry!" kesal Sharon.
"Ya....mereka memang terlihat dekat!"
"Nggak, pokoknya aku nggak akan ngebiarin dia merebut kak Jerry dari aku!" kesal Sharon.

*****

Mawar duduk di depan kanvas, tangannya menari membentuk sesuatu. Menorehkan guratan-guratan warna di atas kertas putih itu. Ricky yang kebetulan lewat berhenti sejenak dan menoleh, dari pintu yang terbuka ia bisa melihat gadis itu sedang melukis sesuatu. Dimatanya terlihat wajah Rose kecil yang sedang mencorat-coret kanvas dengan cat air menoleh padanya seraya tersenyum. Merasakan ada sesuatu Mawarpun menoleh, seketika wajah Rose menghilang dari matanya. Ricky segera mengalihkan pandangannya dan pergi dari sana, Mawar tertegun. Ia senang Ricky menatapnya seperti itu tapi ia sedih karena mereka hanya bisa saling mencari pandang saja, kerinduan yang tergurat di lubuk hatinya tak bisa ia curahkan, tak bisa ia lampiaskan. Ia menunduk seraya memandang tangannya yang sedang memutar-mutar kuas, kebiasaannya sejak kecil jika hatinya sedang kacau.

Mawar keluar dari ruangan itu, begitu keluar dari pintu ia di kagetkan dengan Jerry yang tiba-tiba ada di sana.
"Ha, kak Jerry!"
"Kenapa kamu keget begitu, memangnya aku hantu?" gurau Jerry dengan senyum di wajahnya tapi senyum itu hilang ketika melihat hidup Mawar yang membiru. "hidung kamu kenapa?"
"Ah....ini....!" katanya memegang hidungnya, "tadi kepentok pintu kak!"
"Yakin, kepentok pintu?"
"Iya, memangnya kenapa?"
"Mungkin saja......tidak apa-apa!" Jerry tahu gadis itu tak mau menceritakan hal yang sesungguhnya tapi ia yakin itu bukan karena kepentok pintu, mungkin dia di jaili lagi sama klub basket putri.

"Kenapa kak Jerry tiba-tiba ada di sini?"
"Eh....., kamu sudah makan?"
Mawar menggeleng, "nah....kebetulan, boleh aku traktir dong. Nggak keberatan kan?"
"Ehm......!"
"Ayolah, anggap saja sebagai tanda perkenalan kita!"

Akhirnya Mawar mengangguk juga, mereka segera menuju parkiran. Untungnya Jerry juga membawa motor bukan mobil. Sharon dan Ricky yang juga sedang di parkiran melihat keduanya berboncengan, Sharon menggerutu kesal karena tadi Jerry menolaknya ketika dirinya meminta di antar pulang katanya sibuk tapi sekarang malah boncengin cewe lain. Di luar gedung Dika menghentikan motornya ketika merasa mengenali dua orang yang mengendari motor, iapun menoleh menatap motor itu menjauh.

"Rose....., dengan Jerry?" desisnya, tapi Dika tak berusaha membuntuti mereka malah pergi berlainan arah. Sementara Sharon memasang wajah kusut selama perjalanan pulang. Ricky melirik dari spion tengah, "kamu kenapa?"
"Kak Ricky lihat sendiri kan, anak baru itu berusaha merebut kak Jerry dariku!"
"Memangnya kalian sudah jadian?"
"Selama ini kak Jerry nggak pernah menolak kalau aku minta di antar pulang tapi sejak anak itu masuk ke kampus kita.....kak Jerry jadi lebih sering sama dia!"
"Mungkin mereka hanya berteman!"
"Berteman?" cibir Sharon.

Mawar dan Jerry menyantap bakso di tempat langganan Jerry dan teman-temannya. Mereka diam selama menyantap makanan masing-masing tapi sesekali Jerry melirik gadis itu.

"Mawar?"
"Hem?"
"Apa kamu punya saudara?"

Mawar meletakan sendoknya, "kenapa?" tanyanya heran. "ya....nggak kenapa-kenapa sih, cuman....aku nggak tahu mau nanya apa!" sahutnya. Mawar tersenyum, "ada, mau aku kenalin....lagi nyari jodoh?" godanya. Jerry tertawa, "memangnya dia lebih cantik dari kamu?" balasnya.

"Nggak, dia ganteng!"
"Loh....kok ganteng?"
"Kakakku cowo,"
"Ah...nggak jadi deh, aku masih normal.... Lagian aku nanya bukan buat nyari jodoh, cuma pingin tahu aja!"

Mawar menyedot teh botolnya perlahan, "dari basket sama dunia lukis, mana yang jadi prioritas kamu?" tanya Jerry. "dua-duanya,"
"Bwt, kakak kamu kuliah dimana....atau....dia udah kerja?"

