Dulu setiap hari raya idul adha aku selalu di rumah. Kumpul dengan keluarga di rumah. Bapak, Emak, Mas Zee, Mas Ruddy, dan aku. Terkadang sampai dapat 5 bungkus daging. Sebab, bapak dan kami bertiga (anak-anaknya) ikut jadi panitia penyembelihan hewan qurban. Setiap panitia dapat satu bungkus. Dan setiap rumah dapat satu bungkus pula. Totalnya, 5 bungkus untuk kami.
Terlalu banyak sih. Sehingga kadang kami harus minta bantuan untuk menghabiskan daging-daging itu. Kami mengirim daging ke rumah Mbah di desa sebalah. Untuk mempercepat habisnya daging.
Seperti biasanya, semakin banyak daging, rasanya semakin 'waleh' untuk makan. Kadang sampai kangen dengan makan tempe dan tahu. Haha. Manusia, kalau tidak ada daging bingung cari daging. Kalau daging melimpah, bingung cara menghabiskan. Tapi ndak papa lah.. Â Kan satu tahun sekali.
Andai tidak ada penyembelihan daging qurban, mungkin keluargaku tidak pernah menikmati rasanya masak dan makan daging kambing/sapi.
Di Malang, aku ikut PMII. Kebetulan saat ini diamanahi sebagai ketua Rayon (kepengurusan tingkat Fakultas). Tadi Rayon kami dapat 3 bungkus daging qurban. Alhamdulillah. Walau di tanah rantau, masih bisa menikmati daging qurban.
Selain di PMII, tadi teman di pondokku juga bawa satu bungkus daging. Ini baru selesai kami masak. Rencana awal sih masak bumbu bali, taoi jadinya malah bumbu kecap. Ha. Ha.. Â Wajar, cheffnya anak laki semua. Anak pondok.
Saat di rumah, aku tidak pernah masak daging, kecuali masak sate. Jadi saat tadi mau masaj bumbu bali, bingung bumbunya apa. Akhirnya tanya mbah google mengenai resepnya.
Walau resep ndak karuan, tapi akhirnya tetap matang juga. Dengan modal lapar, semuanya habis. Sebab dari pagi belum makan. Dan baru makan jam 3 sore. Haha. Wajarlah... Â Anak rantau.. Lagi krismon.