Mohon tunggu...
KOMENTAR
Fiksiana

Bunga Kaki Gunung Lawu 2

1 Juli 2013   10:19 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:10 106 0

Ditempat terpisah Angga tengah berfikir bagaimana meyakinkan sang ibu untuk menerima Iklima,ditengah gempuran kepercayaannya tentang anak pembawa sial, dari balik jendela terlihat Angga khusyuk dalam bermunajat, entah apa yang dia minta,, angin yang dibiarkannya masuk melalui satu satunya jendela yang terbuka seolah membawa pesan magis yang membuat bulu romanya berdiri, sayup sayup suara burung hantu yang berbaur dengan kencangnya hentakan kaki kaki hujan yang menjejak bumi hanya mampu mengusik rasa ragawinya, dia percaya disaat saat hujan seperti ini adalah salah satu waktu dimana doa menjadi begitu cepat di ijabah sang pengeran, "Astaghfirulloh," Angga terperanjat, ketika dibukanya mata itu menangkap sesosok hewan melata melingkar diatas sajadahnya, setelah diamati tak ada dua garis putih dipunggung dan berekor panjang diusirnya pelan ular itu kearah jendela, ular yang semestinya tidak bisa merayap diatas tembok yang miring dan licin yang memang berlapis keramik, menyalahi kodratnya malam itu, dengan tenang ular itupun melewati tembok menuju ke jendela dan menghilang entah kemana, mulut Angga masih komat kamit mengucap AsmaNya, sejenak setelah menutup jendela dia bergegas turun, didapati ke dua orang tuanya tengah menikmati santap malam " ayo makan sama sama le" seloroh ibundanya yang langsung disambut anggukan sang ayah, "Ubed kemana bun?" ujarnya ringan seraya menarik kursi "ke pondok, bantu bantu ngajar ?" sahut sang ayah “kamu masih berapa lama di Indonesia Ngga?”ujar sang bunda setelah menuntaskan kunyahan sesendok nasi yang sempat menahannya barang sejenak untuk menjawab pertanyaan Angga, Angga hanya diam dengan pandangan asing kearah luar, mungkin saja kali ini pikiran itu kini tak sedang bersamanya"Ayah mau tambah ndak?" ujar ibunya lagi, "Gini nih Ngga, bundamu itu maunya ayah makaaan mulu" sewot ayahnya yang membuat Angga dan Ibunya sedikit tersenyum " kan mubadir pak kalo tak habis"sang bunda membela diri "memangnya kamu kira, ayah ini mesin penggiling apa?"seloroh sang ayah, Angga yang sedari tadi menyimpan niat untuk membuka obrolan mengenai Iklima urung melakukannya, kehangatan makan malam kali ini masih menjadi salju yang membekukan keberaniannya.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun