Saya dan anak-anak sudah lama menginginkan mesin printer. Kebutuhan mesin printer ini cukup beralasan. Profesi saya sebagai penulis dan guru ektrakurikuler jurnalistik tak bisa lepas dari urusan cetak-mencetak hasil tulisan. Sementara, anak sulung kami yang juga penulis remaja mulai mengeluh. Dia kesal karena harus bolak-balik ke warnet (warung internet) untuk mencetak naskah ceritanya jika ingin dikirimkan dalam bentuk tercetak (hard copy). Belum lagi tugas-tugas karya tulis dari sekolah kedua anak saya yang menuntut harus dicetak juga. Betapa paniknya mereka jika tugas baru bisa diselesaikan malam hari sementara warnetnya sudah tutup.