Ia berlari menghampiri kerumunan itu dan jongkok di samping Nadine, "kamu nggak apa-apa?" tanyanya, Nadine menoleh dan menggeleng pelan. Tadi ia merasa ada seseorang yang menjagal kakinya sehingga ia terjatuh. Alisa membantunya berdiri.
"Baru latihan aja udah jatuh, gimana nanti kalau tampil!" cibir Cheryl, baik Alisa maupun Nadine menatapnya. Cheryl cukup terkejut melihat siapa yang membantu Nadine.
"Alisa!" desisnya, ia melangkah mendekat. "ini beneran kamu?" nada suaranya seperti tak percaya dengan yang di lihatnya. "kok kamu bisa ada di sini sih?" tambahnya.
"Madam Selfi menginjinkanku untuk kembali ke sini!" jawabnya, sekali lagi Cheryl terkejut. "he, kamu bilang apa? Itu nggak mungkin, mana mungkin madam Selfi mengijinkanmu setelah kamu membuat sanggar ini berantakan!"
Alisa terdiam, "aku nggak yakin kalau kamu udah sembuh, aku nggak bisa menari bersama seorang jangkys!" cibirnya lalu menjauh, hampir semua yang ada di sana menatap Alisa. Perlahan mereka bubar dan menepi menunggu madam Selfi ke tempat itu. Nadine memperhatikan semua orang lalu iapun menatap Alisa.
"Terima kasih ya, kamu sudah bantuin aku!" desisnya. Alisa tersenyum, "kamu...., nggak ikut menjauh?" tanya Alisa. Nadine menampkan ekspresi heran, "kenapa harus menjauh?"
"Seperti yang di katakan Cheryl, apa kamu nggak tahu tentang aku?"
Nadine terdiam, ia terlihat sedang berfikir. "Nama kamu Alisa?" tanya Nadine, Alisa mengangguk pelan. "aku memang sempat dengar dulu kau penari utama di sini sebelum Cheryl, dan....desas-desus soal kasusmu itu. Cuma....aku nggak mau ambil pusing, mikirin pribadi orang. Semua orang itu kan pernah melakukan kesalahan!" sahutnya dengan senyuman. Alisa benar, wanita ini memiliki hati yang baik. "oya, aku Nadine!" katanya menjulurkan tangannya, Alisa menatap tangan lentik itu lalu menjabatnya.
"Senang bisa berkenalan sama kamu!" sahut Alisa, "mungkin kita bisa menjadi teman," timpal Nadine dengan senyuman yang manis, suara langkah kaki mendekati tempat itu. Madam Selfi muncul, "pagi semuanya!" sapanya.
"Pagi, madam!" jawab semuanya mendekat. "pagi ini saya mau mengumumkan sesuatu, beberapa di antara kalian pasti sudah mengenal Alisa Paramita, dia akan bergabung lagi dengan kita di sanggar ini!" katanya.
"Maaf, Madam." potong Cheryl, "apa madam tidak salah mengambil keputusan? Madam tahu apa yang terjadi padanya, dan dampak dari perbuatannya pada sanggar ini. Kenapa madam menerimanya kembali?" protes Cheryl.
"Cheryl, Alisa sudah sembuh dan dia sudah menyadari kesalahannya. Jadi menurut saya, kita layak memberikannya kesempatan kedua!"
"Tapi...!"
"Saya yang memutuskan di sini, jika ada yang keberatan kalian boleh tidak mengikuti pementasan kali ini!" serunya. Cheryl sangat terkejut dengan pernyataan itu, ia melirik Alisa dengan kesal. "tidak ada, kalau begitu kita mulai lagi latihannya!"
*****
Beberapa tahun terakhir di panti Rehab, Alisa mulai melatih kembali gerakannya. Jadi ia sudah mulai terbiasa lagi, tariannya masih cukup bagus. Bahkan ia menciptakan gerakan baru sendiri yang membuat madam Selfi terpukau. Dan hal itu membuat Cheryl semakin resah, ia bisa lebih tersingkir jika Alisa bisa kembali seperti dulu, atau bahkan jauh lebih baik.
"Bagus sekali Alisa, aku tidak percaya kau sudah kembali seperti Alisa yang ku kenal. Tingkatkan itu!" pujinya menyentuh pundak Alisa dan menyingkir. Nadine menghampirinya, "kamu luar biasa, pantas saja madam Selfi bersedia memberimu kesempatan lagi. Kau memang layak!" pujinya.
Alisa tersenyum, "tidak jauh lebih baik darimu, kamu juga sangat hebat. Aku suka sekali melihatmu menari tadi. Itu sangat indah!" puji Alisa pula. "kamu bisa saja!" balas Nadine. Mereka pergi ke ruang ganti. Hampir semua penari sudah mulai bubar dan meninggalkan tempat itu. Alisa memakai sepatunya sambil duduk, Cheryl tiba-tiba saja sudah berdiri di dekatnya.
"Kamu nggak punya malu ya, tiba-tiba datang kesini dan merayu madam Selfi biar kamu di terima lagi di sini?" kesalnya. Alisa menoleh, "apa maksudmu?" tanyanya seraya berdiri.
Cheryl memasang senyum congkak, "kamu itu nggak pantes ada di sini, tempat kamu itu harusnya di penjara. Aku yakin kamu itu belum sembuh total, dan kau pasti bakal membuat kami kembali malu dengan kasus yang sama!"
"Cheryl!" desis Alisa.
