Anaknya kecil, kurus kering. Ibaratnya, tertiup sedikit angin saja – rubuh -.
Namun, aneh dan hebatnya, justru dia lah yang paling ditakuti di seluruh sekolah.
“ Dug-dheng”, Istilahnya. Atau – jagger – Godfather – yang mbau reksa.
Hampir semua keinginan dan kemauan dituruti teman-temannya. Tidak ada yang berani protes, tidak ada yang berani membantah.
Padahal, tidak ada yang backing dia. Dan padahal pula , seandainya “diwaneni “ – benar-benar dilawan, dia kalah !( dan itu memang pernah kejadian ).
Tapi yaitu tadi, ndak ada yang berani menentang dan melawannya.
Baru dengar suara bentakannya saja, sudah pada mungkret, nelungsep, habis nyali.
Waktu itu tentu saja, tidak tahu, kenapa dia bisa “begitu demikian”. Hanya saja memang dia dikenal sebagai anak yang “ kendhel”, pemberani, besar nyali.
Menggonggong dulu, urusan belakangan.
Dan baru lama belakangan saya sadari, bahwa dia bisa seperti itu, bukan karena besar tubuh, ada backing, atau sebagainya, tapi semata hanya karena mental, nyali, keberanian, harga diri.
Ada yang tubuh tinggi besar, tapi “ licik” - ciut nyali- jadinya ya bulan-bulanan.
Keteringatan saya pada teman tadi, karena ternyata pikiran saya baru berusaha mencoba membuat pembandingan peristiwa.
Kalau boleh diibaratkan, Malaysia saat ini ternyata mirip sekali dengan teman saya tadi. Kecil, kurus kering, tapi kendhel, pemberani, besar nyali. Yang penting, menggonggong dulu, nyawel dulu.
Indonesia ? tubuh sih, tinggi besar, tapi…” gede bombong”, “licik “, ciut nyali dan jadi bulan-bulanan.
Baru digonggongi sedikit saja udah mungkret, nelungsep, ketakutan setengah mati.
( Sedangkan kalau dipikir bener-bener, ndak ada gunanya kalau setengahnya yang hidup, tapi setengahnya mati ! ).
Padahal, lagi, kalau bener-bener diwaneni, dilawan, pasti kalah.
Wong memang kenyataannya ( Malaysia ) itu kecil, kurus kering. Jika diperbandingkan dengan Indonesia – dari sudut pandang apa saja -.
Luas Negara, jumlah warga, atau personil dan kekuatan bersenjata.
Bahkan dulu kala, konon , sejarah berkata – Indonesia – yang diwakili Majapahit dengan bendera Gula Kelapanya, menyatukan sebagian wilayah semenanjung Malaysia dalam daulat kekuasaannya.
Tapi itu kan dulu !
Masih punya Hayam Wuruk dan Gajah Mada dengan Sumpah Amukti Palapanya.
Atau,
Kebangkitan Pemuda Indonesia dengan Sumpah Pemuda-nya.
Revolusi Kemerdekaan dengan slogan persatuan. Merdeka atau Mati !
Lebih Baik Berkalang Tanah dari Pada Hidup Dijajah. Lebih Baik Bercermin Bangkai dari pada Hidup Menanggung Malu.
Pasca kemerdekaan dengan Soekarno, dengan Ganyang Malaysia-nya.
Ah,sudahlah.
Memang lain ladang, lain belalang. Lain dulu lain sekarang.
Jangan-jangan nanti saya malah dituduh ngompori. Jangan-jangan dituduh manas-manasi, jangan-jangan dituduh agitasi.
Repot sendiri nanti.
Kayaknya memang para pecinta bangsa bersembunyi. Atau bahkan para pecinta kedaulatan sudah mati ?
Sekarang….?
Sumpah apa yang harus digenapi ketika Ibu Pertiwi sedang bersusah hati ?
Anda bisa lihat artikel lainnya di http://www.waspbook.co.cc