Mawar terdiam, menatap biji bakso yang hanya tinggal sebutir itu dalam mangkok berkuah. "eh....mungkin lain kali saja kita bahas!" pintanya. Jerry terdiam, ia merasa ada yang aneh. Sepertinya Mawar tidak mau membicarakan soal kakaknya itu, apakah ada sesuatu?

"Eh....., bagaimana kalau lain kali kamu jadikan aku modelmu dong.....!"
"Jadi modelku?" tanyanya mengangkat wajah, "iya, jadi apalagi?"
"Boleh, nanti kalau aku melukis soal cagar alam ya?"
"Loh....kok cagar alam?"
"Yang kusus bergelantungan itu....!"
"Aduh kamu tega sekalin masa' ganteng-ganteng ini kamu samain sama monyet!"

Mawar tertawa tapi Jerry menikmati tawa itu, sementara Dika sedang mengamuk dengan bolanya. Ia bermain basket seperti hendak membunuh seseorang. Jika di ganggu malah semakin marah, membuat semua temannya menjadi heran.

"Eh, ada apa sama Dika?" tanya Sam. "mungkin sedang patah hati!" sahut Awan, semuanya menoleh Awan, "patah hati....ha...ha....jangan ngaco, pacar aja nggak gablek dia!" seru Tata.
"Inget nggak, cewe yang waktu itu lihat kita latihan di pinggir lapangan?" seru Awan, "ya....!" seru semuanya kompak. "kemarin aku melihat Dika boncengan sama tuh cewe!"
"Hah, serius?" semua hampir tak percaya.
"100rius malahan, aku yakin tuh cewe yang lagi ganggu pikiran Dika!"
"Tapi bukannya Dika suka sama cewe pincang di masa kecilnya itu?"
"Namanya hati....siapa yang tahu!"

Ketika Dika berhenti bermain dengan nafas yang tak teratur semua temannya menghampirinya, "hai bro, ada apa. Galau?" seru Sam menyodorkan sebotol air mineral, Dika langsung menyambar dan mengguyur kerongkongannya dengan air itu. Ia berjalan ke pinggir lapangan lalu duduk di sana di ikuti yang lainnya.

"Soal cewe, kata Awan....kamu punya hubungan sama cewe bersepeda itu?" tanya Sam.
"Dia gadis pemilik kalung itu!"
"Ha...., dia...tapi bukannya Rose itu.....pincang?"
"Dia nggak pincang!" seru Dika dengan nada marah menatap temannya. "maksud kita....yang dulu kakinya sempat sakit itu kan? Sejak kapan dia di Jakarta?" seru Tata.

Dika tak menyahut, bayangan Rose boncengan dengan Jerry masih jelas di benaknya. Kenapa harus Jerry? Tapi ia juga tak mau kalau itu Ricky, itu akan membuat otaknya makin mendidih. Apapun uang berbau Ricky membuatnya ingin mengamuk.

Sementara Ricky mengajak Mela ke makam orang tua kandungnya, rasa sesak itu masih ada karena hingga sekarang ia tak tahu dimana keberadaan adik kandungnya. Ia merasa malu kepada kedua orangtuanya karena tak mampu menjaga amanatnya.

Mela menyentuh bahu Ricky, "ini sudah 10 tahun Ricky, dan tak seharusnya kamu terus menyalahkan dirimu atas menghilangnya Rose!"
"Lalu aku harus menyalahkan siapa, Tuhan? Itu tidak mungkin kan, semua memang salahku. Harusnya aku tak memaksanya pergi hari itu, kami memang membutuhkan waktu untuk bisa memulai hal baru, terutama Rose!"
"Tapi kita tidak bisa memutar waktu ke belakang, menyesali apa yang sudah terjadi tidak akan mengubah apapun. Kita berdo'a saja semoga kamu bisa bertemu dengan Rose kembali jika dia memang masih hidup!"

"Aku sangat merindukannya, Mel. Aku sangat merindukannya.....!" desisnya, dan ia malah teringat wajah Mawar di ruang lukis itu. Dan mengingat hal itu....justru membuat hatinya sakit.

Setelah dari makam mereka pergi ke pantai, seperti biasa Ricky memainkan lagu kesukaan Rose dengan harmonika adiknya itu. Satu-satunya benda yang tersisa yang bisa membuatnya merasa dekat dengan adiknya. Mela membiarkan saja pacarnya memainkan lagu itu berulang kali tanpa ingin mengganggu, ada airmata yang menitik di pipi Ricky ketika ia makin hanyut memainkan lagu itu di iringi nyanyian ombak. Seandainya saja ombak ini mampu berbicara, ia ingin sekali ombak itu menyampaikan kepada Rose dimanapun dia berada bahwa dirinya masih akan terus mencarinya. Dan masih sangat menyayanginya.

*****

•White Rose



Tayang seminggu dua kali, Senin dan Kamis.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun