Mohon tunggu...
KOMENTAR
Fiksiana Pilihan

Sebuah Cinta yang Terlarang #23 ; Dia Ibumu!

14 Oktober 2014   20:03 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:03 251 3
Karena selamanan memikirkan Axel dan mengingat apa yang terjadi kemarin membuatnya tak bisa tidur karena tak ingin kebahagiaan itu sirna ketika pagi menjelang dan ia mendapat kabar Axel semakin kritis atau apalah.....

Jam 3 dini hari ia baru bisa tidur, hingga sewaktu hpnya berdering keras ia kaget. Meraba kasurnya untuk mencari arah suara itu, ia menyentuh sesuatu lalu memungutnya. Tanpa melihat siapa yang menelpon ia langsung menekan tombol terima dengan mata yang setengah merem.

"Hallo!"
"Pagi...., hem....pasti masih ngorok nih!" sebuah suara merdu menggema di telinganya.
"Axel ya!" sahutnya lemas.
"Waduh......., montir males. Ini jam berapa, loe masih sembunyi di balik selimut!"

Jesie menguap dan menggeliat, lalu melihat jam di mejanya.

JAM 8

Ia langsung bangkit duduk seketika. Ia tak pernah bangun sesiang itu, tapi kenapa ayahnya tak membangunkannya? Biasanya bangun kesiangan dikit pintu udah di jebol sama bokap.

"Maaf, semalam nggak bisa tidur sih!"
"So....., masih mau tidur lagi apa mau pergi sama gue....? Kalau loe mau tidur lagi juga nggak apa-apa, biar gue pergi ngajak......!"
"Iya iya gue mandi dulu!" potong Jesie sambil meloncat keluar dari ranjang. Terdengar Axel tertawa kecil di seberang sana.
"Cepetan mandi, awasnya ya ntar kalau masih bau!"
"Iya.....!" serunya mematikan telepon dan melemparnya ke ranjang sambil berjalan ke kamar mandi.

Siska sudah duduk di ruang tamu, dia baru saja datang 15 menit yang lalu. Sekarang sedang menikmati teh manis hangat bersama mantan suaminya. Siska yang membuatnya sendiri di dapur tadi.

"Biasanya dia selalu bangun pagi, tapi belakangan.....dia seperti tak pernah bisa tidur!"
"Apa dia punya masalah?"
"Sebenarnya memang ada masalah. Dan rasanya kalian pasti sudah ketemu!"
"Apa maksudmu?"
"Kau punya adik ipar yang seusia Jesie kan?" tanya Joni.

Siska membelalakan matanya.

"Ya, adik bungsuku. Usianya memang tak jauh dari Jesie....., tunggu!" seru Siska, ia memandang Joni dalam dengan tatapan tak percaya, "Jesie....., apa.....apa kau mau berkata.....bahwa Jesie....pacar Axel itu.....adalah, Jesie kita?" desisnya.

Joni tak menjawab, ia hanya memandang wanita itu dengan tatapan yang mengiyakan hal itu.
"Putri kita......, Jon. Katakan itu tidak benar!" pintanya.
"Aku sudah melarang Jesie untuk tidak berhubungan dengan adikmu itu. Tapi sepertinya.....mereka susah sekali di pisahkan!" jelas Joni.
"Kau tidak memberitahu Jesie alasannya?"
"Aku tidak tahu bagaimana memberitahukannya."

Siska terdiam, seluruh tubuhnya jadi terasa meleleh. Airmata mulai membanjiri pipinya, ia tahu betapa Jesie mencintai Axel. Bahkan meski Jesie tahu Axel mengidap AIDS pun dia tetap mau menjadi pacarnya. Dan sekarang bagaimana? Kenapa jadi seperti ini?

Jesie sudah siap, tapi dia masih berkaca di depan cermin. Tadinya dia mau pake rok saja, tapi kan mau berkuda nggak bisa pake rok. Lagian pasti akan terlihat lucu kalau dirinya yang biasa berpenampilan cuek dan tomboy tiba-tiba pake rok. Axel bisa terpingkal-pingkal nanti melihat penampilannya. Di kaca itu ada foto Axel yang menempel di pojok kiri atas, sedang tersenyum padanya. Jesie menyentuh wajah di foto itu sekejap lalu keluar dari kamar sambil berteriak.

"Yah...., ayah!"panggilnya.

Dua orang yang ada di ruang tamu tersentak dan menoleh ke arah suara.

"Yah, Jesie mau pergi ada janji sama te......man!" serunya , kalimatjya terhenti bersamaan dengan langkah kakinya melihat sosok yang duduk di ruang tamu bersama ayahnya. Siska berdiri perlahan, begitu pun Joni. Menatap anak mereka yang terlihat bingung.

"Kak Siska!" desis Jesie, "kenapa.....ada di sini?" tanyanya.

Siska hanya memandang gadis di depannya itu, pantas saja saat pertama kali mereka bertemu di rumah sakit ia merasakan sesuatu yang tak biasa. Mereka memang sering bertemu di rumah ketika Axel mengajaknya ke rumah mereka.

"Jes...., ayah ingin kamu tahu sesuatu!" seru Joni. Jesie memandangnya dengan tanda tanya. Menanti apa yang akan ayahnya katakan. Apa ini soal Axel?
"Siska adalah......., ibumu!"

DEGG



IBU!

Jesie masih diam.

"Dia Ibu kandungmu!" sekali lagi Joni memperjelas kalimatnya.
Jesie membulatkan bola matanya sampai mau loncat, kalimat ayahnya barusan seperti bom yang baru saja di jatuhkan tepat di jantungnya. Ada rasa tak percaya yang ia rasakan, ia memasang senyum kecil.
"Ayah jangan bercanda, ini tidak lucu!"
"Ayah tidak bercanda. Dia memang ibumu, Ibu kandungmu!" tegas Joni.

Jesie mundur selangkah. Ia memandang ayahnya dengan tatapan yang membuat ayahnya tak tega telah mengatakan hal itu, lalu pandangannya berputar ke arah wanita itu. Perlahan kepalanya ia gelengkan.

"Nggak mungkin, ayah bohong!" katanya dengan gemetar, airmata mulai jatuh dari pipinya. "ayah pasti bohong......, kalian sengaja mengatakan itu biar Jesie nggak pacaran lagi sama Axel kan!" serunya.
"Jesie ayahmu tidak bohong. Aku memang ibu kandungmu!" seru Siska dengan airmata.

Sekali lagi Jesie menggeleng sambil menyangkal,

"Nggak! Nggak mungkin. Kalian bohong......," tangisnya.

"Itu kenyataannya sayang!" sekali lagi Joni meyakinkan putrinya yang masih tak bisa menerima hal itu.
"Jesie.....!" desis Siska seraya melangkah maju.
"Kalian bohong......, kalian bohong!" teriaknya lalu berlari keluar. Siska hendak mengejar tapi Joni menghentikannya.
"Jangan di kejar, Jesie butuh waktu untuk menerima semuanya!"

Siska terdiam, ia ingat sorot mata Jesie padanya ketika tahu bahwa dirinya adalah ibunya. Tatapan yang sama sekali tak menyimpan kerinduan, tatapan yang ingin menyangkal semua kenyataan ini. Tapi Siska mengerti jika Jesie menatapnya seperti itu, ia meninggalkan anak itu ketika anak itu masih membutuhkan kasih sayangnya, membutuhkan pelukannya. Dan sekarang dirinya muncul tiba-tiba dan mengacaukan semuanya.

*****

Jesie berlari kencang dengan airmata yang berjatuhan kemana-mana. Sementara Axel sedang mengendarai motornya dengan kencang menuju ke rumahnya.

Jesie berlari ke telaga, tempat favoritnya. Tempat ia biasa melepaskan segala kegundahannya. Ia berhenti di pinggir telaga dan langsung terduduk di sana sambil terisak. Tangannya meremas rerumputan. Jika Siska adalah ibu kandungnya itu artinya Axel adalah Omnya. Dan dia pacaran dengan Omnya sendiri. Ayahnya tahu itu tapi tak memberitahukannya selama ini, jadi itukah alasan ayahnya melarang dirinya berhubungan dengan Axel? Karena mereka....., mereka tidak boleh saling jatuh cinta.
Axel sampai di halaman rumah Jesie, ia berjalan ke teras dan langkahnya terhenti dengan seseorang yang melangkah keluar dari pintu masuk.

Kak Siska?



Ngapain dia di rumah Jesie?

Di belakangnya, Joni keluar. Mereka melihat Axel berdiri di bibir teras. Axel sendiri bingung dengan ekspresi kedua orang itu.

"Kak Siska, apa yang loe lakuin di sini?" tanyanya penuh selidik.
"Xel, e...... Aku....., aku kesini untuk menemui Jesie!" jawabnya.
"Jesie?"
"E....., iya!"
"Terus....., Jesienya mana sekarang?"

"Jesie baru saja keluar rumah." jawab Joni.
"Keluar rumah? Tunggu, ini maksudnya apa?"
"Ada sesuatu yang harus kalian ketahui. Kau dan Jesie....., tidak boleh pacaran!" jawab Joni.
"Maksud om?" Axel masih tak mengerti.
"Xel....!" desis Siska.

"Gini, sekarang Jesie kemana?" tanyanya, sepertinya ia tak mau mendengarkan penjelasan dari mereka. Joni, ayah Jesie memang tidak setuju kalau dirinya berhubungan dengan Jesie, tapi ada kesepakatan apa antara Joni dengan Siska, Axel tidak mau tahu.

"Jesie.....!" seru Joni.
"Jesie kemana om"
"Om juga tidak tahu."

Pasti terjadi sesuatu yang buruk sehingga Jesie pergi. Tanpa berkata lagi Axel berlari ke motornya dan langsung tancap gas. Sepertinya ia tahu kemana Jesie pergi jika sedang ada masalah.

"Kau lihat sendiri, sekarang bagaimana dengan mereka?" desis Joni. Siska hanya memandangnya tanpa reaksi.

Axel menuju telaga, Jesie memang di sana. Gadis itu duduk menghadap air telaga dan sepertinya sedang menangis karena pundaknya terlihat beguncang. Axel menghampirinya perlahan, berjalan ke depannya dan duduk. Ia menjulurkan tangannya untuk meraih wajah kekasihnya. Menariknya agar bisa melihat wajahnya. Airmata nampak memenuhi wajah cantik itu, matanya merah. Pasti Jesie sudah mnangis lama.

"Jes, ada apa?" tanyanya.

Gadis itu tak menjawab, ia masih terisak dan sepertinya suara juga habis untuk menangis.

"Apa yang mereka katakan? Bilang Jes, apa yang mereka katakan sampai loe nangis kaya' gini?"

Jesie masih tak mampu bersuara, ia malah tambah terisak. Mengalirkan kembali airmatanya dengan deras. Axel meraihnya dalam dekapannya. Mungkin saat ini Jesie lebih butuh ketenangan ketimbang menjelaskan apa yang terjadi. Gadis itu membiarkan dirinya menangis di pelukan pemuda yang ia cintai, menumpahkan semua airmatanya hingga membasahi pakaian Axel. Axel tahu pasti terjadi sesuatu yang buruk. Dan ia akan menunggu sampai Jesie siap memberitahukannya.

**********

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun