Harus saya akui bahwa saya memilih perusahaan ini karena tergiur dengan fasilitas yang dijanjikan. Sebagai manusia biasa saya tidak bisa menolak hal tersebut. Tetapi di dalam diri, saya ingin membuktikan bahwa pendapat orang mengenai perusahaan negara yang penuh dengan konflik kepentingan dapat saya lalui bahkan saya berjanji pada diri saya sendiri untuk membesarkan perusahaan tersebut.
Perjalanan dimulai tepat pada tanggal 23 februari 2014 ketika saya mendapat penugasan ke Pulau Bunyu di Kalimantan Utara. Hari minggu jam 8.50 saya boarding menggunakan maskapai Garuda Indonesia menuju Tarakan dengan transit terlebih dahulu transit di Balikpapan. Ini pertama kalinya saya menginjakkan kaki di Balikpapan dan Tarakan. Walaupun cuma di Bandara Sepinggan saya langsung menyadari bahwa Balikpapan memang sudah menjadi kota besar karena banyak perusahaan asing mengelola sumber daya alam di kota ini. Tepat pukul 13.30 WITA perjalanan dilanjutkan ke Tarakan tepatnya ke Bandara Juwata. Sepanjang perjalanan menggunakan pesawat jenis Bombardier saya bisa melihat bahwa alam Kalimantan yang dulu saya kenal sebagai pulau penghasil oksigen bagi dunia telah banyak gundul akibat eksplorasi dan eksploitasi batubara maupun sawit. Tiba di bandara Tarakan yang hal pertama yang terlintas dibenak saya adalah panas dan sepi. Walaupun memiliki status kota tetapi kota Tarakan masih belum begitu maju dibandingkan Balikpapan.
Menurut Wikipedia, Bunyu merupakan dalah sebuah kecamatan di Kabupaten Bulungan, Provinsi Kalimantan Utara, Indonesia. Kecamatan ini beribukota di Bunyu, dengan luas wilayah 198,32 km² serta berjarak ± 60 km dari ibukota kecamatan ke Tanjung Selor. Secara demografis Kecamatan Bunyu memiliki jumlah penduduk 9.810 jiwa, terdiri dari laki-laki sebanyak 5.214 jiwa dan perempuan 4.656 jiwa. Dari sejumlah penduduk itu, klasifikasi dewasa 6.603 jiwa dan anak-anak 3.267 jiwa, dengan tingkat kepadatan mencapai 49,47 jiwa/km². Masyarakat di Bunyu cukup beranekaragam, bagian terbesarnya adalah pendatang yang berasal dari Jawa maupun Sulawesi. Sedangkan suku aslinya adalah masyarakat Suku Tidung, dengan komposisi Suku Jawa 26,85%, Bugis 25,11%, Tidung 11,29%, Banjar 9,97% dan suku lainnya 26,78%.
Berdasarkan agama yang dianut masyarakatnya pun juga beragam, meliputi: Islam 87,67%, Kristen Protestan/Katolik 12,13%, Hindu 0,03%, serta Budha 0,17%. Dengan Sarana ibadah yang ada di wilayah ini terdiri dari mesjid 14 buah, langgar/mushalla 4 buah dan gereja 5 buah serta vihara 1 buah. Dengan keanekaragaman tersebut, maka secara budaya dan adat istiadat pun juga beragama. Masing-masing suku yang ada secara khas menampilkan budayanya masing-masing, seperti Jawa, Bugis, Banjar, Tidung maupun lainnya.
Setelah mengambil seluruh bagasi, saya meneruskan perjalan ke dermaga Tarakan yang jaraknya kurang lebih 10 menit dari bandara Juwata. Perjalanan ke Bunyu menempuh waktu 1 jam menggunakan speed boat komersil yang berisi kurang lebih 30 orang. Suasana didalam boat sangat-sangat tidak nyaman karena menurut saya kapasitas boat terlalu dipaksa penuh agar pengelola mendapat pemasukan sebanyak-banyaknya tanpa memperhatikan faktor keselamatan penumpang. Untungnya hari itu saya tidak mual sehingga perjalanan lancar sampai tujuan. Ketika dijemput oleh pegawai perusahaan saya langsung bertanya pak kotanya itu yang mana ya. Jawaban pegawai itu cuma senyuman manis sambil berkata nanti mas disana. Beberapa ratus meter saya melihat disepanjang jalan terdapat kampung yang lebih tepatnya dikatakan kampung nelayan. Ada beberapa bangunan yang cukup besar yang digunakan seperti supermarket dan beberapa warung-warung makanan. Saya juga menemukan kantor cabang Bank Mandiri dan Bank Kaltim yang untungnya terdapat ATM dikedua Bank tersebut. Ternyata setelah mendapat penjelasan lebih lanjut batas kota hanya sampai di Bank Kaltim sisanya adalah pemukiman warga dan areal perkantoran beberapa perusahaan. Seketika dalam hati saya berkecamuk ok jadi ini yang harus saya lalui setidaknya untuk 3 tahun kedepan. Saya bukan tipikal orang yang tidak bisa hidup tanpa pusat pembelanjaan atau tempat nongkrong. Sejak kecil saya sudah ikut orang tua untuk menemani beliau dalam tugas-tugasnya hampir diseluruh kawasan Indonesia, jadi saya tidak begitu kaget ketika mendapat penempatan di Pulau yang dapat ditempuh dengan waktu 30 menit untuk mengelilinginya.