Nadine mundul dari kamar mandi, ia menghampiri Alisa. "ada apa?" tanyanya, "Nadine, sebaik kamu kamu jangan dekat-dekat sama dia. Nanti kamu bisa celaka, apa kamu tahu dulu dia hampir saja membunuh temannya sendiri!"
"Kamu nggak berhak melarangku untuk berteman dengan siapapun yang aku mau, bukannya sebelumnya kamu nggak peduli. Kenapa sekarang kamu jadi sok peduli?" balas Nadine. Cheryl melotot dengan jawaban Nadine, lalu ia kembali menatap Alisa. Tanpa bicara iapun berlalu melewati Alisa dengan menubruk sisi bahunya cukup kencang, membuat Alisa sedikit terpental. Nadine menahannya, "kamu nggak apa-apa?" tanyanya.
Alisa menggeleng, "aku baik-baik saja, mungkin Cheryl benar. Kamu nggak seharusnya berteman sama aku!" desis Alisa. "jangan dengarkan dia, kamu kan tahu dia lebih lama dari aku. Aku saja tidak terlalu memperdulikan ocehannya. Ayo, kita pulang!" ajak Nadine, "ku kenalkan dengan tunanganku, sebentar lagi dia datang!" katanya menarik lengan Alisa. Alisa memungut tasnya lalu mengikutinya keluar. Ia memang melihat sebuah cincin berlian yang cantik di jari manis Nadine. Mereka menunggu di parkiran.
"Aduh, sepertinya dia sedikit terlambat. Kebiasaan!" kesal Nadine, "mungkin lain kali saja, aku harus pulang sekarang. Mau membantu di mama di toko!" tolaknya, Nadine sedikit kecewa.
"Maaf ya, membuatmu jadi menunggu begini. Keburukannya memang begitu, kalau tidak telat malah datang sebelum jam latihan selesai. Menyebalkan!"
Alisa tersenyum lembut, "kamu nggak apa-apa kan aku pulang duluan!" tanya Alisa. "nggak apa-apa kok, hati-hati ya!" sahut Nadine, Alisa beranjak. "Alisa!" panggil Nadine. Alisa berhenti dan menoleh, "lain kali kalau kamu punya waktu kita makan bersama ya, pasti seru!" pinta Nadine, Alisa tersenyum mengangguk, lalu ia melanjutkan langkahnya.
Baru saja Alisa menghilang dari pandangannya, dari arah berlainan ia melihat mobil Ridwan mendekat. Ia langsung menghampiri, ketika mobil itu berhenti ia langsung masuk. "kenapa kamu terlambat, padahal aku mau mengenalkanmu pada teman baruku!" keslanya.
"Kau punya teman baru, siapa?"
"Ada deh, sebenarnya dulu dia penari di sini. Tapi karena ada masalah makanya terhenti!" jawabnya. "kau seperti sangat menyukainya?" tanya Ridwan.
"Tentu, dia sangat baik. Dan berbeda dari yang lain, dia juga seorang balerina yang hebat!"
"Baguslah, kalau kamu punya teman yang cocok!"
Nadine tersenyum, ia juga merasa aneh. Biasanya ia tak langsung akrab dengan teman baru, tapi entah mengapa ia merasa begitu menyukai Alisa. Meski wanita itu sedikit tertutup dan jarang bicara, mungkin karena dia baru saja mengalami masa yang sulit jadi dia lebih menutup diri. Tapi ia tahu kalau Alisa adalah orang yang baik, nyatanya ia hanya diam saja saat Cheryl bersikap tidak baik padanya.
*****
Alisa terkejut ketika menginjakkan kaki melalui pintu depan toko bakerinya. "mbak Alisa!" seru Fitri menghampirinya dengan panik, "ibu Sinta!" desisnya, matanya sembab. "mama, kenapa dengan mama?"
"Aku sudah mencoba menghubungi mbak Alisa tapi hp mbak Alisa tidak aktif. Ibu Sinta masuk rumah sakit, tadi dia drop dan pingsan. Mbak Ita baru saja membawanya ke rumah sakit!"
Alisa tertegun, tasnya terjatuh ke lantai. Ia pun segera berhambur keluar mencegat taksi menuju rumah sakit.
*****
Sinta terbaring lemah di ruangan itu, Alisa perlahan mendekatinya. Ita menoleh, "mbak Alisa!" desisnya, "bagaimana keadaan mama?" tanya Alisa. "mbak Alisa di minta menemui dokter di ruangannya!" jawabnya.
Alisa segera pergi ke sana, "apa dok, maksud dokter.....mama!" desis Alisa, "kami akan mengusahakan yang terbaik, tapi kita serahkan saja semuanya pada Tuhan!" seru dokter Reza. "saat ini kondisi Ibu Sinta sudah sangat lemah, kita tidak bisa berbuat banyak!"
"Apa tidak ada jalan lain agar mama bisa bertahan hidup, dok?"
"Untuk sekarang sudah sangat terlambat, maafkan saya Alisa!"
Butiran bening meluncur deras di pipinya, saat ini tak ada yang bisa ia lakukan? Mungkin ini kesalahannya, jika saja dulu ia tak terlalu bodoh menjerumuskan dirinya ke lembah hitam. Mungkin mamanya tidak akan menderita seperti ini, mungkin bisa di atasi sejak dini. Ia berjalan lunglai menuju ruangan mamanya di rawat. Baru saja ia mendapatkan kasih sayang dari sang Ibu, dan sekarang ia harus kehilangan lagi. Dan kali ini ia akan kehilangan mamanya untuk selamanya dari sisinya. Tak akan bisa lagi merasakan pelukannya, dan siapa nanti yang akan memeluknya saat dirinya butuh seseorang?
**********